MAKALAH AL-QURAN DAN HADITS
TAUHID
Dosen : Drs.Mahmud,MM
Disusun oleh : Imam Taofik
NIM : (2010510223)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH JAKARTA 201
Kampus Cirendeu
KATA PENGANTAR
Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukan. Hanya amal yang dilandasi dengan tauhidullah, menurut tuntunan Islam, yang akan menghantarkan manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki di alam akhirat nanti.
Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran surat An Nahl ayat 97 :Artinya :
Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An Nahl : 97)
Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini adalah Allah, bukan sekedar mengetahui bukti bukti rasional tentang kebenaran wujud (keberadaan) Nya, dan wahdaniyah (keesaan) Nya, dan bukan pula sekedar mengenal Asma’ dan SifatNya.
Iblis mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah, bahkan mengakui keesaan dan kemahakuasaan Allah dengan meminta kepada Allah melalui Asma’ dan SifatNya. Kaum jahiliyah kuno yang dihadapi Rasulullah, juga meyakini bahwa Tuhan Pencipta, Pengatur, Pemelihara dan Penguasa alam semesta ini adalah Allah. Namun, kepercayaan dan keyakinan mereka itu belumlah menjadikan mereka sebagai makhluk yang berpredikat muslim, yang beriman kepada Allah.
Dari sini timbullah pertanyaan : “Apakah hakekat tauhid itu ?”
Tauhid adalah pemurnian ibadah kepada Allah. Maksudnya yaitu menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekwen dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepadaNya.
Untuk inilah sebenarnya manusia diciptakan Allah, dan sesungguhnya misi para Rasul adalah untuk menegakkan tauhid dalam pengertian tersebut di atas, mulai dari Rasul pertama sampai Rasul terahir, yaitu Nabi Muhammad.
Makalah ini dibuat bukan hanya untuk melengkapi tugas mata kuliah pendidikan agama islam, tapi juga diharapkan bisa sebagai pedoman untuk mengetahui hakekat tauhid dan kemudian menjadikannya sebagai pegangan hidup.
Semoga Makalah ini bermanfaat bagi kita dalam usaha mewujudkan ibadah kepada Allah dengan semurni-murninya. Hanya kepada Allah kita menghambakan diri, dan hanya kepadaNya kita memohon pertolongan. Semoga sholawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya. Amin.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
2. Perumusan Masalah
BAB II Pembahasan
1. Pengertian Tauhid
2. Pembagian Tauhid
3. Buah Hakekat Iman
4. Konsep ajaran Tauhid
5. Dimensi isi Tauhid
2. Pembagian Tauhid
3. Buah Hakekat Iman
4. Konsep ajaran Tauhid
5. Dimensi isi Tauhid
BAB III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Banyak dari umat Islam hanya mengenal agama Islam dengan hanya yakin dan percaya bahwa Allah SWT adalah Tuhannya. Mereka tidak mengenal secara luas tentang Tauhid dan bagaimana cara mengesakan Allah SWT, sehingga mereka hanya yakin dan percaya dengan Islam tanpa adanya Ibadah dan pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.
Renungkanlah QS. Al Ikhlash ayat 1 s.d. 4 : Artinya :
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
(QS. Al Ikhlash : 1-4)
Firman Allah dalam QS. Adz Dzaariyaat ayat 56 :
Artinya :
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzaariyaat : 56)
Bila kita cermati ayat-ayat Al-Quran di atas, sangatlah jelas bahwa Allah adalah satu dan kita wajib beribadah kepada Allah SWT serta janganlah menyutukanNya dengan apapun.
2. Perumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan membahas masalah Tauhid dalam Islam yaitu sebagai berikut :
- Pengertian Tauhid
- Pembagian Tauhid
- Buah Hakekat Iman
- Konsep Ajaran Tauhid
- Dimensi Isi Tauhid
BAB II
PENGERTIAN TAUHID
A. Pengertian Tauhid
Tauhid dibagi menjadi 3 macam yakni tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa Sifat. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat sahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim.
Tauhid, yaitu seorang hamba meyakini bahwa Allah SWT adalah Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam rububiyah (ketuhanan), uluhiyah (ibadah), Asma` dan Sifat-Nya.
Urgensi Tauhid: Seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT semata, Rabb (Tuhan) segala sesuatu dan rajanya. Sesungguhnya hanya Dia yang Maha Pencipta, Maha Pengatur alam semesta. Hanya Dia lah yang berhak disembah, tiada sekutu bagiNya. Dan setiap yang disembah selain-Nya adalah batil. Sesungguhnya Dia SWT bersifat dengan segala sifat kesempurnaan, Maha Suci dari segala aib dan kekurangan. Dia SWT mempunyai nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang tinggi.
