Kumpulan bahan kuliah
Metodologi Penelitian
DAFTAR ISI
Modul 1:
PENGANTAR:
APAKAH PENELITIAN
ITU?
Modul 2:
RAGAM PENELITIAN
Modul 3:
UNSUR-UNSUR
PROPOSAL PENELITIAN
Modul 4:
PERUMUSAN
PERMASALAHAN
Modul 5:
PENULISAN
TINJAUAN PUSTAKA
APAKAH PENELITIAN ITU?
Kata penelitian atau riset dipergunakan dalam
pembicaraan sehari-hari untuk melingkup spektrum arti yang luas, yang dapat
membuat bingung mahasiswa—terutama mahasiswa pascasarjana—yang harus
mempelajari arti kata tersebut dengan tanda-tanda atau petunjuk yang jelas
untuk membedakan yang satu dengan yang lain. Dapat saja, sesuatu yang dulunya
dikenali sebagai penelitian ternyata bukan, dan beberapa konsep yang salah
tentunya harus dibuang dan diganti konsep yang benar.
Pada dasarnya, manusia selalu ingin tahu dan
ini mendorong manusia untuk bertanya dan mencari jawaban atas pertanyaan itu.
Salah satu cara untuk mencari jawaban adalah dengan mengadakan penelitian. Cara
lain yang lebih mudah, tentunya, adalah dengan bertanya pada seseorang atau
“bertanya” pada buku—tapi kita tidak selalu dapat mendapat jawaban, atau kita
mungkin mendapatkan jawaban tapi tidak meyakinkan.
Pengertian penelitian sering dicampuradukkan
dengan: pengumpulan data atau informasi, studi pustaka, kajian dokumentasi, penulisan
makalah, perubahan kecil pada suatu produk, dan sebagainya. Kata penelitian
atau riset sering dikonotasikan dengan bekerja secara eksklusif menyendiri di
laboratorium, di perpustakaan, dan lepas dari kehidupan sehari-hari.
Menjadi tujuan bab ini untuk menjelaskan
pengertian penelitian dan membedakannya dengan hal-hal yang bukan penelitian.
Pengertian penelitian yang disarankan oleh Leedy (1997: 3) sebagai berikut:
Penelitian (riset) adalah proses yang sistematis meliputi pengumpulan dan
analisis informasi (data) dalam rangka meningkatkan pengertian kita tentang
fenomena yang kita minati atau menjadi perhatian kita.
Mirip dengan pengertian di atas, Dane (1990:
4) menyarankan definisi sebagai berikut: Penelitian merupakan proses kritis
untuk mengajukan pertanyaan dan berupaya untuk menjawab pertanyaan tentang
fakta dunia. Seperti disebutkan di atas, mungkin di masa lalu, kita mendapatkan
banyak konsep (pengertian) tentang penelitian, yang sebagian daripadanya
merupakan konsep yang salah. Untuk memperjelas hal tersebut, di bawah ini
dikaji pengertian yang “salah” tentang penelitian (menurut kita—kaum
akademisi).
Pengertian yang salah
tentang Penelitian
Secara umum, berdasar konsep-konsep yang
“salah” tentang penelitian, maka perlu digarisbawahi empat pengertian sebagai
berikut:
(1) Penelitian bukan hanya
mengumpulkan informasi (data)
(2) Penelitian bukan hanya
memindahkan fakta dari suatu tempat ke tempat lain
(3) Penelitian bukan hanya
membongkar-bongkar mencari informasi
(4) Penelitian bukan suatu
kata besar untuk menarik perhatian.
Lebih lanjut
kesalahan pengertian tersebut dijelaskan di bawah ini.
1.
Penelitian bukan hanya mengumpulkan
informasi (data)
Pernah suatu ketika, seorang
mahasiswa mengajukan usul (proposal) penelitian untuk “meneliti” sudut
kemiringan sebuah menara pemancar TV di kotanya. Ia mengusulkan untuk
menggunakan peralatan canggih dari bidang keteknikan untuk mengukur kemiringan
menara tersebut. Meskipun peralatannya canggih, tetapi yang ia lakukan
sebenarnya hanyalah suatu survei (pengumpulan
data/informasi) saja, yaitu mengukur kemiringan menara tersebut, dan survei itu
bukan penelitian (tapi bagian dari suatu penelitian). Para siswa suatu SD kelas
4 diajak gurunya untuk melakukan “penelitian” di perpustakaan. Salah seorang
siswa mempelajari tentang Columbus dari beberapa buku. Sewaktu pulang ke rumah,
ia melapor kepada ibunya bahwa ia baru saja melakukan penelitian tentang
Columbus. Sebenarnya, yang ia lakukan hanya sekedar mengumpulkan informasi,
bukan penelitian. Mungkin gurunya bermaksud untuk mengajarkan keahlian mencari
informasi dari pustaka (reference skills).
2.
Penelitian bukan hanya
memindahkan fakta dari suatu tempat ke tempat lain
Seorang mahasiswa telah
menyelesaikan sebuah makalah tugas “penelitian” tentang teknik -teknik
pembangunan bangunan tinggi di Jakarta. Ia telah berhasil mengumpulkan banyak
artikel dari suatu majalah konstruksi bangunan dan secara sistematis
melaporkannya dalam makalahnya, dengan disertai teknik acuan yang benar. Ia
mengira telah melakukan suatu penelitian dan menyusun makalah penelitian.
Sebenarnya, yang ia lakukan hanyalah: mengumpulkan informasi/data, merakit
kutipan-kutipan pustaka dengan teknik pengacuan yang benar. Untuk disebut
sebagai penelitian, yang dikerjakannya kurang satu hal, yaitu: interpretasi
data. Hal ini dapat dilakukan dengan cara antara lain menambahkan misalnya:
“Fakta yang terkumpul menunjukkan indikasi bahwa faktor x dan y sangat
mempengaruhi cara pembangunan bangunan tinggi di Jakarta”. Dengan demikian, ia
bukan hanya memindahkan informasi/data/fakta dari artikel majalah ke
makalahnya, tapi juga menganalis informasi/data/fakta sehingga ia mampu untuk
menyusun interpretasi terhadap informasi/data/fakta yang terkumpul tersebut.
3.
Penelitian bukan hanya
membongkar-bongkar mencari informasi
Seorang Menteri menyuruh stafnya
untuk memilihkan empat buah kotamadya (di wilayah Indonesia bagian timur) yang
memenuhi beberapa kriteria untuk diberi bantuan pembangunan prasarana dasar
perkotaan. Stafnya tersebut berpikir bahwa ia harus melakukan “penelitian”. Ia
kemudian pergi ke Kantor Statistik, membongkar arsip/dokumen statistik
kotamadya -kotamadya yang ada di wilayah IBT tersebut. Dengan membandingkan
data statistik yang terkumpul dengan kriteria yang diberi oleh Menteri, ia
berhasil memilih empat kotamadya yang paling memenuhi kriteria-kriteria
tersebut. Staf tersebut melaporkan hasil “penelitiannya” ke Menteri. Sebenarnya
yang dilakukan oleh staf tersebut hanyalah mencari data (data searching, rummaging) dan
mencocokknnya (matching) dengan
kriteria , dan itu bukan penelitian.
4.
Penelitian bukan suatu kata besar untuk
menarik perhatian
Kata “…penelitian” sering dipakai
oleh surat kabar, majalah populer, dan iklan untuk menarik perhatian
(“mendramatisir”). Misalnya, berita di surat kabar: “Presiden akan melakukan
penelitian terhadap Pangdam yang ingin ‘mreteli’ kekuasaan Presiden”. Contoh
lain: berita “Semua anggota DPRD tidak perlu lagi menjalani penelitian khusus
(litsus)”. Contoh lain lagi: “Produk ini merupakan hasil penelitian
bertahun-tahun” (padahal hanya dirubah sedikit formulanya dan namanya diganti
agar konsumen tidak bosan).
Pengertian
yang benar tentang Penelitian dan Karakteristik Proses Penelitian
Pengertian yang benar tentang penelitian sebagai berikut, menurut Leedy
(1997: 5): Penelitian adalah suatu proses untuk
mencapai (secara sistematis dan didukung oleh data) jawaban terhadap suatu
pertanyaan, penyelesaian terhadap permasalahan, atau pemahaman yang dalam
terhadap suatu fenomena.
Proses tersebut, yang sering disebut sebagai metodologi penelitian, mempunyai delapan macam
karakteristik:
1)
Penelitian dimulai dengan suatu pertanyaan atau
permasalahan.
2) Penelitian memerlukan pernyataan yang jelas
tentang tujuan.
3) Penelitian mengikuti rancangan prosedur yang
spesifik.
4) Penelitian biasanya membagi permasalahan
utama menjadi sub-sub masalah yang lebih dapat dikelola.
5) Penelitian diarahkan oleh permasalahan,
pertanyaan, atau hipotesis penelitian yang spesifik.
6) Penelitian menerima asumsi kritis tertentu.
7) Penelitian memerlukan pengumpulan dan
interpretasi data dalam upaya untuk mengatasi permasalahan yang mengawali penelitian.
8) Penelitian adalah, secara alamiahnya,
berputar secara siklus; atau lebih tepatnya,
seperti terlihat
pada gambar di bawah ini.
Macam
Tujuan Penelitian
Seperti dijelaskan di atas, penelitian
berkaitan dengan pertanyaan atau keinginan tahu manusia (yang tidak ada
hentinya) dan upaya (terus menerus) untuk mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dengan demikian, tujuan terujung suatu
penelitian adalah untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan menemukan
jawaban-jawaban terhadap pertanyaan penelitian tersebut. Tujuan dapat beranak
cabang yang me ndorong penelitian lebih lanjut. Tidak satu orangpun mampu
mengajukan semua pertanyaan, dan demikian pula tak seorangpun sanggup menemukan
semua jawaban bahkan hanya untuk satu pertanyaan saja. Maka, kita perlu membatasi
upaya kita dengan cara membatasi tujuan penelitian. Terdapat
bermacam tujuan penelitian, dipandang dari usaha untuk membatasi ini, yaitu:
1)
eksplorasi
(exploration)
2)
deskripsi
(description)
3)
prediksi
(prediction)
4) eksplanasi (explanation)
dan
5)
aksi
(action).
Penjelasan untuk tiap macam tujuan diberikan
di bawah ini. Tapi perlu kita ingat bahwa penentuan tujuan, salah satunya,
dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengethaun yang terkait dengan permasalahan yang
kita hadapi (“state of the art”). Misal, bila masih “samarsamar”, maka kita perlu bertujuan
untuk menjelajahi (eksplorasi) dulu. Bila sudah pernah dijelajahi dengan cukup,
maka kita coba terangkan (deskripsikan) lebih lanjut.
1.
Eksplorasi
Seperti
disebutkan di atas, bila kita ingin menjelajahi (mengeksplorasi) suatu topik
(permasalahan), atau untuk mulai memahami suatu topik, maka kita lakukan
penelitian eksplorasi. Penelitian esplorasi (menjelajah) berkaitan dengan upaya
untuk menentukan apakah suatu fenomena ada atau tidak. Penelitian yang
mempunyai tujuan seperti ini dip akai untuk menjawab bentuk pertanyaan “Apakah
X ada/terjadi?”. Contoh penelitian sederhana (dalam ilmu sosial): Apakah
laki-laki atau wanita mempunyai kcenderungan duduk di bagian depan kelas atau
tidak? Bila salah satu pihak atau keduanya mempunyai kecend erungan itu, maka
kita mendapati suatu fenomena (yang mendorong penelitian lebih lanjut).