Tauhid, dilihat dari segi Etimologis yaitu berarti ”Keesaan Allah”, mentauhidkan bearti mengakui keesaan Allah; mengesakan Allah (Kamus besar Bahasa Indonesia, hal.). Mempercayai bahwa Allah SWT adalah satu-satunya pencipta, pemelihara, penguasa, dan pengatur Alam Semesta. (DR. Abdul Aziz, 1998, hal. 9), Tauhid adalah keyakinan tentang adanya Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada satu pun yang menyamai-Nya dalam Zat, Sifat atau perbuatan-perbuatan-Nya. (Prof. Dr. M. Yusuf Musa, 1961, hal. 45) Tauhid adalah mengesakan Allah SWT dari semua makhluk-Nya dengan penuh penghayatan, dan keikhlasan beribadah kepada-Nya, meninggalkan peribadatan selain kepada-Nya, serta membenarkan nama-nama-Nya yang Mulia (asma’ul husna), dan sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna, dan menafikan sifat kurang dan cela dari-Nya. (Shalih Fauzan bin Abdullah al Fauzan, hal. 15). Demikianlah pengertian Tauhid menurut para ulama ternama, yang intinya adalah keyakinan akan Esa-nya ketuhanan Allah SWT, dan ikhlasnya peribadatan hanya kepada-Nya, dan keyakinan atas nama-nama serta sifat-sifat-Nya.
Kedudukan tauhid dalam Islam
Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat merupakan syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan rasulullah.
B. Dalil Al-Qur'an tentang keutamaan & keagungan tauhid
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS An Nahl: 36)
"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan" (QS At Taubah: 31)
"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)" (QS Az Zumar: 2-3)
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" (QS Al Bayinah: 5)
C. Perkataan ulama tentang tauhid
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: "Orang yang mau mentadabburi keadaan alam akan mendapati bahwa sumber kebaikan di muka bumi ini adalah bertauhid dan beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa serta taat kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sebaliknya semua kejelekan di muka bumi ini; fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh dan lain-lain penyebabnya adalah menyelisihi Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan berdakwah (mengajak) kepada selain Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Orang yang mentadabburi hal ini dengan sebenar-benarnya akan mendapati kenyataan seperti ini baik dalam dirinya maupun di luar dirinya" (Majmu' Fatawa 15/25)
Karena kenyataannya demikian dan pengaruhnya-pengaruhnya yang terpuji ini, maka syetan adalah makhluk yang paling cepat (dalam usahanya) untuk menghancurkan dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk melemahkan dan membahayakan tauhid itu. Syetan lakukan hal ini siang malam dengan berbagai cara yang diharapkan membuahkan hasil.
Jika syetan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik akbar, syetan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam berbagai kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga tidak berhasil maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bid'ah dan khurafat. (Al Istighatsah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal 293, lihat Muqaddimah Fathul Majiid tahqiq DR Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Furayaan, hal 4)
D. Pembagian tauhid
Pembagian Tauhid
Tauhid yang didakwahkan oleh para rasul dan diturunkan kitab-kitab karenanya ada dua :
1. Tauhid dalam pengenalan dan penetapan, dan dinamakan dengan Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma dan Sifat. Yaitu menetapkan hakekat zat Rabb SWT dan mentauhidkan (mengesakan) Allah SWT dengan asma (nama), sifat, dan perbuatan-Nya.
Pengertiannya : seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT sematalah Rabb yang Menciptakan, Memiliki, Membolak-balikan, Mengatur alam ini, yang sempurna pada zat, Asma dan Sifat-sifat, serta perbuatan-Nya, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, Yang Meliputi segala sesuatu, di Tangan-Nya kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia SWT mempunyai asma’ (nama-nama) yang indah dan sifat yang tinggi. Dalam QS. QS. Asy-Sura ayat 11 :
Artinya : (Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.(QS. Asy-Sura : 11)
2. Tauhid dalam tujuan dan permohonan, dinamakan tauhid uluhiyah dan ibadah, yaitu mengesakan Allah SWT dengan semua jenis ibadah, seperti: doa, shalat, takut, mengharap, dll.
Pengertiannya : Seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT saja yang memiliki hak uluhiyah terhadap semua makhlukNya. Hanya Dia SWT yang berhak untuk disembah, bukan yang lain. Karena itu tidak diperbolehkan untuk memberikan salah satu dari jenis ibadah seperti: berdoa, shalat, meminta tolong, tawakkal, takut, mengharap, menyembelih, bernazar dan semisalnya melainkan hanya untuk Allah SWT semata. Siapa yang memalingkan sebagian dari ibadah ini kepada selain Allah SWT maka dia adalah seorang musyrik lagi kafir. Firman Allah SWT :Artinya :Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.(QS. Al-Mukminun : 117)
Tauhid Uluhiyah atau Tauhid Ibadah; kebanyakan manusia mengingkari tauhid ini. Oleh sebab itulah Allah SWT mengutus para rasul kepada umat manusia, dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka, agar mereka beribadah kepada Allah SWT saja dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.
1. Firman Allah SWT:
Artinya : Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya : “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (QS. Al-Anbiya` :25)
2. Firman Allah SWT :
Artinya :Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. An-Nahl :36)
Thaghut adalah syaitan dan apa saja yang disembah kecuali selain dari Allah SWT.
C. Hakekat dan Inti Tauhid
Hakekat dan inti tauhid adalah agar manusia memandang bahwa semua perkara berasal dari Allah SWT, dan pandangan ini membuatnya tidak menoleh kepada selainNya SWT tanpa sebab atau perantara. Seseorang melihat yang baik dan buruk, yang berguna dan yang berbahaya dan semisalnya, semuanya berasal dariNya SWT. Seseorang menyembahNya dengan ibadah yang mengesakanNya dengan ibadah itu dan tidak menyembah kepada yang lain.