Penelitian eksplorasi dapat juga sangat kompleks. Umumnya, peneliti memilih
tujuan eksplorasi karena tuga macam maksud, yaitu: (a) memuaskan keingintahuan
awal dan nantinya ingin lebih memahami, (b) menguji kelayakan dalam melakukan
penelitian/studi yang lebih mendalam nantinya, dan (c) mengembangkan metode
yang akan dipakai dalam penelitian yang lebih mendalam. Hasil penelitian eksplorasi, karena
merupakan penelitian penjelajahan, maka sering dianggap tidak memuaskan.
Kekurang-puasan terhadap hasil penelitian ini umumnya terkait dengan masalah
sampling (representativeness)—menurut
Babbie 1989: 80. Tapi perlu kita sadari bahwa penjelajahan memang berarti
“pembukaan jalan”, sehingga setelah “pintu terbuka lebar-lebar” maka diperlukan
penelitian yang lebih mendalam dan terfokus pada sebagian dari “ruang di balik
pintu yang telah terbuka” tadi.
2. Deskripsi
Penelitian deskriptif berkaitan
dengan pengkajian fenomena secara lebih rinci atau membedakannya dengan
fenomena yang lain. Sebagai contoh, meneruskan contoh pada bahasan penelitian
eksplorasi di atas, yaitu misal: ternyata wanita lebih cenderung duduk di
bagian depan kelas daripada laki-laki, maka penelitian lebih lanjut untuk lebih
memerinci: misalnya, apa batas atau pengertian yang lebih tegas tentang “bagian
depan kelas”? Apakah duduk di muka tersebut berkaitan dengan macam mata
pelajaran? tingkat kemenarikan guru yang mengajar? ukuran kelas? Penelitian
deskriptif menangkap ciri khas suatu obyek, seseorang, atau suatu kejadian pada
waktu data dikumpulkan, dan ciri khas tersebut mungkin berubah dengan
perkembangan waktu. Tapi hal ini bukan berarti hasil penelitian waktu lalu
tidak berguna, dari hasil-hasil tersebut kita dapat melihat perkembangan
perubahan suatu fenomena dari masa ke masa.
3.
Prediksi
Penelitian prediksi berupaya mengidentifikasi
hubungan (keterkaitan) yang memungkinkan kita berspekulasi
(menghitung) tentang sesuatu hal (X) dengan mengetahui (berdasar)
hal yang lain (Y). Prediksi sering kita pakai sehari-hari, misalnya dalam
menerima mahasiswa baru, kita gunakan skor minimal tertentu—yang artinya dengan
skor tersebut, mahasiswa mempunyai kemungkinan besar untuk berhasil dalam
studinya (prediksi hubungan antara skor ujian masuk dengan tingkat keberhasilan
studi nantinya).
4.
Eksplanasi
Penelitian eksplanasi mengkaji
hubungan sebab-akibat diantara dua fenomena atau lebih. Penelitian seperti ini
dipakai untuk menentukan apakah suatu eksplanasi (keterkaitan sebab-akibat)
valid atau tidak, atau menentukan mana yang lebih valid diantara dua (atau
lebih) eksplanasi yang saling bersaing. Penelitian eksplanasi (menerangkan) juga
dapat bertujuan menjelaskan, misalnya, “mengapa” suatu kota tipe tertentu
mempunyai tingkat kejahatan lebih tinggi dari kota-kota tipe lainnya. Catatan:
dalam penelitian deskriptif hanya dijelaskan bahwa tingkat kejahatan di kota
tipe tersebut berbeda dengan di kota-kota tipe lainnya, tapi tidak dijelaskan
“mengapa” (hubungan sebab-akibat) hal tersebut terjadi.
5.
Aksi
Penelitian
aksi (tindakan) dapat meneruskan salah satu tujuan di atas dengan penetapan
persyaratan untuk menemukan solusi dengan bertindak sesuatu. Penelitian ini
umumnya dilakukan dengan eksperimen tidakan dan mengamati hasilnya; berdasar
hasil tersebut disusun persyaratan solusi. Misal, diketahui fenomena bahwa
meskipun suhu udara luar sudah lebih dingin dari suhu ruang, orang tetap
memakai AC (tidak mematikannya). Dalam eksperimen penelitian tindakan dibuat
berbagai alat bantu mengingatkan orang bahwa udara luar sudah lebih dingin dari
udara dalam. Ternyata
dari beberapa alat bantu, ada satu yang paling dapat diterima. Dari temuan itu
disusun persyaratan solusi terhadap fenomena di atas.
Hubungan
Penelitian dengan Perancangan
Hasil penelitian, antara lain berupa teori, disumbangkan ke khazanah ilmu
pengetahuan, sedangkan ilmu yang ada di khazanah tersebut dimanfaatkan oleh
para perancang/perencana/pengembang untuk melakukan kegiatan dalam bidang keahliannya.
Menurut Zeisel (1981), perancangan mempunyai tiga langkah utama, yaitu: imaging, presenting dan testing, sedangkan imaging dilakukan berdasar empirical knowledge.
Perancangan/perencanaan/pengembangan, selain menggunakan pengetahuan dari
khazanah ilmu pengetahuan, juga mempertimbangkan hal-hal lain, seperti
estetika, perhitungan ekonomis, dan kadang pertimbangan politis, dan lain-lain.
Terhadap hasil perencanaan/perancangan/pengembangan juga dapat dilakukan
penelitian evaluasi yang hasilnya juga akan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan.
2Modul
2:
RAGAM PENELITIAN
Penelitian
itu bermacam-macam ragamnya. Dalam bab “Pengantar: Apakah Penelitian Itu?”
telah dibahas macam penelitian dilihat dari macam tujuannya, maka dalam bab ini
ragam (variasi) penelitian dilihat dari:
1) macam bidang ilmu
2) macam pembentukan ilmu
3) macam bentuk data
4) macam paradigma keilmuan yang dianut
5) macam strategi (esensi alamiah data, proses
pengumpulan dan pengolahan data)
6) lain-lain.
Selain itu, sebetulnya masih banyak ragam
penelitian dilihat dari segi lainnya, tapi dalam bab
ini tidak akan
dibahas—karena tidak berkaitan dengan program studi kuliah ini.
Ragam
Penelitian menurut Bidang Ilmu
Secara umum, ilmu-ilmu dapat dibedakan antara ilmu-ilmu dasar dan ilmu-ilmu
terapan. Termasuk kelompok ilmu dasar, antara lain ilmu-ilmu yang dikembangkan
di fakultas-fakultas MIPA (Mathematika, Fisika, Kimia, Geofosika), Biologi, dan
Geografi.
Kelompok ilmu terapan meliputi antara lain: ilmu-ilmu teknik, ilmu
kedokteran, ilmu teknologi pertanian. Ilmu-ilmu dasar dikembangkan lewat
penelitian yang biasa disebut sebagai “penelitian dasar” (basic research), sedangkan penelitian
terapan (applied research) menghasilkan
ilmu-ilmu terapan. Penelitian terapan (misalnya di bidang fisika bangunan)
dilakukan dengan memanfaatkan ilmu dasar (misal: fisika). Oleh para perancang
teknik, misalnya, ilmu terapan dan ilmu dasar dimanfaatkan untuk membuat
rancangan keteknikan (misal: rancangan bangunan). Tentu saja, dalam merancang,
para ahli teknik bangunan tersebut juga mempertimbangkan hal-hal lain,
misalnya: keindahan, biaya, dan sentuhan budaya. Catatan: Suriasumantri (1978:
29) menamakan penelitian dasar tersebut di atas sebagai “penelitian murni”
(penelitian yang berkaitan dengan “ilmu murni”, contohnya: Fisika teori).
Pada perkembangan keilmuan terbaru, sering sulit menngkatagorikan ilmu
dasar dibedakan dengan ilmu terapan hanya dilihat dari fakultasnya saja. Misal,
di Fakultas Biologi dikembangkan ilmu biologi teknik (biotek), yang mempunyai
ciri-ciri ilmu terapan karena sangat dekat dengan penerapan ilmunya ke praktek
nyata (perancangan produk). Demikian juga, dulu Ilmu Farmasi dikatagorikan
sebagai ilmu dasar, tapi kini dimasukkan sebagai ilmu terapan karena dekat
dengan terapannya di bidang industri. Karena makin banyaknya hal-hal yang masuk
pertimbangan ke proses perancangan/perencanaan, selain ilmu-ilmu dasar dan
terapan, produk-produk perancangan/perencanaan dapat menjadi obyek penelitian.
Penelitian seperti ini disebut sebagai penelitian evaluasi (evaluation research) karena mengkaji dan
mengevaluasi produk-produk tersebut untuk menggali pengetahuan/teori “yang
tidak terasa” melekat pada produk-produk tersebut (selain ilmu-ilmu dasar dan
terapan yang sudah ada sebelumnya).
Bila tidak
melihat apakah penelitian dasar atau terapan, maka macam penelitian menurut
bidang ilmu dapat dibedakan langsung sesuai macam ilmu. Contoh: penelitian
pendidikan, penelitian keteknikan, penelitian ruang angkasa, pertanian,
perbankan, kedokteran, keolahragaan, dan sebagainya (Arikunto, 1998: 11).
Ragam
Penelitian menurut Pembentukan Ilmu
Ilmu dapat dibentuk lewat penelitian induktif atau penelitian deduktif.
Diterangkan secara sederhana, penelitian induktif adalah penelitian yang
menghasilkan teori atau hipotesis, sedangkan penelitian deduktif merupakan
penelitian yang menguji (mengetes) teori atau hipotesis (Buckley dkk., 1976:
21). Penelitian deduktif diarahkan oleh hipotesis yang kemudian teruji atau
tidak teruji selama proses penelitian. Penelitian induktif diarahkan oleh
keingintahuan ilmiah dan upaya peneliti dikonsentrasikan pada prosedur
pencarian dan analisis data (Buckley dkk., 1976: 23). Setelah suatu teori lebih
mantap (dengan penelitian deduktif) manusia secara alamiah ingin tahu lebih
banyak lagi atau lebih rinci, maka dilakukan lagi penelitian induktif, dan
seterusnya beriterasi sehingga khazanah ilmu pengetahuan semakin bertambah
lengkap. Secara lebih jelas, penelitian deduktif dilakukan berdasar logika deduktif,
dan penelitian induktif dilaksanakan berdasar penalaran induktif (Leedy, 1997:
94-95). Logika deduktif dimulai dengan premis mayor (teori umum); dan berdasar
premis mayor dilakukan pengujian terhadap sesuatu (premis minor) yang diduga
mengikuti premis mayor tersebut. Misal, dulu kala terdapat premis mayor bahwa
bumi berbentuk datar, maka premis minornya misalnya adalah bila kita berlayar
terus menerus ke arah barat atau timur maka akan sampai pada tepi bumi.
Kelemahan dari logika deduktif adalah bila premis mayornya keliru.
Kebalikan dari logika deduktif adalah penalaran induktif. Penalaran
induktif dimulai dari observasi empiris (lapangan) yang menghasilkan banyak
data (premis minor). Dari banyak data tersebut dicoba dicari makna yang sama
(premis mayor)—yang merupakan teori sementara (hipotesis), yang perlu diuji
dengan logika deduktif.
Ragam Penelitian menurut
Bentuk data (kuantitatif atau kualitatif)
Macam penelitian dapat pula dibedakan dari
“bentuk” datanya, dalam arti data berupa data kuantitatif atau data kualitatif.
Data kuantitatif diartikan sebagai data yang berupa angka yang dapat diolah
dengan matematika atau statistik, sedangkan data kualitatif adalah sebaliknya
(yaitu: datanya bukan berupa angka yang dapat diolah dengan matematika atau statistik).
Meskipun demikian, kadang dilakukan upaya kuantifikasi terhadap data kualitatif
menjadi data kuantitatif. Misal, persepsi dapat diukur dengan membubuhkan angka
dari 1 sampai 5.
Penelitian yang datanya berupa data
kualitatif disebut penelitian kuantitatif. Dalam penelitian seperti itu, sering dipakai statistik
atau pemodelan matematik. Sebaliknya, penelitian yang mengolah data kualitatif
disebut sebagai penelitian kualitatif. Berkaitan dengan macam paradigma
(positivisme, rasionalisme, fnomenologi) yang dibahas di bagian berikut, macam
penelitian dapat dikombinasikan, misal: penelitian rasionalisme kuantitatif,
penelitian rasionalisme kualitatif (misal: penelitian yang mengkait pola kota
atau pola desain bangunan).
Ragam
Penelitian menurut Paradigma Keilmuan
Menurut Muhajir (1990), terdapat tiga macam paradigma keilmuan yang
berkaitan dengan penelitian, yaitu: (1) positivisme, (2) rasionalisme, dan (3)
fenomenologi. Ketiga macam penelitian ini dapat dibedakan dalam beberapa sudut
pandang (a) sumber kebenaran/teori, dan (2) teori yang dihasilkan dari
penelitian. Dari sudut pandang sumber kebenaran, paradigma positivisme percaya
bahwa kebenaran hanya bersumber dari empiri sensual, yaitu yang dapat ditangkap
oleh pancaindera, sedangkan paradigma rasionalisme percaya bahwa sumber
kebenaran tidak hanya empiri sensual, tapi juga empiri logik (pikiran:
abstraksi, simplifikasi), dan empiri etik (idealisasi realitas). Paradigma
fenomenologi menambah semua empiri yang dipercaya sebagai sumber kebenaran oleh
rasionalisme dengan satu lagi yaitu empiri transcendental (keyakinan; atau yang
berkaitan dengan Ke-Tuhan-an). Dari pandangan teori yang dihasilkan, penelitian
dengan berbasis paradigma positivisme atau rasionalisme, keduanya menghasilkan
sumbangan kepada khazanah ilmu nomotetik (prediksi dan hukum-hukum dari
generalisasi). Di lain pihak, penelitian berbasis fenomenologi tidak berupaya
membangun ilmu dari generalisasi, tapi ilmu idiografik (khusus berlaku untuk
obyek yang diteliti). Sering ditanyakan manfaat dari ilmu yang berlaku local
dibandingkan ilmu yang berlaku umum (general).
Keduanya saling melengkapi, karena ilmu lokal menjelaskan kekhasan
obyek dibandingkan yang umum. Misal, kini sedang berkembang ilmu tentang ASEAN (ASEAN studies). Manfaat dari ilmu semacam
ini dapat dicontohkan sebagai berikut: di negara barat, banyak orang ingin
berdagang di ASEAN; agar berhasil baik, mereka perlu mempelajari
tatacara/kebiasaan/kultur berdagang di ASEAN, maka mereka mempelajari ilmu
lokal yang menjelaskan perbedaan tatacara perdagangan di kawasan tersebut
dibanding tatacara perdagangan yang umum di dunia.
Untuk lebih menjelaskan perbedaan antar ketiga macam penelitian berbasis
tiga macam paradigma yang berbeda tersebut, di bawah ini (lihat Tabel
Ragam-1)satu per satu dibahas lebih lanjut, terutama dari (a) kerangka teori
sebagai persiapan penelitian, (b) kedudukan obyek dengan lingkungannya, (c)
hubungan obyek dan peneliti, dan (d) generalisasi hasil—sumber: Muhadjir
(1990).
![](file:///C:/Users/ABSENSI/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.jpg)
Ragam
Penelitian menurut Strategi (Opini, Empiris, Arsip, Logika internal)
Buckley dkk. (1976: 23) menjelaskan arti metodologi, strategi, domain,
teknik, sebagai berikut:
1)
Metodologi
merupakan kombinasi tertentu yang meliputi strategi, domain, dan teknik yang
dipakai untuk mengembangkan teori (induksi) atau menguji teori (deduksi).
2) Strategi terkait dengan sifat alamiah yang
esensial dari data dan proses data tersebut dikumpulkan dan diolah.
3)
Domain berkaitan dengan sumber data dan lingkungannya.
4)
Teknik terkait dengan alat pengumpulan dan pengolahan
data. Teknik dibedakan dua macam, yaitu:
a)
Teknik “formal” merupakan teknik yang diterapkan secara
obyektif dan menggunakan data kuantitatif.
b)
Teknik “informal” merupakan teknik yang diterapkan secara
subyektif dan menggunakan data kualitatif.
Secara lebih
sederhana, dapat dikatakan bahwa strategi berkaitan dengan “cara” kita
melakukan pengembangan atau pengujian teori. Berkaitan dengan strategi, ragam
penelitian dapat dibedakan menjadi empat, yaitu penelitian: (1) opini, (2)
empiris, (3) kearsipan, dan (4) analitis.
1.
Penelitian Opini
Bila peneliti mencari pandangan atau persepsi orang-orang terhadap suatu
permasalahan, maka ia melakukan penelitian opini. Orang-orang tersebut dapat merupakan
kelompok atau perorangan (jadi domain-nya
dapat berupa kelompok atau individual). Terdapat banyak ragam metode/teknik
yang dapat dipakai untuk penelitian opini perorangan, salah satunya yang
populer dan formal adalah: metode penelitian survei (survey research)1. Selain itu,
penjaringan persepsi perorangan yang informal dapat dilakukan dengan teknik
wawancara. Untuk mengumpulkan opini kelompok, secara formal, dapat dipakai
metode Delphi. Metode ini dilakukan terhadap kelompok pakar, untuk
mengembangkan konsensus—atau tidak adanya konsensus—dengan menghindari pengaruh
opini antar pakar2. Teknik informal untuk menggali opini kelompok dapat
dilakukan antara lain dengan curah gagas (brainstorming)3. Cara ini dilakukan dengan (a) menfokuskan pada satu
masalah yang jelas, (b) terima semua ide, tanpa disangkal, tanpa melihat layak
atau tidak, dan (c) katagorikan ide-ide tersebut.
2.
Penelitian Empiris
Empiris
terkait dengan observasi atau kejadian yang dialami sendiri oleh peneliti.
Penelitian empiris dapat dibedakan dalam tiga macam bentuk, yaitu: studi kasus,
studi lapangan, dan studi laboratorium. Ketiga macam penelitian ini dapat
dibedakan dari dua sudut pandang, yaitu: (a) keberadaan rancangan eksperimen,
dan (b) keberadaan kendali eksperimen—seperti terlihat pada tabel berikut:
![](file:///C:/Users/ABSENSI/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.jpg)
Teknik observasi merupakan teknik yang dapat
dipakai untuk ketiga macam penelitian empiris di atas. Selain itu, untuk studi
lapangan dapat dipakai teknik studi waktu dan gerak (time and motion study), misal dibantu dengan peralatan
kamera video, TV sirkuit rertutup, atau alat “penangkap” kejadian (sensor) dan
perekam yang lain. Untuk studi laboratorium dapat dilakukan antara lain dengan simulasi (misal
dengan komputer).
3.
Penelitian Kearsipan
“Arsip”, dalam hal ini, diartikan sebagai rekaman fakta yang disimpan. Kita
bedakan tiga tipe arsip, yaitu: (1) primer, (2) sekunder, dan (3) fisik. Dua
tipe yang pertama berkaitan dengan arsip tertulis, tape, dan bentuk -bentuk
lain dokumentasi. Arsip primer adalah rekaman fakta langsung oleh perekamnya
(misal: data perkantoran), sedangkan arsip sekunder merupakan hasil rekaman
orang/pihak lain. Tipe ketiga, yaitu arsip fisik, dapat berupa batu candi,
jejak kaki, dan sebagainya. Teknik informal dalam penelitian ini berupa antara
lain: scanning dan observasi.
Teknik formal untuk arsip tertulis primer dapat dilakukan dengan metode
analisis isi (content analysis). Terhadap
arsip sekunder dapat dilakukan teknik sampling,
sedangkan terhadap arsip fisik dapat dilakukan antara lain dengan pengukuran
erosi dan akresi (untuk penelitian arkeologi).
4.
Penelitian Analitis
Terdapat
problema penelitian yang tidak dapat dipecahkan dengan penelitian opini,
empiris atau kearsipan. Penelitian tersebut perlu dipecahkan secara analitis,
yaitu dilakukan dengan cara memecah problema menjadi sub-sub problema (atau
variabel-variabel) dan dicari karakteristik tiap sub problema (variabel) dan
keterkaitan antar sub problema (variabel). Penelitian analitis sangatmenggantungkan diri pada
logika internal penelitinya, sehingga subyektivitas peneliti perlu dihindari.
Untuk itu, penelitian analitis perlu mendasarkan diri pada filsafat atau
logika. Terdapat berbagai teknik formal dalam penelitian analitis, antara lain:
logika matematis, pemodelan matematis, dan teknik organisasi formal (flowcharting, analisis jaringan, strategi
pengambilan keputusan, algoritma, heuristik). Catatan: Riset operasi merupakan
pengembangan dari penelitian analitis. Teknik informal untuk penelitian
analitis meliputi antara lain: skenario, dialektik, metode dikotomus, metode
teralogis—lihat Buckley dkk. (1976: 27).
Ragam
Penelitian menurut Lain-lain
Dalam literatur
terdapat banyak ragam penelitian menurut berbagai sudut pandang, dan tidak
semua ragam dapat dibahas disini. Pembahasan lain-lain hanya akan melihat ragam
penelitian bersumber dari tiga pustaka, yaitu buku Arikunto (1998), Suryabrata
(1983)4, dan Yin (1989)5.
1.
Ragam Penelitian menurut pendekatan—sumber: Arikunto
(1998: 9-10)
a.
Penelitian dengan pendekatan longitudinal
(satu obyek penelitian dilihat bergerak sejalan dengan waktu)
b.
Penelitian dengan pendekatan penampang-silang (cross-sectional—yaitu banyak obyek
penelitian dilihat pada satu waktu yang sama).
2. Ragam Penelitian—sumber: Suryabrata (1983:
15-64)
a.
Historis (membuat rekonstruksi masa lampau secara
sistematis dan obyektif)
b.
Deskriptif (membuat deskripsi secara sistematis, faktual,
dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu)
c.
Perkembangan (menyelidiki pola dan urutan pertumbuhan
dan/atau perubahan sebagai fungsi waktu)
d.
Kasus/Lapangan (mempelajari secara intensif latar
belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu obyek)
e.
Korelasional (mengkaji tingkat keterkaitan antara variasi
suatu faktor dengan variasi faktor lain berdasar koefisien korelasi)
f.
Eksperimental sungguhan (menyelidiki kemungkinan hubungan
sebab akibat dengan melakukan kontrol/kendali)
g.
Eksperimental semu (mengkaji kemungkinan hubungan sebab
akibat dalam keadaan yang tidak memungkinkan ada kontrol/kendali, tapi dapat
diperoleh informasi pengganti bagi situasi dengan pengendalian)
h.
Kausal-komparatif (menyelidiki kemungkinan hubungan
sebab-akibat, tapi tidak dengan jalan eksperimen—dilakukan denganpengamatan
terhadap data dari faktor yang diduga menjadi penyebab, sebagai pembanding)
i.
Tindakan (mengembangkan ketrampilan baru atau pendekatan
baru dan diterapkan langsung serta dikaji hasilnya).