A. Rububiyah
Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al Quran surat Az Zumar ayat 62 :"Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu". Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).“ (Ath-Thur: 35-36)
Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rosululloh mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah, “Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).
B. Uluhiyah/Ibadah
Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. "Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana" (Al Imran: 18). Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya. Mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti salat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shaad: 5). Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan Rosul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.
C. Asma wa Sifat
Beriman bahwa Allah memiliki nama dan sifat baik (asma'ul husna) yang sesuai dengan keagunganNya. Umat Islam mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus sifat Allah.
- Tidak ada tauhid mulkiyah
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40. [Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas]
BAB III
BUAH HAKIKAT IMAN
Seseorang hanya boleh tawakkal kepada Allah SWT semata, tidak memohon kepada makhluk serta tidak memperdulikan celaan mereka. Ia ridha kepada Allah SWT, mencintaiNya dan tunduk kepada hukumNya.
Tauhid Rububiyah diakui manusia dengan naluri fitrahnya dan pemikirannya terhadap alam semesta. Tetapi sekedar mengakui saja tidaklah cukup untuk beriman kepada Allah SWT dan selamat dari siksa. Sungguh iblis telah mengakuinya, juga orang-orang musyrik, namun tidak ada gunanya bagi mereka. Karena mereka tidak mengakui tauhid ibadah kepada Allah SWT semata.
Siapa yang mengakui Tauhid Rububiyah saja, niscaya dia bukanlah seorang yang bertauhid dan bukan pula seorang muslim, serta tidak dihormati/diharamkan darah dan hartanya sampai dia mengakui dan menjalankan Tauhid Uluhiyah. Sehingga dia bersaksi bahwa tidak Ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah SWT semata, tidak ada sekutu bagiNya. Dan dia mengakui hanya Allah SWT saja yang berhak disembah, bukan yang lainnya. dan konsekuensinya adalah hanya beribadah kepada Allah SWT saja, tidak ada sekutu bagiNya.
Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah memiliki ketergantungan satu sama lain:
1. Tauhid Rububiyah mengharuskan kepada Tauhid Uluhiyah. Siapa yang mengakui bahwa Allah SWT Maha Esa, Dia lah Rabb, Pencipta, Yang Memiliki, dan yang memberi rizki niscaya mengharuskan dia mengakui bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah SWT. Maka dia tidak boleh berdoa melainkan hanya kepada Allah SWT, tidak meminta tolong kecuali kepadaNya, tidak bertawakkal kecuali kepadaNya. Dia tidak memalingkan sesuatu dari jenis ibadah kecuali hanya kepada Allah SWT semata, bukan kepada yang lainnya. Tauhid uluhiyah mengharuskan bagi tauhid rububiyah agar setiap orang hanya menyembah Allah SWT saja, tidak menyekutukan sesuatu dengannya. Dia harus meyakini bahwa Allah SWT adalah Rabb-Nya, Penciptanya, dan pemiliknya.
1. Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah terkadang disebutkan secara bersama-sama, akan tetapi keduanya mempunyai pengertian berbeda. Makna Rabb adalah yang memiliki dan yang mengatur dan sedangkan makna ilah adalah yang disembah dengan sebenarnya, yang berhak untuk disembah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Seperti firman Allah SWT : Artinya :
1. Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai)
manusia.
4. Maktabah Abu Syeikha Bin Imam Al Magety, Rahasia di balik kalimat Tauhid dalam ayat-ayat Al Quran, (http://www.4shared.com/file/41066124/ed75e1eb/RAHASIA_KALIMAT_TAUHID.html?s=1, 2008)
2. Raja manusia.
3. Sembahan manusia.
Dan terkadang keduanya disebutkan secara terpisah, maka keduanya mempunyai pengertian yang sama, seperti firman Allah SWT :Artinya : Katakanlah: “Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”(QS. An-An’aam:164)
A. Keutamaan Tauhid
1. Firman Allah SWT :Artinya : Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.(Al-An’aam: 82)
2. Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit r.a, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Siapa yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah SWT. Tiada sekutu bagi-Nya. Dan sesungguhnya Muhammad SAW adalah hamba dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Isa adalah hamba dan Rasul-Nya, serta kalimah-Nya yang diberikan-Nya kepada Maryam dan Ruh dari-Nya. Dan (siapa yang bersaksi dan meyakini bahwa) surga adalah benar, neraka adalah benar, niscaya Allah SWT memasukkannya ke dalam surga berdasarkan amal yang telah ada”. Muttafaqun ‘alaih.
3. Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Allah SWT berfirman, ‘Wahai keturunan Adam, selama kamu berdoa dan mengharap kepada-Ku, niscaya Kuampuni semua dosa kalian dan Aku tidak perduli (sebanyak apapun dosanya). Wahai keturunan Adam, jika dosamu telah sama ke atas langit, kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku, niscaya Kuampuni dan Aku tidak perduli (sebanyak apapun dosamu). Wahai keturunan Adam, jika engkau datang kepadanya dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau datang menemui-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Ku, niscaya Aku datang kepadamu dengan ampunan sepenuhnya (bumi).” HR. at-Tirmidzi.