![](file:///C:/Users/ABSENSI/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image007.jpg)
Ragam Penelitian &
Syarat penelitian
Melihat banyak ragam penelitian dari berbagai
sudut pandang dan dari berbagai pendapat para penulis, maka kita perlu
hati-hati dalam menyebut ragam penelitian kita, karena dengan istilah yang sama
tapi orang lain mungkin menangkap artinya secara berbeda. Sering pula untuk satu pengertian yang sama tapi diberi
istilah yang berbeda. Selain itu, perlu
diperhatikan bahwa penelitian perlu dilakukan dengan syarat:
1) SISTEMATIK (menuruti prosedur tertentu, tidak
ruwet), dan
2) OBYEKTIF (tidak subyektif, dengan sampel yang
cukup, dipublikasikan agar dapat dievaluasi oleh kelompok pakar bidangnya/
peer)
Catatan: syarat menjadi peneliti yang baik meliputi antara lain: mampu
berpikir sistematis,
dan jujur.
3Modul
3:
UNSUR-UNSUR PROPOSAL
PENELITIAN
Proposal atau usulan penelitian diperlukan untuk
mengawali suatu kegiatan penelitian. Propsoal tersebut perlu dikaji atau
dievaluasi oleh pembimbing penelitian atau evaluator dari pihak sponsor pemberi
dana. Untuk memperlancar evaluasi atau kajian, proposal perlu mengikuti format
tertentu dalam hal susunan isi, pengetikan, dan pengesahan (yang diminta oleh
pembimbing atau evaluator). Dalam bab ini hanya format susunan isi yang
dibahas, sedangkan untuk format pengetikan dan pengesahan silahkan mengacu pada
pedoman yang berlaku.
Untuk membahas format susunan isi proposal
penelitian, pertama dibahas unsure unsure proposal beserta keterkaitan antar
unsur tersebut. Bahasan selanjutnya menyangkut tiap unsur, tetapi dibahas
secara singkat dan dalam keterkaitannya dengan unsur –unsur lainnya. Bahasan
yang lebih panjang lebar dan terfokus hanya pada unsur-unsur—yang dianggap
terpenting—diberikan pada bab-bab tersendiri.
Unsur-unsur Isi Proposal dan
Keterkaitannya
Secara umum, isi proposal penelitian
meliputi.unsur-unsur sebagai berikut (menurut
pedoman penulisan tesis yang dikeluarkan oleh
Program Pascasacrajan UGM, 1997):
1) Judul
2) Latar belakang & perumusan permasalahan
(& keaslian penelitian, dan faedah yang dapat diharapkan)
3) Tujuan dan Lingkup penelitian
4) Tinjauan Pustaka
5) Landasan Teori
6) Hipotesis
7) Cara penelitian
8) Jadwal penelitian
9) Daftar Pustaka
10) Lampiran
Keterkaitan antar
unsur tersebut terlihat seperti pada gambar di bawah ini:
![](file:///C:/Users/ABSENSI/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image009.jpg)
Dari gambar di
atas terlihat bahwa ada tiga unsur yang menjadi “sentral” keterkaitan
unsur-unsur proposal, yaitu: (a) rumusan
permasalahan, (b) tinjauan pustaka, dan (c) cara penelitian. Rumusan masalah
berfungsi mengarahkan fokus penelitian, sedangkan tinjauan pustaka merupakan
dialog dengan khazanah ilmu pengetahuan, dan cara (metode) penelitian menjadi
cetak biru (rancangan) untuk pelaksanaan penelitian. Karena ketiga unsure ini menjadi sentral dari isi
proposal penelitian, maka bahasan dimulai dari ketiga unusr tersebut. Bahasan
di bawah ini bersifat singkat, sedangkan bahasan yang lebih panjang lebar
diberikan dalam bab-bab tersendiri.
Judul,
Latar belakang, dan Rumusan Permasalahan
Bagian pertama
atau awal sebuah proposal dimulai dengan (1) judul, disusul dengan
(2) latar
belakang, (3) rumusan masalah, (4) keaslian penelitian, dan (5) faedah atau
manfaat penelitian.
Judul
proposal penelitian
Judul merupakan
gerbang pertama seseorang membaca sebuah proposal penelitian. karena merupakan
gerbang pertama, maka judul proposal penelitian perlu dapat menarik minat orang
lain untuk membaca. Judul perlu singkat tapi bermakna dan tentu saja harus
jelas terkait dengan isinya. Judul karya ilmiah berbeda dengan judul novel atau
semacamnya dalam hal kejelasan kaitannya dengan isi. Judul novel cenderung
menarik minat pembaca dengan mencerminkan suatu “misteri” tentang isinya
sehingga pembaca tergelitik ingin tahu isinya. Contoh judul novel: “Di Balik
Kegelapan Malam”. Judul penelitian ilmiah biasanya tidak perlu dimulai dengan
kata “Studi…”, “Penelitian…”, “Kajian..” dan sebagainya karena hal itu terlalu
berlebihan. Demikian pula contohnya dalam dunia novel, tidak ada judul yang
berbunyi “Novel tentang di balik kegelapan malam”. Judul sering berubah-ubah,
makin singkat, dan makin tajam (sejalan dengan makin tajamnya rumusan permasalahan).
Bila memang tidak dapat dipersingkat, meskipun tetap panjang, maka judul dapat
dibuat bertingkat, yaitu judul utama, dan anak judul. Penghalusan atau
perubahan judul juga perlu mempertimbangkan bahwa judul tersebut akan diakses
(dicari) dengan komputer, sehingga pakailah kata atau istilah yang umum dalam
bidang ilmunya.
Latar
belakang
Dua pertanyaan perlu dijawab dalam rangka mengisi bagian latar belakang
ini, yaitu: Mengapa kita memilih permasalahan ini? Apakah ada opini independen
yang menunjang diperlukannya penelitian ini?
Untuk menjawab pertanyaan “mengapa kita memilih permasalahan ini?”, maka
langkah pertama, kita perlu memilih bidang keilmuan yang kita ingin lakukan
penelitiannya. Pemilihan bidang tersebut diteruskan ke sub-bidang dan seterusnya
hingga sampai pada topik tertentu yang kita minati. Langkah kedua, kita perlu
melakukan kajian terhadap pustaka berkaitan .kemajuan terakhir ilmu pengetahuan
dalam topik tersebut—untuk mencari peluang pengembangan atau pemantapan teori.
Minar maupun peluang tersebut seringkali didorong oleh isu nyata dan
aktual—yang muncul di jurnal ilmiah terbaru atau artikel koran bermutu atau
pidato penting dan aktual, atau direkomendasikan oleh penelitian sebelumnya..
Ini semua merupakan opini independen yang menunjang diperlukannya penelitian
yang diusulkan tersebut.
Rumusan
pe rmasalahan
Rumusan
permasalahan perlu dituliskan secara singkat, jelas, mudah dipahami dan mudah
dipertahankan. Rumusan yang tersamar terkandung dalam alinea tidak diharapkan
karena memaksa pembaca untuk mencari sendiri dan menginterpretasikan sendiri
bagianbagian dari alinea atau kalimat-kalaimat yang bersifat rumusan
permasalahan. Tuliskanlah rumusan permasalahan sebagai kalimat terakhir dari
bagian ini agar mudah dibaca (dan mudah dicari)—bahasan lebih panjang lebar
tentang cara-cara merumuskan permasalahan termuat di bab tersendiri.
Keaslian
penelitian
Dalam bagian ini,
pada dasarnya, perlu kita tunjukkan (dengan dasar kajian pustaka) bahwa
permasalahan yang akan kita teliti belum pernah diteliti sebelumnya. Tapi bila
sudah pernah diteliti, maka perlu kita tunjukkan bahwa teori yang ada belum
mantap dan perlu diuji kembali. Kondisi sebaliknya juga berlaku, yaitu bila
permasalahan tersebut sudah pernah diteliti dan teori yang ada telah dianggap
mantap, maka kita perlu mengganti permasalahan (dalam arti: mencari judul
lain).
Faedah
yang diharapkan
Dalam bagian ini
perlu ditunjukkan manfaat atau faedah yang diharapkan dari penelitian ini untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan atau pembangunan negara. Manfaat bagi ilmu
pengetahuan dapat berupa penemuan/pengembangan teori baru atau pemantapan teori
yang telah ada. Bagi pembangunan negara, apakah hasil penelitian ini dapat
diterapkan langsung ke praktek nyata? atau bila tidak langsung, jalur atau
batu-batu loncatannya apa saja?
Tujuan
dan Lingkup Penelitian
Tujuan penelitian
berkaitan dengan kedudukan permasalahan penelitian dalam khazanah ilmu
pengetahuan (yang tercermin dalam tinjauan pustaka). Kedudukan
permasalahan—dilihat dari pandangan tertentu—mempunyai lima macam kemungkinan,
yaitu; ekplorasi (masih “meraba-raba”), deskripsi (menjelaskan lebih lanjut),
eksplanasi (mengkonfirmasikan teori), prediksi (menjelaskan hubungan
sebab-akibat), dan aksi (aplikasi ke tindakan). Pandangan yang lain (Castetter
dan Heisler, 1984: 9) membedakan tujuan penelitian (purpose of study) menjadi sembilan, yaitu: 1) mengkaji (examine), mendeskripsikan (describe), atau menjelaskan (explain) suatu fenomena unik; 2)
meluaskan generalisasi suatu temuan tertentu; 3) menguji validitas suatu teori;
4) menutup kesenjangan antar teori (penjelasan, explanasions) yang ada; 5) memberikan penjelasan terhadap
bukti-bukti yang bertentangan; 6) memperbaiki metodologi yang keliru; 7)
memperbaiki interpretasi yang keliru; 8) mengatasi kesulitan dalam praktek; 9)
memperbarui informasi, mengembangkan bukti longitudinal (dari masa ke masa).
Seringkali untuk mencapai tujuan memerlukan waktu yang “terlalu” lama atau
memerlukan tenaga yang “terlalu” besar. Agar penelitian dapat dikelola dengan
baik, maka perlu dilakukan pembatasan terhadap pencapaian tujuan. Pembatasan
tersebut dilakukan dengan membatasi lingkup penelitian. Pernyataan batasan
lingkup ini juga berfungsi untuk lebih mempertajam rumusan permasalahan.
Tinjauan
Pustaka
Tinjauan pustaka memuat uraian sistematis dan bersifat diskusi tentang
hasil-hasil penelitian sebelumnya dan terkait serta ilmu pengetahuan mutakhir
(berupa pustaka) yang terkait dengan permasalahan. Tinjauan pustaka berbeda
dengan resensi pustaka. Resensi pustaka membahas pustaka satu demi satu,
sedangkan tinjauan pustaka membahas pustaka-pustaka per topik (bukan per
pustaka), dalam bentuk debat atau diskusi antar pustaka tentang suatu topik
tertentu. Urutan topik diatur secara sitematis, dalam arti terdapat suatu
kerangka yang jelas dalam merangkai topik-topik tersebut dalam suatu sistem.
Menurut Castetter dan Heisler (1984), tinjauan pustaka berfungsi: 1) untuk
mempelajari sejarah permasalahan penelitian (sehingga dapat ditunjukkan bahwa
permasalahan tersebut belum pernah diteliti atau bila sudah pernah, teori yang
ada belum mantap); 2) untuk membantu pemilihan cara penelitian (dengan belajar
dari pengalaman penelitian sebelumnya); 3) untuk memahami kerangka atau latar
belakang teoritis dari permasalahan yang diteliti (hasil pemahaman tersebut
dituliskan tersendiri sebagai “Landasan Teori”); 4) untuk memahami kelebihan
atau kekurangan studi-studi terdahulu (tidak semua penelitian menghasilkan
temuan yang mantap); 5) untuk menghindarkan duplikasi yang tidak perlu (hasil
fungsi ini dituliskan sebagai “Keaslian penelitian”); 6) untuk memberi
penalaran atau alasan pemilihan permasalahan (hasil fungsi ini dituliskan
sebagai “latar belakang”).