B. Balasan Ahli Tauhid
Artinya : Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.(QS. Al-Baqarah : 25)
Dari Jabir r.a, ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah dua perkara yang bisa dipastikan?’ Beliau menjawab, ‘Siapa yang meninggal dunia dan keadaan tidak menyekutukan sesuatupun dengan Allah SWT niscaya dia masuk dan siapa yang meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan sesuatu dengan Allah SWT, niscaya dia masuk neraka.” HR. Muslim.
C. Keagungan Kalimat Tauhid
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash r.a, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Nabi Nuh ‘alaihissalam tatkala menjelang kematiannya, beliau berkata kepada anaknya, “Sesungguhnya aku menyampaikan wasiat kepadamu: Aku perintahkan kepadamu dua perkara dan melarangmu dari dua perkara. Saya perintahkan kepadamu dengan kalimat laa ilaaha illallah (Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah). Sesungguhnya seandainya tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi diletakkan dalam satu daun timbangan dan kalimah laa ilaaha illallah (Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah) diletakkan pada daun timbangan yang lain, niscaya kalimat laa ilaaha illallah lebih berat. Dan jikalau tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi merupakan sebuah lingkaran yang samar, niscaya dipecahkan oleh kalimah laa ilaaha illallah dan subhanallahi wabihamdih (maha suci Allah dan dengan memujian-Nya), sesungguhnya ia merupakan inti dari semua ibadah. Dengannya makhluk diberi rizqi. Dan aku melarangmu dari perbuatan syirik dan takabur ” HR. Ahmad dan al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad.”
D. Kesempurnaan Tauhid
Tauhid tidak sempurna kecuali dengan beribadah hanya kepada Allah SWT semata, tiada sekutu bagi-Nya dan menjauhi thaghut, seperti firman Allah SWT :Artinya :Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. An-Nahl :36)
Thaghut adalah setiap perkara yang hamba melewati batas dengannya berupa sesembahan seperti berhala, atau yang diikuti seperti peramal dan para ulama jahat, atau yang ditaati seperti para pemimpin atau pemuka masyarakat yang ingkar kepada Allah SWT.
Thaghut itu sangat banyak dan intinya ada lima:
1. Iblis (semoga Allah SWT melindungi kita darinya),
1. Siapa yang disembah sedangkan dia ridha,
2. Siapa yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya,
3. Siapa yang mengaku mengetahui yang gaib,
4. Siapa yang berhukum kepada selain hukum Allah SWT.
2. Siapa yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya,
3. Siapa yang mengaku mengetahui yang gaib,
4. Siapa yang berhukum kepada selain hukum Allah SWT.
BAB IV
KONSEP AJARAN TAUHID
A. Konsep Ajaran Tauhid
Terkait dengan konsep ajaran tauhid ini, dapat kita lihat ayat-ayat Allah yang sedikit banyak menyinggung ajaran tauhid ini.Di antaranya adalah :
“Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia”. (TQS. Al Ikhlas: 1-4 )
"Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia; (demikianpula) para malaikat dan orang-orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (TQS. Ali Imran: 18)
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka maha suci Allah yang mempunyai arasy dari apa yang mereka sifatkan.” (TQS. Al Anbiya’: 22 )
Dari sini dapat kita lihat bahwa beriman kepada Allah SWT terwujud dalam empat perkara: Beriman kepada Wujud Allah,Beriman kepada Rububiyah Allah,Beriman kepada Uluhiyah Allah ,Beriman kepada Asma’ dan shifat Allah. Dari keempat perkara tersebut hanya tiga perkara yang diuraikan dalam makalah ini yaitu :
“Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia”. (TQS. Al Ikhlas: 1-4 )
"Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia; (demikianpula) para malaikat dan orang-orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (TQS. Ali Imran: 18)
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka maha suci Allah yang mempunyai arasy dari apa yang mereka sifatkan.” (TQS. Al Anbiya’: 22 )
Dari sini dapat kita lihat bahwa beriman kepada Allah SWT terwujud dalam empat perkara: Beriman kepada Wujud Allah,Beriman kepada Rububiyah Allah,Beriman kepada Uluhiyah Allah ,Beriman kepada Asma’ dan shifat Allah. Dari keempat perkara tersebut hanya tiga perkara yang diuraikan dalam makalah ini yaitu :
1. TAUHID RUBUBIYAH
Mengenai tauhid rububiyah ini firman Allah mengatakan :
"Allah yang Meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy. Dia Menundukkan matahari dan Bulan; masing-masing beredar menurut waktu yang telah ditentukan. Dia Mengatur urusan (makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan Tuhanmu". (TQS. Ar-Ra'd: 2)
Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah SWT, yaitu ‘Rabb’. Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain: al-Murabbi (pemelihara), al-Nashir (penolong), al-Malik (pemilik), al-Mushlih (yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan) dan al-Wali (wali). Dan dalam terminologi syariat Islam, istilah Tauhid Rububiyah berarti: “Percaya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Pencipta, Pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya Ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya.” (DR. Ibrahim bin Muhammad, hal. 141-142)
2. TAUHID ASMA’ dan SIFAT
Firman Allah
“Dan Allah memiliki Asma’ul Husna (Nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma’ul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS. al-A’raf: 180)
Pengertian dari Tauhid Asma’ dan Sifat adalah mempercayai bahwa hanya Allah yang memiliki segala sifat kesempurnaan dan terlepas dari sifat tercela atau dari segala kekurangan. (Ensiklopedi Islam, jild. V, hal. 92) Atau menetapkan asma’ dan sifat Allah berdasarkan apa yang ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya di dalam Al Qur’an maupun sunnah Rasul-Nya. (DR. Abdul Aziz, hal. 24)
3.TAUHID ULUHIYAH
Tauhid Uluhiyah merupakan salah satu cabang Tauhid dari tiga macam Tauhid yang ada, yaitu mempercayai bahwa hanya kepada Allah-lah manusia harus bertuhan, beribadah, memohon pertolongan, tunduk, patuh, dan merendah serta tidak kepada yang lain. Makna Uluhiyah adalah mengakui bahwa hanya Allah lah Tuhan yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. (DR. Abdul Aziz bin M. Alu Abdullatief, hal. 13).Tauhid Uluhiyah merupakan ujung ruh Al Qur’an, yang karenanya para Rasul diutus, yang karenanya ada pahala dan siksa, dan karenanya keikhlasan beragama kepada Allah terealisasi. (Ibnu Taimiyah, Menghindari pertentangan Wahyu dan Akal, hal. 30). Ayat al Qur'an yang menerangkan tentang Tauhid jenis ini adalah:
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan, Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku, inilah jalan yang lurus." (TQS. Yasin: 60 - 61)
B. Tauhid sebagai dimensi metodologi
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan, Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku, inilah jalan yang lurus." (TQS. Yasin: 60 - 61)
B. Tauhid sebagai dimensi metodologi
Sebagai intisari peradaban Islam, tauhid mempunyai dua segi atau dimensi : segi metodologis dan konseptual. Yang pertama menentukan bentuk penerapan dan implementasi prinsip pertama peradaban ; yang kedua menentukan prinsip pertama itu sendiri.
DimensiMetodologis
Dimensi metodologis meliputi tiga prinsip; yaitu kesatuan, rasionalisme, dan toleransi. Ketiganya ini menentukan bentuk peradaban Islam.
Kesatuan. Tak ada peradaban tanpa kesatuan. Jika unsur-unsur peradaban tidak bersatu, berjalin , dan selaras satu dengan lainnya, maka unsur-unsur itu bukan membentuk peradaban, melainkan himpunan campur-aduk. Prinsip menyatukan berbagai unsur dan memasukkan unsur-unsur itu di dalam kerangkanya sangat penting.
Dimensi metodologis meliputi tiga prinsip; yaitu kesatuan, rasionalisme, dan toleransi. Ketiganya ini menentukan bentuk peradaban Islam.
Kesatuan. Tak ada peradaban tanpa kesatuan. Jika unsur-unsur peradaban tidak bersatu, berjalin , dan selaras satu dengan lainnya, maka unsur-unsur itu bukan membentuk peradaban, melainkan himpunan campur-aduk. Prinsip menyatukan berbagai unsur dan memasukkan unsur-unsur itu di dalam kerangkanya sangat penting.
Prinsip seperti ini akan mengubah campuran hubungan unsur-unsur satu dengan lainnya menjadi bangunan rapi dimana tingkat prioritas atau derajat kepentingan dapat dirasakan. Peradaban Islam menempatkan unsur-unsur dalam bangunan rapi dan mengatur eksistensi serta hubungannya berdasarkan pola yang seragam. Unsur-unsur itu sendiri ada yangasli dan ada yang berasal dari luar. Tidak ada peradaban yang tidak mengambil unsur dari luar. Yang penting adalah bahwa peradaban mencerna unsur itu, yaitu mempola kembali bentuk dan hubungannya sehingga menyatu ke dalam sistemnya sendiri. “Membentuk” unsur itu dengan bentuknya sendiri sebenarnya mengubahnya menjadi realitas baru sehingga unsur itu tak lagi eksis sebagai unsur itu sendiri, namun sebagai komponen integral peradaban baru. Ini bukanlah argumen menentang peradaban bila peradaban itu semata-mata hanya menambah unsur-unsur asing. Atau bila peradaban melakukannya dengan cara terpotong-potong, tanpa pembentukan ulang, penambahan, atau integrasi. Persisny, unsur-unsur ini semata-mata ada bersama (co-exist) dengan peradaban. Secara organis, unsur-unsur itu bukan bagian dari peradaban itu. Namun jika peradaban ini telah berhasil mengubah mereka dan mengintegrasikannya ke dalam sistemnya, maka proses integrasi menjadi indeks vitalitas, dinamisme dan kreativitasnya. Dalam setiap peradaban integral, dan tentu saja dalam Islam, unsur-unsur pembentuknya, baik unsur material, struktural atau relasional, semuanya diikat oleh satu prinsip utama. Dalam peradaban Islam, prinsip utama ini adalah tauhid. Inilah tongkat pengukur utama orang Islam, pembimbing dan pencarinya dalam berhadapan dengan agama dan peradaban lain, dengan fakta atau situasi baru. Yang sejalan dengan prinsip ini diterima dan diintegrasikan. Yang tidak sejalan ditolak atau dikutuk.