Catatan:
Pustaka-pustaka yang diacu dalam tinjauan pustaka harus termuat informasinya
dalam “Daftar Pustaka”. Cara pengacuan secara konsisten perlu mengikuti corak (style) tertentu.yang dianjurkan dalam
pedoman penulisan tesis atau proposal penelitian.
Landasan
Teori dan Hipotesis
Seperti
diterangkan di bagian “Tinjauan Pustaka”, landasan teori diangkat (disarikan)
dari tinjauan pustaka tentang kerangka teori yang melatarbelakangi (menjadi
landasan) bagi permasalahan yang diteliti. Landasan teori merupakan satu set
teori yang dipilih oleh peneliti sebagai tuntunan untuk mengerjakan penelitian
lebih lanjut dan juga termasuk untuk menulis hipotesis. Landasan teori dapat
berbentuk uraian kualitatif, model matematis, atau persamaan-persamaan.
Catatan: untuk beberapa macam penelitian (missal penelitian yang berbasis
paradigma fenomenologi) tidak boleh atau tidak perlu mempunyai landasan teori
dan hipotesis..
Hipotesis memuat
pernyataan singkat yang disimpulkan dari landasan teori atau tinjauan pustaka
dan merupakan jawaban sementara (dugaan) terhadap permasalahan yang diteliti.
Karena diangkat dari landasan teori, maka hipotesis merupakan “kesimpulan
teoritik” (hasil perenungan teoritis) yang perlu diuji dengan kenyataan
empirik. Hipotesis masih perlu diuji kebenarannya, maka isi hipotesis harus
bersifat dapat diuji atau dapat dikonformasikan.
Menurut Borg dan Gall (dalam Arikunto, 1998: 70), penulisan hipotesis perlu
mengikuti persayaratan sebagai berikut:
a)
dirumuskan secara singkat tapi jelas;
b)
dengan nyata menunjukkan adanya hubungan antara dua
variabel atau lebih;
c)
didukung oleh teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli
atau peneliti yang terkait (tercantum dalam landasan teori atau tinjauan
pustaka).
Cara
Penelitian dan Jadwal Penelitian
Secara umum,
dalam cara penelitian perlu dijelaskan:
1) ragam penelitian yang dianut (Amirin, 1986:
89, menyebutkannya sebagai “corak”
1) penelitian)—lihat bab “Ragam Penelitian”;
2) variabel-variabel yang diteliti;
3)
sumber data (tempat variabel berada; populasi dan
sampelnya);
4)
instrumen atau alat yang dipakai dalam pengumpulan
data/survei (termasuk antara lain: kuesioner);
5) cara pengumpulan data atau survei;
6) cara pengolahan dan analisis data.
Butir ke 5 dan 6 di atas juga dicerminkan dalam
bentuk jadwal penelitian. Jadwal penelitian menguraikan kegiatan dan waktu yang
direncanakan dalam: (a) tahap-tahap penelitian, (b) rincian kegiatan pada
setiap tahap, dan (c) waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tiap
tahap. Jadwal dapat dipresentasikan dalam bentuk tabel/matriks atau uraian
narasi.
Daftar
Pustaka dan Lampiran
Daftar Pustaka
memuat informasi pustaka-pustaka yang diacu dalam proposal penelitian.
Kadangkala untuk menunjukkan bahwa peneliti membaca banyak pustaka, maka dalam
daftar pustaka dituliskan juga pustaka-pustaka yang nyatanya tidak diacu dalam
narasi proposal. Hal ini tidak dianjurkan untuk dilakukan, karena sudah umum
bahwa peneliti tentu membaca banyak pustaka dalam rangka penelitiannya. Dalam
daftar pustaka, biasanya, buku dan majalah tidak dipisahkan dalam daftar
sendiri-sendiri. Untuk penulisan daftar pustaka terdapat banyak corak tata
penulisan— ikutilah petunjuk yang berlaku dan terapkan corak tersebut secara
konsisten.
Lampiran dapat
diisi dengan materi yang “kurang penting” dalam arti “boleh dibaca atau tidak
dibaca”. Biasanya lampiran memuat antara lain: kuesioner dan daftar sumber data
yang akan dikunjungi atau diambil datanya. Sebaiknya jumlah halaman lampiran
tidak terlalu banyak agar tidak terasa lebih penting dibanding dengan isi
utamanya.
Hubungan
antara Proposal dan Laporan Penelitian
Penyusunan
proposal sebenarnya merupakan kegiatan yang menerus, meskipun pada saat yang
telah ditetapkan kita harus memasukkan proposal untuk dievaluasi. Proposal yang
telah selesai dievaluasi dan diterima untuk dilaksanakan tetap harus
dikembangkan penulisannya. Isi proposal akan menjadi bahan awal bagi penulisan
laporan penelitian, yaitu terlihat pada tabel di bawah ini:
![](file:///C:/Users/ABSENSI/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image011.jpg)
4Modul
4:
PERUMUSAN
PERMASALAHAN
Setelah peneliti menentukan bidang penelitian
(problem area) yang diminatinya,
kegiatan berikutnya adalah menemukan permasalahan (problem finding atau problem
generation). Penemuan permasalahan merupakan salah satu tahap
penting dalam penelitian. Situasinya jelas: bila permasalahan tidak ditemukan,
maka penelitian tidak perlu dilakukan. Pentingnya penemuan permasalahan juga
dinyatakkan oleh ungkapan: “Berhasilnya perumusan permasalahan merupakan
setengah dari pekerjaan penelitian”. Penemuan permasalahan juga merupakan tes bagi suatu bidang ilmu; seperti
diungkapkan oleh Mario Bunge (dalam : Buckley dkk., 1976, 14) dengan
pernyataan: “Kriteria terbaik untuk menjajagi apakah suatu disiplin ilmu masih
hidup atau tidak adalah dengan memastikan apakah bidang ilmu tersebut masih
mampu menghasilkan permasalahan . . . . Tidak satupun permasalahan akan tercetus dari bidang ilmu yang sudah mati”.
Permasalahan yang ditemukan, selanjutnya perlu dirumuskan ke dalam suatu
pernyataan (problem statement).
Dengan demikian, pembahasan isi bab ini akan dibagi menjadi dua bagian: (1)
penemuan permasalahan, dan (2) perumusan permasalahan.
Penemuan
Permasalahan
Kegiatan untuk
menemukan permasalahan biasanya didukung oleh survai ke perpustakaan untuk
menjajagi perkembangan pengetahuan dalam bidang yang akan diteliti, terutama
yang diduga mengandung permasalahan. Perlu dimengerti, dalam hal ini, bahwa
publikasi berbentuk buku bukanlah informasi yang terbaru karena penerbitan buku
merupakan proses yang memakan waktu cukup lama, sehingga buku yang
terbit—misalnya hari ini—ditulis sekitar satu atau dua tahun yang lalu.
Perkembangan pengetahuan terakhir biasanya dipublikasikan sebagai artikel dalam
majalah ilmiah; sehingga suatu (usulan) penelitian sebaiknya banyak mengandung
bahasan tentang artikel-artikel (terbaru) dari majalah-majalah (jurnal) ilmiah
bidang yang diteliti. Kegiatan penemuan permasalahan, seperti telah disinggung
di atas, didukung oleh survai ke perpustakaan untuk mengenali perkembangan
bidang yang diteliti. Pengenalan ini akan menjadi bahan utama deskripsi “latar
belakang permasalahan” dalam usulan penelitian. Permasalahan dapat
diidentifikasikan sebagai kesenjangan antara fakta dengan harapan, antara tren
perkembangan dengan keinginan pengembangan, antara kenyataan dengan ide.
Sutrisno Hadi (1986, 3) mengidentifikasikan permasalahan sebagai perwujudan
“ketiadaan, kelangkaan, ketimpangan, ketertinggalan, kejanggalan,
ketidakserasian, kemerosotan dan semacamnya”. Seorang peneliti yang
berpengalaman akan mudah menemukan permasalahan dari bidang yang ditekuninya;
dan seringkali peneliti tersebut menemukan permasalahan secara “naluriah”;
tidak dapat menjelaskan bagaimana cara menemukannya. Cara-cara menemukan
permasalahan ini, telah diamati oleh Buckley dkk. (1976) yang menjelaskan bahwa
penemuan permasalahan dapat dilakukan secara “formal’ maupun ‘informal’. Cara
formal melibatkkan prosedur yang menuruti metodologi tertentu, sedangkan cara
informal bersifat subjektif dan tidak “rutin”. Dengan demikian, cara formal
lebih baik kualitasnya dibanding cara informal. Rincia n cara-cara yang
diusulkan Buckley dkk. dalam kelompol formal dan informal terlihat pada gambar
di bawah ini.
![](file:///C:/Users/ABSENSI/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image013.jpg)
Bukley dkk., (1976:16-27) menjelaskan
cara-cara penemuan permasalahan—baik formal maupun informal—sebagai diuraikan
di bagian berikut ini. Setelah permasalahan ditemukan, kemudian perlu dilakukan
pengecekan atau evaluasi terhadap permasalahan tersebut— sebelum dilakukan
perumusan permasalahan.
Cara-cara Formal Penemuan
Permasalahan
Cara-cara formal (menurut metodologi
penelitian) dalam rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan dengan
alternatif-alternatif berikut ini:
1) Rekomendasi suatu riset. Biasanya,
suatu laporan penelitian pada bab terakhir memuat kesimpulan dan saran. Saran
(rekomendasi) umumnya menunjukan kemungkinan penelitian lanjutan atau
penelitian lain yang berkaitan dengan kesimpulan yang dihasilkan. Saran ini
dapat dikaji sebagai arah untuk menemukan permasalahan.
2) Analogi adalah
suatu cara penemuan permasalahan dengan cara “mengambil” pengetahuan dari
bidang ilmu lain dan menerapkannya ke bidang yang diteliti. Dalam hal ini,
dipersyaratkan bahwa kedua bidang tersebut haruslah sesuai dalam tiap hal-hal
yang penting. Contoh permasalahan yang ditemukan dengan cara analogi ini,
misalnya: “apakah Proses perancangan perangkat lunak komputer dapat diterapkan
pada proses perancangan arsitektural” (seperti diketahui perencanaan perusahaan
dan perencanaan arsitektural mempunyai kesamaan dalam hal sifat pembuatan
keputusannya yang Judgmental).
3)
Renovasi. Cara renovasi dapat dipakai untuk mengganti komponen yang
tidak cocok lagi dari suatu teori. Tujuan cara ini adalah untuk memperbaiki
atau meningkatkan kemantapan suatu teori. Misal suatu teori menyatakan “ada
korelasiyang signifikan antara arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu
dalam perumahan sub – inti dengan tipe bangunan rumah asal penghuninya” dapat
direnovasi menjadi permasalahan “seberapa korelasi antara arah pengembangan
bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub – inti dengan tipe bangunan
rumah asal penghuninya dengan tingkat pendidikan penghuni yang berbeda”. Dalam
contoh di atas, kondisi yang “umum” diganti dengan kondisi tingkat pendidikan
yang berbeda.
4)
Dialektik, dalam hal ini, berarti tandingan atau sanggahan. Dengan
cara dialektik, peneliti dapat mengusulkan untuk menghasilkan suatu teori yang
merupakan tandingan atau sanggahan terhadap teori yang sudah ada.
5)
Ekstrapolasi adalah cara untuk menemukan permasalahan dengan membuat
tren (trend) suatu teori atau
tren permasalahan yang dihadapi.