Tauhid atau doktrin keesaan, transenden, dan doktrin keutamaan Tuhan, mengandung arti bahwa hanya Dia yang patut disembah dan dilayani. Orang yang taat akan hidup berdasarkan prinsip ini. Dia akan berupaya menyelaraskan perbuatannya dengan pola ini, melaksanakan maksud Ilahiah. Karena itu, kehidupannya harus menunjukkan kesatuan pikiran dan kehendaknya, tujuan utama pengabdiannya. Kehidupannya tak akan merupakan serangkaian peristiwa yang disatukan dengan kacau balau. Tetapi, kehidupannya akan dihubungkan dengan satu prinsip utama, diikat oleh kerangka tunggal yang menyatukan mereka menjadi kesatuan tunggal. Dengan demikian, kehidupannya memiliki gaya tunggal, bentuk yang integral – singkatnya Islam
Rasionalisme. Sebagai prinsip metodologis, rasionalisme membentuk intisari peradaban Islam. Rasionalisme terdiri atas tiga aturan atau hukum : pertama, menolak semua yang tidak berkaitan dengan realitas; kedua, menafikan hal-hal yang sangat bertentangan; ketiga, terbuka terhadap bukti baru dan/ atau berlawanan. Hukum pertama melindungi seorang muslim dari membuat pernyataan yang tidak terujji, tidak jelas terhadap ilmu pengetahuan.Pernyataan yang kabur, menurut Al-Qur’an, merupakan contoh zhann (pengetahuan yang menipu) dan dilarang oleh Tuhan, sekalipun tujuannya dapat diabaikan. Seorang muslim dapat didefinisikan sebagai orang yang pernyataannya hanyalah kebenaran.
Hukum kedua melindunginya dari kontradiksi di satu pihak, dan paradoks di pihak lain.
Rasionalisme bukan berarti pengutamaan akal atas wahyu tetapi penolakan terhadap kontradiksi puncak antara keduanya.
Rasionalisme bukan berarti pengutamaan akal atas wahyu tetapi penolakan terhadap kontradiksi puncak antara keduanya.
Rasionalisme mempelajari tesis-tesis yang bertentangan berulang-ulang, dengan anggapan bahwa pasti ada segi pemikiran yang terlewat yang jika dipertimbangkan akan mengungkapkan hubungan yang bertentangan. Rasionalisme juga menggiring pembaca wahyu- bukan wahyu itu sendiri – kepada bacaan lain. Bila dia menangkap makna yang tak jelas yang kemudian dipikirkannya kembali, maka akan menghapus kontradiksi yang tampak. Perujukan pada akal atau pemahaman demikian akan memiliki pengaruh penyelarasan bukan wahyu itu sendiri – wahyu tak dapat dimanipulasi manusia – tetapi penafsiran atau pemahamann insani seorang muslim akan wahyu. Ini menjadikan pemahamannya akan wahyu sejalan dengan bukti kumulatif yang disingkapkan akal. Penerimaan terhadap sesuatu yang bertentangan atau paradoks sebagai suatu kebenaran hanya menarik orang-orang berpandangan picik. Muslim yang cerdas adalah seorang rasionalis karena dia menegaskan kesatuan dua sumber kebenaran yaitu wahyu dan akal.
Hukum ketiga, keterbukaan terhadap bukti baru atau yang bertentangan, melindungi seorang muslim dari literalisme, fanatisme, dan konservatisme yang menyebabkan stagnasi. Hukum ketiga ini mencontohkan dia kepada kerendahan hati intelektual. Memaksanya menambahkan pada penegasan dan penyangkalannya ungkapan “Allahu a’lam” (Allah yang lebih tahu). Karena dia yakin bahwa kebenaran lebih besar daripada yang dapat dikuasainya.
Sebagai penegasan akan keesaan mutlak Tuhan, tauhid merupakan penegasan keesaan kebenaran. Karena Tuhan, dalam Islam adalah kebenaran. Keesaan-Nya merupakan keesaan sumber-sumber kebenaran. Tuhan adalah Pencipta alam dari mana manusia mendapat pengetahuannya. Tujuan pengetahuan adalah pola-pola alam yang merupakan karya Tuhan. Jelas Tuhan mengetahui semuanya karena Dialah penciptanya; dan Dialah sumber wahyu. Dia memberi manusia pengetahuan-Nya; dan pengetahuan-Nya mutlak dan universal. Tuhan tidak menipu, tidak dengki, tidak menyesatkan. Dia juga tidak mengubah keputusan-Nya seperti yang dilakukan manusia ketika membetulkan pengetahuan-Nya, kehendaknya, atau keputusannya. Tuhan adalah sempurna dan maha tahu. Dia tak pernah salah. Kalau pernah, Dia tidak akan menjadi Tuhan trasenden agama Islam.
Toleransi. Sebagai prinsip metodologis, toleransi adalah penerimaan terhadap yang tampak sampai kepalsuannya tersingkap. Dengan demikian toleransi relevan dengan epistemologi. Ia juga relevan dengan etika sebagai prinsip menerima apa yang dikehendaki sampai ketaklayakannya tersingkap. Yang pertama disebut sa’ah; yang kedua yusr. Keduanya melindungi seorang muslim dari menutup diri terhadap dunia dari konservatisme. Keduanya mendesaknya untuk menegaskan dan mengatakannya terhadap kehidupan, terhadap pengalaman baru.
Keduanya mendorongnya untuk menyampaikan data baru dengan pikirannya yang tajam, usaha konstruktifnya. Dan dengan demikian memperkaya pengalaman dan kehidupannya, dan selalau memajukan budaya dan peradabannya.
Sebagai prinsip metodologis di dalam intisari peradaban Islam, toleransi adalah keyakinan bahwa Tuhan tidak membiarkan umat-Nya tanpa mengutus rasul dari mereka sendiri. Rasul yang akan mengajarkan bahwa tak ada Tuhan kecuali Allah, dan bahwa mereka patut menyembah dan mengabdi kepada-Nya, untuk memperingatkan mereka bahaya kejahatan dan penyebabnya. Dalam hubungan ini, toleransi adalah kepastian bahwa semua manusia dikaruniai sensus communis, yang membuat manusia dapat mengetahui agama yang benar, mengetahui kehendak dan perintah Tuhannya. Toleransi adalah keyakinan bahwa keanekaragaman agama terjadi karena sejarah dengan semua faktor yang mempengaruhinya, kondisi ruang dan waktunya yang berbeda, prasangka, keinginan, dan kepentingannya. Di balik keanekaragaman agama berdiri al-din al-hanif, agama fitrah Allah, yang mana manusia lahir bersamanya sebelum akulturasi membuat manusia menganut agama ini atau itu. Toleransi menuntut seorang Muslim untuk mempelajari sejarah agama-agama. Tujuannya untuk menemukan di dalam setiap agama karunia awal Tuhan, yang diajarkan oleh rasul-rasul yang diutus-Nya di segenap tempat dan waktu.
Dalam agama-dan hampir tak ada yang lebih penting dalam hubungan manusia-toleransi mengubah konfrontasi dan saling kutuk antar agama menjadi kerjasama penelitian ilmiah tentang asal-usul dan perkembangan agama. Tujuannya memisahkan penambahan historis dari wahyu awal yang diterima. Dalam etika, semua bidang penting berikutnya, yusr; mengebalkan seorang Muslim dari kecenderungan menolak kehidupan. Yusr membuatnya memiliki optimisme yang diperlukan untuk menjaga kesehatan, keseimbangan, dan kebersamaan, meski kehidupan manusia ditimpa berbagai tragedy dan penderitaan. Tuhan menjamin makhluk-Nya bahwa “dengan kesulitan, Kami menetapkan kemudahan [yusr]”. Dan karena Dia memerintahkan mereka untuk menguji setiap pernyataan dan memastikannya sebelum menilai, maka kaum ushuli (ahli fiqih) melakukan eksperimentasi sebelum menilai kebaikan atau keburukannya, yang tidak bertentangan dengan perintah Ilahiah yang pasti.
Sa’ah dan yusr langsung berasal dari tauhid sebagai prinsip metafisika etika. Tuhan, yang menciptakan manusia agar manusia dapat membuktikan dirinya berguna, telah membuatnya bebas dan mampu bertindak positif di dunia. Menurut Islam, melaksanakan hal itu adalah maksud eksistensi manusia di bumi.
Sa’ah dan yusr langsung berasal dari tauhid sebagai prinsip metafisika etika. Tuhan, yang menciptakan manusia agar manusia dapat membuktikan dirinya berguna, telah membuatnya bebas dan mampu bertindak positif di dunia. Menurut Islam, melaksanakan hal itu adalah maksud eksistensi manusia di bumi.
BAB V
DIMENSI ISI TAUHID
Tauhid mempunyai beberapa dimensi isi tauhid sbb:
1. Tauhid sebagai prinsip pertama metafisika
yang adalah perintahdan kehendak Tuhan, maka alam semesta, menurut orang hid sebagai prinsip pertama etika
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan Maha Esa menciptakan manusia dalam bentuk terbaik, untuk menyembah dan mengabdi kepada-Nya. Ini berarti bahwa seluruh keberadaan manusia di muka bumi bertujuan mematuhi Tuhan, menjalankan perintah-Nya. Tauhid juga menegaskan bahwa tujuan ini termasuk kekhalifahan manusia di muka bumi. Karena, menurut Al-Qur’an, Tuhan telah memberikan amanat-Nya kepada manusia, amanat yang tak mampu dipikul langit dan bumi, dan yang mereka hindari dengan ketakutan. Amanat tuhan adalah pelaksanaan bagian etika dari kehendak Tuhan. Hakikatnya menuntut bahwa amanat itu diwujudkan dalam kebebasan dan manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu melakukannya. Dimanapun kehendak Tuhan diwujudkan sesuai kebutuhan hukum alam, perwujudannya bukan moral, tetapi mendasar (elemental) atau bermanfaat (utilitarian). Hanya manusia yang mampu mewujudkannya dengan kemungkinan melakukan atau tidak melakukannya sama sekali, atau melakukan sebaliknya atau sebagian. Kemerdekaan manusia untuk mematuhi perintah Tuhanlah yang menjadikan pelaksanaan perintah moral.
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan, yang pemurah dan bertujuan, tidak menciptakanmanusia secara main-main, atau sia-sia. Dia menganugerahkan manusia dengan panca indera, akal dan pemahaman, menjadikannya sempurna – dan meniupkan ke dalamnya ruh-Nya- untuk mempersiapkannya menunaikan tugas besar ini.