6)
Morfologi adalah suatu cara untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan
kombinasi yang terkandung dalam suatu permasalahan yang rumit, kompleks.
7)
Dekomposisi merupakan cara penjabaran (pemerincian) suatu pemasalahan
ke dalam komponen-komponennya.
8)
Agregasi merupakan kebalikan dari dekomposisi. Dengan cara
agregasi, peneliti dapat mengambil hasil-hasil peneliti atau teori dari beberapa
bidang (beberapa penelitian) dan “mengumpulkannya” untuk membentuk suatu
permasalah yang lebih rumit, kompleks.
Cara-cara
Informal Penemuan Permasalahan
Cara-cara
informal (subyektif) dalam rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan dengan
alternatif-alternatif berikut ini:
1)
Konjektur (naluriah). Seringkali permasalahan dapat ditemukan
secara konjektur (naluriah), tanpa dasar-dasar yang jelas. Bila kemudian,
dasar-dasar atau latar belakang permasalahan dapat dijelaskan, maka penelitian
dapat diteruskan secara alamiah. Perlu dimengerti bahwa naluri merupakan fakta
apresiasi individu terhadap lingkungannya. Naluri, menurut Buckley, dkk.,
(1976, 19), merupakan alat yang berguna dalam proses penemuan permasalahan.
2)
Fenomenologi. Banyak permasalahan baru dapat ditemukan berkaitan dengan
fenomena (kejadian, perkembangan) yang dapat diamati. Misal: fenomena pemakaian
komputer sebagai alat bantu analisis dapat dikaitkan untuk mencetuskan permasalahan – misal: seperti apakah pola
dasar pendaya – gunaan komputer dalam proses perancangan arsitektural.
3)
Konsensus juga merupakan sumber untuk mencetuskan permasalahan.
Misal, terdapat konsensus bahwa kemiskinan bukan lagi masalah bagi Indonesia,
tapi kualitas lingkungan yang merupakan masalah yang perlu ditanggulangi (misal
hal ini merupakan konsensus nasional).
4)
Pengalaman. Tak perlu diragukan lagi, pengalaman merupakan sumber
bagi permasalahan. Pengalaman kegagalan akan mendorong dicetuskannya
permasalahan untuk menemukan penyebab kegagalan tersebut. Pengalaman keberhasilan
juga akan mendorong studi perumusan sebab-sebab keberhasilan. Umpan balik dari
klien, misal, akan mendorong penelitian untuk merumuskan komunikasi arsitek
dengan klien yang lebih baik.
Pengecekan
Hasil Penemuan Permasalahan
Permasalahan yang telah ditemukan selalu perlu dicek apakah permasalahan
tersebut dapat (patut) untuk diteliti (researchable).
Pengecekan ini, biasanya, didasarkan pada tiga hal: (i) faedah, (ii) lingkup,
dan (iii) kedalaman. Pengecekan faedah ditelitinya
suatu permasalahan dikaitkan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan atau
penerapan pada praktek (pembangunan). Ditanyakan: apakah penelitian atas
permasalahan tersebut akan berfaedah untuk ilmu pengetahuan, misal dapat
merevisi, memperluas, memperdalam pengetahuan yang ada, atau menciptakan
pengetahuan baru. Dicek pula: apakah penelitian tersebut mempunyai aplikasi
teoritikal dan atau praktikkal. Suatu penelitian agar dapat diterima oleh
pemberi dana atau pemberi “nilai’ perlu mempunyai faedah yang jelas (penjelasan
faedah diharapkan bukan hanya bersifat “klise”).
Peneliti yang belum berpengalaman sering mencetuskan permasalahan yang berlingkup terlalu luas, yang memerlukan
masa penelitian yang sangat lama (di luar jangkauan). Misal: penelitian untuk
“menemukan cara terbaik pelaksanaan pembangunan rumah tinggal” akan memerlukan
waktu yang “tak terhingga” karena harus membandingkan semua kemungkinan cara
pelaksanaan pembangunan rumah tinggal. Lingkup penelitian, biasanya, cukup
sempit, tapi diteliti secara mendalam. Faktor kedalaman
penelitian juga merupakan salah satu yang perlu dicek. Penelitian,
bukan sekedar mengumpulkan data, menyusunnya dan memprosesnya untuk mendapatkan
hasil, tetapi diperlukan pula adanya interpretasi (pembahasan) atas hasil.
Penelititan perlu dapat menjawab: apa “arti” semua fakta yang terkumpul. Dengan
pengertian ini, suatu pengukuran kemiringan menara pemancar teve belum dianggap
mempunyai kedalaman yang cukup (hanya merupakan pengumpulan data dan pelaporan
hasil pengukuran). Tetapi, penelitian tentang “pengaruh kemiringan menara
pemancar teve terhadap kualitas siaran”
merupakan penelitian karena memerlukan interpretasi tehadap persepsi pirsawan
atas kualitas siaran yang dipengaruhi oleh kemiringan.
Indikasi permasalahan yang belum merupakan
permasalahan penelitian ditunjukkan oleh Leedy (1997: 46-48), yaitu:
1)
yang bersifat hanya pengumpulan informasi yang bertujuan
untuk mengerti lebih banyak tentang suatu topik;
2)
yang jawabnya ya atau tidak; pembandingan dua set data
tanpa intepretasi;
3)
pengukuran koefisien korelasi antara dua set data.
Perumusan
Permasalahan
Sering dijumpai usulan penelitian yang memuat “latar belakang permasalahan”
secara panjang lebar tetapi tidak diakhiri (atau disusul) oleh rumusan (pernyataan)
permasalahan. Pernyataan permasalahan sebenarnya merupakan kesimpulan dari
uraian “latar belakang” tersebut. Castetter dan Heisler (1984, 11) menerangkan
bahwa pernyataan permasalahan merupakan ungkapan yang jelas tentang hal-hal
yang akan dilakukan peneliti. Cara terbaik unutk mengungkapkan pernyataan
tersebut adalah dengan pernyataan yang sederhana dan langsung, tidak
berbelit-belit. Pernyataan permasalahan dari suatu penelitian merupakan
“jantung” penelitian dan berfungsi sebagai pengarah bagi semua upaya dalam
kegiatan penelitian tersebut. Pernyataan permasalahan yang jelas (tajam) akan
sanggup memberi arah (gambaran) tentang macam data yang diperlukan, cara
pengolahannya yang cocok, dan memberi batas lingkup tertentu pada temuan yang
dihasilkan.
Contoh ungkapan
permasalahan yang jelas, tajam, diberikan oleh Sumiarto (1985) yang meneliti
dalam bidang perumahan pedesaan. Permasalahan yang dikemukakannya, sebagai
berikut: “Kesimpulan yang dapat ditarik sebagai permasalahan P3D [Perintisan
Pemugaran Perumahan Desa] yang dapat memberikan arah pada studi yang akan
dilakukan adalah mempertanyakan keberhasilan dari tujuan P3D. Secara lebih
spesifik dapat dikemukakan beberapa (sub) permasalahan
sebagai berikut:
a)
Apakah setelah menerima bantuan P3D, kondisi mereka akan
menjadi lebih baik, dalam arti adanya peningkatan dalam cara bermukin yang
lebih baik serta lebih sehat?
b)
Apakah bantuan yang diberikan oleh P3D telah memberikan
hasil sesuai seperti yang diharapkan, yaitu penerima bantuan telah memberikan
respon yang positif yang berupa tenaga, material, bahkan finansial, sehingga
lebih dari apa yang diberikan oleh P3D.
c)
Lebih jauh lagi, apakah P3D telah mampu membangkitkan
efek berlifat ganda (multiplier effect), sehingga masyarakat yang tidak
meneriman bantuan P3D terangsang secara swadata menyelenggarakan sendiri
peningkatan kondisi rumah dan lingkungannya?”
(Sumiarto 1985, 17-18)
Bentuk
Rumusan Permasalahan
Contoh pernyataan
permasalahan di atas mengambil bentuk satu pernyataan disusul oleh beberapa
pertanyaan. Castette dan Heisler (1984, 11) menjelaskan bahwa secara
keseluruhan ada 5 macam bentuk pernyataan permasalahan, yaitu:
(1) bentuk satu
pertanyaan (question);
(2) bentuk satu
pertanyaan umum disusul oleh beberapa pertanyaan yang spesifik;
(3) bentuk satu penyataan (statement) disusul oleh beberapa
pertanyaan (question).
(4) bentuk hipotesis; dan
(5) bentuk pernyataan umum disusul oleh beberapa
hipotesis.
Bentuk Hipotesis nampaknya jarang dipakai
lagi pula, biasanya perletakan hipotesis dalam laporan atau usulan penelitian
tidak menempati posisi yang biasa ditempati oleh pernyataan permasalahan. Hal
yang lain, bentuk pertanyaan seringkali dapat diujudkan (diubah) pula sebagai
bentuk pernyataan. Dengan demikian, secara umum, hanya ada dua bentuk pernyataan permasalahan:
(1) Bentuk satu pertanyaan atau pernyataan
Misal:
a) Pertanyaan:
“Seberapa pengaruh
tingkat penghasilan pada perubahan fisik rumah perumahan KPR?” “Faktor-faktor
apa saja dan seberapa besar pengaruh masing-masing factor pada persepsi
penghuni terhadap desain rumah sub–inti?”
b)
Pernyataan (biasanya diungkapkan sebagai
“maksud”) “Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa pengaruh
tingkat penghasilan pada perubahan fisik rumah perumahan KPR.” “Maksud
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja dan seberapa
besar pengaruh masing-masing faktor pad persepsi terhadap desain rumah
sub–inti.
(2) Bentuk satu
pertanyaan atau pernyataan umum disusul oleh beberapa pertanyaan atau
pernyataan yang spesifik (Catatan: kebanyakan permasalahan terlalu besar atau
kompleks sehingga perlu dirinci)
Misal: Permasalahan umum: Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
desain seorang arsitek dan seberapa pengaruh tiap-tiap faktor? Lebih spesifik
lagi, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
a.
Apakah sekian faktor yang mempengaruhi hasil desain
seorang arsitek secara umum di Amerika Serikat terjadi pula di Indonesia?
b.
Seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut
mempengaruhi hasil desain arstiek di Indonesia?
Karakteristik
Rincian Permasalahan
Karakteristik
tiap rincian permasalahan atau sub-problema (menurut Leedy, 1997:56-57) sebagai
berikut:
1) Setiap rincian permasalahan haruslah
merupakan satuan yang dapat diteliti (a
researchable unit ).
2) Setiap rincian terkait dengan interpretasi
data.
3)
Semua rincian permasalahan perlu terintegrasi menjadi
satu kesatuan permasalahan yang lebih besar (sistemik).
4)
Rincian yang penting saja yang diteliti (tidak perlu
semua rincian permasalahan diteliti)
5)
Hindari rincian permasalahan yang pengatasannya tidak
realistik.
Contoh
Rumusan Permasalahan
Di bawah ini
diberikan beberapa contoh rumusan masalah, sebagai berikut: “. . . . . . .
permasalahan sebagai berikut: Apakah kalsium hidroksida mempunyai pengaruh
sitotoksik terhadap sel fibroblast embrio Gallus
domesticus secara in Vitro, dan
apakah besar konsentrasi kalsium hidroksida berpengaruh terhadap sifat
sitotoksisitasnya?”
“. . . . . . . .
. dengan penelitian ini ingin diketahui faktor – faktor apa yang dapat
mempengaruhi perilaku ibu – ibu dalam menangani diare pada bayi dan anak
balita.
Keterkaitan
antara Rumusan Permasalahan dengan Hipotesis dan Temuan Penelitian
Bila penelitian telah selesai dilakukan, maka dalam laporan penelitian
perlu ditunjukkan “benang merah” (keterkaitan yang jelas) antara rumusan
permasalahan dengan hipotesis (sebagai “jawaban” sementara terhadap
permasalahan penelitian). Rincian dalam permasalahan perlu berkaitan lengasung
dengan rincian dalam hipotesis, dalam arti, suatu rincian dalam hipotesis
menjawab suatu rincian dalam permasalahan. Demikian pula, perlu diperlihatkan
keterkaitan tiap rincian dalam temuan (sebagai jawaban nyata terhadap
permasalahan) dengan tiap rincian dalam rumusan permasalahan.
Baik permasalahan, hipotesis dan temuan—sebagai upaya pengembangan atau
pengujian teori—berkaitan secara substantif dengan tinjauan pustaka (sebagai
kajian terhadap isi khazanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian). Kaitan substantif diartikan sebagai hubungan “isi”,
tidak perlu dalam bentuk keterkaitan antar rincian.
5Modul 5:
PENULISAN TINJAUAN
PUSTAKA
Tinjauan Pustaka mempunyai arti: peninjauan kembali
pustaka-pustaka yang terkait (review of
related literature). Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan
pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review)
pustaka (laporan penelitian, dan sebagainya) tentang masalah yang
berkaitan—tidak selalu harus tepat identik dengan bidang permasalahan yang
dihadapi—tetapi termasuk pula yang seiring dan berkaitan (collateral). Fungsi peninjauan kembali
pustaka yang berkaitan merupakan hal yang mendasar dalam penelitian, seperti
dinyatakan oleh Leedy (1997) bahwa semakin banyak seorang peneliti mengetahui,
mengenal dan memahami tentang penelitian-penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya (yang berkaitan erat dengan topik penelitiannya), semakin dapat
dipertanggung jawabkan caranya meneliti permasalahan yang dihadapi. Walaupun
demikian, sebagian penulis (usulan penelitian atau karya tulis) menganggap
tinjauan pustaka merupakan bagian yang tidak penting sehingga ditulis “asal
ada” saja atau hanya untuk sekedar membuktikan bahwa penelitian (yang
diusulkan) belum pernah dilakukan sebelumnya. Pembuktian keaslian penelitian
tersebut sebenarnya hanyalah salah satu dari beberapa kegunaan tinjauan
pustaka. Kelemahan lain yang sering pula dijumpai adalah dalam penyusunan,
penstrukturan atau pengorganisasian tinjauan pustaka.
Banyak penulisan
tinjauan pustaka yang mirip resensi buku (dibahas buku per buku, tanpa ada
kaitan yang bersistem) atau mirip daftar pustaka (hanya menyebutkan siapa penulisnya
dan di pustaka mana ditulis, tanpa membahas apa yang ditulis). Berdasar
kelemahan-kelemahan yang sering dijumpai di atas, tulisan ini berusaha untuk
memberikan kesegaran pengetahuan tentang cara-cara penulisan tinjauan pustaka
yang lazim dilakukan. Cakupan tulisan ini meliputi empat hal, yaitu: (a)
kegunaan, (b) organisasi tinjauan pustaka, (c) kaitan tinjauan pustaka dengan
daftar pustaka, dan (d) cara pencarian bahan-bahan pustaka, terutama dengan
memanfaatkan teknologi informasi.
Kegunaan
Tinjauan Pustaka
Leedy (1997, hal. 71) menerangkan bahwa suatu
tinjauan pustaka mempunyai kegunaan untuk: (1) mengungkapkan
penelitian-penelitian yang serupa dengan penelitian yang (akan) kita lakukan;
dalam hal ini, diperlihatkan pula cara penelitian-penelitian tersebut menjawab
permasalahan dan merancang metode penelitiannya; (2) membantu memberi gambaran
tentang metoda dan teknik yang dipakai dalam penelitian yang mempunyai
permasalahan serupa atau mirip penelitian yang kita hadapi; (3) mengungkapkan
sumber-sumber data (atau judul-judul pustaka yang berkaitan) yang mungkin belum
kita ketahui sebelumnya; (4) mengenal peneliti-peneliti yang karyanya penting
dalam permasalahan yang kita hadapi (yang mungkin dapat dijadikan nara sumber
atau dapat ditelusuri karya -karya tulisnya yang lain—yang mungkin
terkait); (5) memperlihatkan kedudukan
penelitian yang (akan) kita lakukan dalam sejarah perkembangan dan konteks ilmu
pengetahuan atau teori tempat penelitian ini berada; (6) menungkapkan ide-ide
dan pendekatan-pendekatan yang mungkin belum kita kenal sebelumya; (7)
membuktikan keaslian penelitian (bahwa penelitian yang kita lakukan berbeda
dengan penelitian-penelitian sebelumnya); dan (8) mampu menambah percaya diri
kita pada topik yang kita pilih karena telah ada pihakpihak lain yang
sebelumnya juga tertarik pada topik tersebut dan mereka telah mencurahkan
tenaga, waktu dan biaya untuk meneliti topik tersebut.
Dalam penjelasan
yang hampir serupa, Castetter dan Heisler (1984, hal. 38-43) menerangkan bahwa
tinjauan pustaka mempunyai enam kegunaan, yaitu: (1) mengkaji sejarah
permasalahan; (2) membantu pemilihan prosedur penelitian; (3) mendalami
landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan; (4) mengkaji kelebihan dan
kekurangan hasil penelitian terdahulu; (5) menghindari duplikasi penelitian;
dan (6) menunjang perumusan permasalahan. Karena penjelasan Castetter dan
Heisler di atas lebih jelas, maka pembahasan lebih lanjut tentang kegunaan
tinjauan pustaka dalam tulisan ini mengacu pada penjelasan mereka. Satu persatu
kegunaan (yang saling kait mengkait) tersebut dibahas dalam bagian berikut ini.
Kegunaan
1: Mengkaji sejarah permasalahan
Sejarah
permasalahan meliputi perkembangan permasalahan dan perkembangan penelitian
atas permasalahan tersebut. Pengkajian terhadap perkembangan permasalahan
secara kronologis sejak permasalahan tersebut timbul sampai pada keadaan yang
dilihat kini akan memberi gambaran yang lebih jelas tentang perkembangan materi
permasalahan (tinjauan dari waktu ke waktu: berkurang atau bertambah parah; apa
penyebabnya). Mungkin saja, tinjauan seperti ini mirip dengan bagian “Latar
belakang permasalahan” yang biasanya ditulis di bagian depan suatu usulan
penelitian. Bedanya: dalam tinjauan pustaka, kajian selalu mengacu pada pustaka
yang ada. Pengkajian kronologis atas penelitian–penelitian yang pernah dilakukan
atas permasalahan akan membantu memberi gambaran tentang apa yang telah
dilakukan oleh peneliti-peneliti lain dalam permasalahan tersebut. Gambaran
bermanfaat terutama tentang pendekatan yang dipakai dan hasil yang didapat.
Kegunaan
2: Membantu pemilihan prosedur penelitian
Dalam merancang
prosedur penelitian (research design),
banyak untungnya untuk mengkaji prosedur-prosedur (atau pendekatan) yang pernah
dipakai oleh peneliti-peneliti terdahulu dalam meneliti permasalahan yang
hampir serupa. Pengkajian meliputi kelebihan dan kelemahan prosedur-prosedur
yang dipakai dalam menjawab permasalahan. Dengan mengetahui kelebihan dan
kelemahan prosedur-prosedur tersebut, kemudian dapat dipilih, diadakan
penyesuaian, dan dirancang suatu prosedur yang cocok untuk penelitian yang
dihadapi.
Kegunaan 3: Mendalami landasan
teori yang berkaitan dengan permasalahan
Salah satu
karakteristik penelitian adalah kegiatan yang dilakukan haruslah berada pada
konteks ilmu pengetahuan atau teori yang ada. Pengkajian pustaka, dalam hal
ini, akan berguna bagi pendalaman pengetahuan seutuhnya (unified explanation) tentang teori atau
bidang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan. Pengenalan
teori-teori yang tercakup dalam bidang atau area permasalahan diperlukan untuk
merumuskan landasan teori sebagai basis perumusan hipotesa atau keterangan
empiris yang diharapkan.
Kegunaan
4: Mengkaji kelebihan dan kekurangan hasil penelitian terdahulu
Di bagian awal
tulisan ini disebutkan bahwa kegunaan tinjauan pustaka yang dikenal umum adalah
untuk membuktikan bahwa penelitian (yang diusulkan) belum pernah dilakukan
sebelumnya. Pembuktian keaslian penelitian ini bersumber pada pengkajian
terhadap penelitian-penelitian yang pernah dilakukan. Bukti yang dicari bisa
saja berupa kenyataan bahwa belum pernah ada penelitian yang dilakukan dalam
permasalahan itu, atau hasil penelitian yang pernah ada belum mantap atau masih
mengandung kesalahan atau kekurangan dalam beberapa hal dan perlu diulangi atau
dilengkapi. Dalam penelitian yang akan dihadapi sering diperlukan pengacuan
terhadap prosedur dan hasil penelitian yang pernah ada (lihat kegunaan 2).
Kehati-hatian perlu ada dalam pengacuan tersebut. Suatu penelitian mempunyai
lingkup keterbatasan serta kelebihan dan kekurangan. Evaluasi yang tajam
terhadap kelebihan dan kelemahan tersebut akan
berguna terutama dalam memahami tingkat kepercayaan (level of significance) hal-hal yang diacu.
Perlu dikaji dalam penelitian yang dievaluasi apakah temuan dan kesimpulan
berada di luar lingkup penelitian atau temuan tersebut mempunyai dasar yang
sangat lemah. Evaluasi ini menghasilkan penggolongan pustaka ke dalam dua
kelompok: 1. Kelompok Pustaka Utama (Significant literature); dan 2. Kelompok
Pustaka Penunjang (Collateral Literature).
Kegunaan 5: Menghindari
duplikasi penelitian
Kegunaan yang kelima ini, agar tidak terjadi
duplikasi penelitian, sangat jelas maksudnya. Masalahanya, tidak semua hasil
penelitian dilaporkan secara luas. Dengan demikian, publikasi atau seminar atau
jaringan informasi tentang hasil-hasil penelitian sangat penting. Dalam hal
ini, peneliti perlu mengetahui sumber-sumber informasi pustaka dan mempunyai
hubungan (access) dengan
sumber-sumber tersebut. Tinjauan pustaka, berkaitan dengan hal ini, berguna
untuk membeberkan seluruh pengetahuan yang ada sampai saat ini berkaitan dengan
permasalahan yang dihadapi (sehingga dapat menyakinkan bahwa tidak terjadi
duplikasi).
Kegunaan 6: Menunjang
perumusan permasalahan
Kegunaan yang keenam dan taktis ini berkaitan
dengan perumusan permasalahan. Pengkajian pustaka yang meluas (tapi tajam),
komprehe nsif dan bersistem, pada akhirnya harus diakhiri dengan suatu
kesimpulan yang memuat permasalahan apa yang tersisa, yang memerlukan
penelitian; yang membedakan penelitian yang diusulkan dengan
penelitianpenelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Dalam kesimpulan
tersebut, rumusan permasalahan ditunjang kemantapannya (justified). Pada beberapa formulir usulan
penelitian (seperti misalnya pada formulir Usulan Penelitian DPP FT UGM),
bagian kesimpulan ini sengaja dipisahkan tersendiri (agar lebih jelas menonjol)
dan ditempatkan sesudah tinjauan pustaka serta diberi judul “Keaslian
Penelitian”.