2. Tauhid sebagai prinsip pertama aksiologi
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan telah menciptakan umat manusia agar manusia dapat membuktikan diri bernilai secara moral melalui perbuatannya. Sebagai Hakim agung dan akhir,Dia memperingatkan bahwa semua perbuatan manusia akan diperhitungkan ; bahwa perbuatan baik mereka akan diberi pahala, dan perbuatan buruk mereka akan diberi hukuman. Tauhid selanjutnya menegaskan bahwa Tuhan menempatkan manusia di muka bumi agar manusia mendiaminya. Agar manusia dapat bekerja di atas bumi, memakan buah-buahnya, menikmati kebaikan dan keindahannya, dan memakmurkan bumi dan dirinya. Inilah penegasan dunia : menerima dunia karena dunia tidak berdosa dan baik, diciptakan oleh Tuhan dan diatur oleh-Nya untuk dimanfaatkan manusia.
Segala yang ada di dunia ini, termasuk matahari dan bulan, tunduk kepada manusia. Semua ciptaan merupakan teater bagi manusia untuk melakukan perbuatan etikanya sehingga mewujudkan bagian yang lebih tinggi dari kehendak Ilahi. Manusia bertanggung jawab untuk memuaskan naluri dan kebutuhannya, dan setiap orang bertanggung jawab satu sama lain. Manusia berkewajiban mengembangkan sumber daya manusia ke tingkat yang tertinggi yang mungkin, sehingga semua karunia alam dapat sepenuhnya dimanfaatkan. Dia berkewajiban mengubah bumi menjadi kebun buah yang produktif dan taman indah. Dalam proses ini dia dapat mengeksplorasi matahari dan bulan jika perlu. Tentu saja manusia harus menemukan dan mempelajari pola-pola alam, jiwa manusia, masyarakat. Dia harus mengindustrikan dan mengembangkan dunia agar dunia menjadi taman dimana Firman Allah diagungkan.
3. Tauhid sebagai prinsip pertama masyarakat
Tauhid menegaskan bahwa “umatmu ini umat yang satu, yang Tuhannya adalah Allah. Karena itu sembah dan mengabdilah pada-Nya” Tauhid berarti bahwa orang orang-orang beriman adalah bersaudara , yang anggotanya saling mencintai dalam Tuhan, mereka saling menasihati untuk berlaku adil dan sabar. Mereka semua berpegang pada tali Allah, dan tidak berpisah satu sama lain, mereka saling berurusan, menganjurkan kebaikan dan melarang kejahatan; mereka menaati Allah dan Nabi-Nya.
4. Tauhid sebagai prinsip pertama estetika
Tauhid berarti menyingkirkan Tuhan dari segenap bidang alam. Segala yang diciptakan adalah makhluk, nontrasenden, tunduk kepada hukum ruang dan waktu. Semuanya ini tak mungkin Tuhan dalam arti apapun, khususnya arti ontologis yang dinafikan tauhid, sebagai intisari monoteisme. Tuhan sama sekali bukan ciptaan, sama sekali bukan alam, dan karena itu Tuhan transenden. Dialah satu-satunya wujud yang trasenden. Tauhid selanjutnya menegaskan bahwa tak ada yang menyerupai-Nya, sehingga tidak ada ciptaan yang menyerupai atau melambangkan Tuhan, tak ada yang dapat mewakili-Nya. Jelas secara definisi Dia tak tergambarkan. Tuhan adalah Dia yang tak ada lembaga estetis apapun yang mungkin.
BAB VI
PENUTUP
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari yang telah teruraikan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa tauhid merupakan inti pokok agama islam sebagai pengakuan umat islam terhadap pencipta yang mutlak dan tidak ada yang dituju selainya.Untuk itu dalam firman Allah dan sabda Nabi Muhammad SAW dikatakan :
“orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman(syirik), mereka itulah oarng yang mendapat keamanan. Mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An-nam:82)
Rosullullah bersabda,“Allah ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam, seandainya enkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh jagad, lantas engkau menemuiku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan suatu apa pun, maka Aku akan memberimu ampunan sepenuh jagad itu pula,” (HR.Tirmidzi 3540)
B.Saran
Semoga setelah mempelajari dan memahami pembahasan ini kita dapat mengambil hikmah betapa pentingnya ajaran tauhid ini bagi umat islam dan merupakan faktor terpenting untuk mengembalikan kejayaan islam pada umat ini.. Untuk itu, kita sebagai generasi penerus perjuangan Islam harus berusaha sekuat tenaga untuk mengimplementasikan konsep tauhid dalam semua segi kehidupan kita. Pada akhirnya kita berharap dan berdo'a kepada Allah SWT supaya mengembalikan kejayaan ummat ini dengan konsep tauhid yang kita amalkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhammad bin Abdullah At Tuwaijry, Tauhid, keutamaan dan macam-macamnya, (www.islamhouse.com, 2007)
2. Muhammad bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, (http://www.scribd.com/doc/10055486/Kitab-Tauhid, Yayasan Al-Sofwa, 2007)
3. Maktabah Abu Syeikha Bin Imam Al Magety, Rahasia di balik kalimat Tauhid dalam ayat-ayat Al Quran, (http://www.4shared.com/file/41066124/ed75e1eb/RAHASIA_KALIMAT_TAUHID.html?s=1, 2008)
4. Syaikh Muhammad At-Tamimi, Dasar-dasar Memahami Tauhid, (www.perpustakaan-islam.com, Islamic Digital Library, 2001)
0 komentar:
Posting Komentar