Organisasi Tinjauan Pustaka
Seperti telah dijelaskan di atas, banyak
dijumpai kelemahan dalam penulisan tinjauan pustaka dilihat dari cara menyusun
atau mengorganisasi materinya. Organisasinya yang lemah ditunjukan oleh tidak
adanya sistem (keterkaitan) yang jelas ditampilkan dalam tinjauan pustaka
tersebut. Berkaitan denga persyaratan untuk bersistem tersebut, dalam formulir
Usulan Penelitian DPP FT UGM telah ditulis dengan jelas, sebagai berikut:
“TINJAUAN PUSTAKA (Buatlah suatu uraian yang
baik, luas dan bersistem mengenai penelitian-penelitian yang sudah pernah
diadakan dan yang mempunyai kaitan dengan penelitian yang diusulkan ini….)”.
Dalam hal organisasi tinjauan pustaka,
Castetter dan Heisler (1984, hal. 43-45) menyarankan tentang bagian-bagian
tinjauan pustaka, yang meliputi: (1). pendahuluan, (2) pembahasan, dan (3)
kesimpulan. Dalam bagian pendahuluan, biasanya ditunjukan peninjauan dan
kriterian penetapan pustaka yang akan ditinjau (dapat diungkapkan dengan
sederetann pertanyaan keinginan–tahu). Pada bagian pendahuluan ini pula dijelaskan
tentang organisasi tinjauan pustaka, yaitu pengelompokan secara sistematis
dengan menggunakan judul dan sub-judul pembahasan; umumnya, pengelompokan
didasarkan pada topik; cara lain, berdasar perioda (waktu, kronologis). Contoh
“bagian pendahuluan” dari suatu tinjauan pustaka sebagai berikut—
Contoh 1: Tinjauan pustaka dalam penelitian
ini meliputi lima
kelompok pembahasan. Pembahasan pertama merupakan tinjauan singkat tentang system permodelan
transportasi kota, sebagai pengantar atau pengenalan tentang penyebaran beban
lalulintas ke ruas-ruas jalan. Pembahasan kedua berkaitan dengan pengetahuan
penyebaran beban lalulintas ke ruas-ruas jalan (trip assignment) itu sendiri, dan pembahasan kelompok ketiga
menyangkut tinjauan kronologis pengembangan paket-paket program komputer untuk
perhitungan sebaran beban lalulintas. Pembahasan keempat bersangkut–paut dengan
kritik terhadap paket-paket komputer dalam bidang system permodelan
transportasi kota yang ada; sedangkan pembahasan kelima memfokuskan pada
interaksi (dialog) antara program komputer dan pemakai. (Sumber: Djunaedi,
1988)
Contoh 2:
….tinjauan
pustaka ini dirancang untuk menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1) Seperti apakah proses perencanaan kota komprehensif itu?
2)
Bagian mana saja dari proses tersebut yang terstruktur
dan bagian mana saja yang tidak terstruktur?
3)
Sejauh mana bagian-bagian proses tersebut sampai saat ini
telah terkomputerkan?
4) Siapa saja atau pihak mana yang terlibat
dalam proses perencanaan tersebut?
5) Seperti apakah produk akhir dari proses perencanaan
tersebut?
(Sumber: Djunaedi, 1986: hal. 9)
Bagian kedua, pembahasan, disusun sesuai
organisasi yang telah ditetapkan dalam bagian pendahuluan. Pembahasan pustaka
perlu dipertimbangkan keterbatasan bahwa tidak mungkkin (tepatnya: tidak perlu)
semua pustaka dibahas dengan kerincian yang sama; ada pustaka yang lebih
penting dan perlu dibahas lebih rinci daripada pustaka lainnya. Dalam hal ada
kemiripan isi, perincian dapat diterapkan pada salah satu pustaka; sedangkan
pustaka lainnya cukup disebutkan saja tapi tidak dirinci. Misal : Komponen
Sistem Penunjang Pembuatan Keputusan, seperti dijelaskan oleh Mittra (1986),
meliputi empat modul: pengendali, penyimpan data, pengolah data, dan pembuat
model. Penjelasan serupa diberikan pula oleh Sprague dan Carlson (1982), dan
Bonczek et al. (1981). Sebagai peninjauan yang bersistem, disamping menuruti
organisasi yang telah ditetapkan, dalam pembahasan secara rinci perlu
ditunjukkan keterkaitan satu pustaka dengan pustaka lainnya. Bukan hanya menyebut “Si A menjelaskan bahwa . . . . . .
Si B menerangkan . . . .
. . Si Z
memerinci . . . . . . “; tapi perlu dijelaskan keterkaitannya, misal “Si B
menerangkan bahwa . . . . . . sebaliknya si G membantah hal tersebut dan
menyatakan bahwa . . . . . .
Bantahan serupa muncul
dari berbagai pihak, misalnya diungkapkan oleh si W, si S dan si Y. Ketiga
penulis terakhir ini bahkan menyatakan bahwa . . . . . .
Tinjauan Pustaka
diakhiri dengan kesimpulan atau ringkasan yang menjelaskan tentang “apa arti semua tinjauan pustaka tersebut (what does it all mean?)”. Secara rinci,
kesimpulan atau ringkasan tersebut hendaknya memuat jawaban terhadap
pertanyaanpertanyaan berikut ini, tentang:
(a)
status saat ini, mengenai pengetahuann yang berkaitan
dengan permasalahan yang akan diteliti (apakah permasalahan sebenarnya telah
tuntas terjawab?);
(b)
penelitian-penelitian terdahulu yang dengan permasalahan
yang dihadapi (adakah sesuatu dan apakah yang dapat dimanfaatkan?);
(c)
kualitas penelitian-penelitian yang dikaji (mantap atau
hanya dapat dipercayai sebagian saja?);
(d)
kedudukan dan peran penelitian yang diusulkan dalam
konteks ilmu pengetahuan yang ada.
Contoh bagian
ringkasan dari tinjauan pustaka:
Isi tinjauan
pustaka di atas dapat diringkas sebagai berikut:
(1) Telah tersedia
pengetahuan tentang teknik perhitungan sebaran beban lalulinas ke ruas-ruas
jalan.
(2)
Teknik tersebut telah diwujudkan dalam suatu bagian dari
program komputer berskala besar sampai menengah, yang dijalankan denngan
komputer besar (main–frame).
(3) Dibutuhkan penerapan
teknik tersebut pada komputer mikro mengingat komputer mikro telah tersebar
luas di Indonesia.
(4) Untuk pembuatan program
simulator ini perlu dipertimbangkan hasil-hasil penelitian yang pernah
dilakukan menyangkut interaksi (dialog) antara program komputer dan pemakai
yang bukan pemrogram, terutama dalam bentuk dialog, keterlibatan pemakai, dan
keterbatasan waktu dalam diri pemakai.
(Sumber:
Djunaedi, 1988)
Kaitan
Tinjauan Pustaka dengan Daftar Pustaka
Di bagian awal
tulisan in telah disebutkan bahwa sering terdapat penulisan tinjauan pustaka
yang mirip daftar pustaka. Misal: “Tentang hal A
dibahas oleh si H dalam buku . . .
. . . , si B
dalam buku . . . . . . ; sedangkan tentang hal J diterangkan oleh si P dalam
buku . .
. . . . “.
Peninjauan seperti ini biasanya tidak menyebutkan apa yang dijelaskan oleh
masing masing pustaka secara rinci (hanya menyebutkan siapa dan dimana
ditulis).
Penyebutan judul
buku, yang seringkali tidak hanya sekali, tidak efisien dan menyaingi tugas
daftar pustaka. Dalam tulisan ini, cara peninjauan seperti itu tidak
disarankan. Pengacuan pustaka dalam tinjauan pustaka dapat dilakukan dengan
cara yang bermacam-macam, antara lain: penulisan catatan kaki, dan penulisan
nama pengarang dan tahun saja. Setiap cara mempunyai kelebihan dan kekurangan;
tapi peninjauan tentang kelebihan dan kekurangan tersebut di luar lingkup
tulisan ini.
Dalam tulisan ini
hanya akan dibahas pemakaian cara penulisan nama akhir pengarang dan tahun
penerbitan (dan sering ditambah dengan nomor halaman). Misal: Dalam hal organisasi
tinjauan pustaka, Castetter dah Heisler (1984, hal. 43-45) menyarankan tentang
bagian-bagian tinjauan pustaka, yang meliputi: (1) pendahuluan, (2) pembahasan,
dan (3) kesimpulan. Pengacuan cara di atas mempunyai kaitan erat dengan cara
penulisan daftar pustaka.
Penulisan daftar
pustaka umumnya tersusun menurut abjad nama akhir penulis; dengan format: nama
penulis, tahun penerbitan dan seterusnya. Susunan dan format daftar pustaka
tersebut memudahkan untuk membaca informasi yang lengkap tentang yang diacu
dalam tinjauan pustaka. Misal, dalam tinjauan
pustaka:
“. . . . . . Mittra (1986) . . . . . .”
Dalam daftar pustaka, tertulis:
Mittra, S. S., 1996, Decision Support System: Tools and Techniques, John
Wiley & Sons, New York ,
N. Y.
Sering terjadi, seorang penulis (usulan
penelitian atau karya tulis) ingin menunjukan bahwa bahan bacaannya banyak;
meskipun tidak dibahas dan tidak diacu dalam tulisannya, semuanya ditulis dalam
daftar pustaka. Maksud yang baik ini sebaiknya ditunjukan dengan membahas dan
mengemukakan secara jelas (menurut aturan pengacuan) apa yang diacu dari
pustaka-pustaka tersebut dalam tulisannya. Tentunya hal yang sebaliknya, yaitu
menyebut nama pengarang yang diacu dalam tinjauan pustaka tanpa menuliskannya
dalam daftar pustaka (karena lupa) tidak perlu terjadi.
Berikut ini salah satu petunjuk tentang
penulisan nama untuk pengacuan dalam tinjauan pustaka (dan daftar
pustaka)—dikutip dari petunjuk yang dikeluarkan oleh Program Pascasarjana UGM
(1997: hal. 16-17):
F.
Penulisan Nama
Penulisan nama mencakup narna penulis yang
diacu dalam uraian, daftar pustaka, nama yang lebih dan satu suku kata, nama
dengan garis penghubung, nama yang diikuti dengan singkatan, dan derajat
kesarjanaan.
1. Nama penulis yang
diacu dalam uraian
Penulis yang tulisannya diacu daiam uraian hanya disebutkan narna akhimya
saja, dan kalau lebih dari 2 orang, hanya nama akhir penulis pertama yang
dicantumkan dlikuti dengan dkk atau et al:
a. Menurut Calvin (1978) ....
b. Pirolisis ampas tebu (Othmer dan Fernstrom, 1943) menghasilkan..
c. Bensin dapat dibuat dari metanol (Meisel dkk, 1976) ...
Yang membuat tulisan pada contoh (c) berjumiah 4 orang, yaitu Meisel, S.L.,
McCullough, J.P., Leckthaler, C.H., dan Weisz, P.B.
2. Nama penulis dalam
daftar pustaka
Dalam daftar pustaka, semua penulis harus dicantumkan namanya, dan tidak
boleh hanya penulis pertama diambah dkk atau et al. saja.
Contoh:
Meisei, S.L.,
McCullough, J.P., Leckthaler, C.H., dan Weisz, P.B., 1 976, ....
Tidak boleh hanya:
Meisel, S.L. dkk
atau Meisel, S.L. et al.
3. Nama ponulis lebih dari satu sutu kata
Jika nama
penulis ierdiri dari 2 suku kata atau lebih, cara penulisannya ialah narna
akhir diikuti dengan koma, singkatan nama depan, tengah dan seterusnya, yang
semuanya diberi titik, atau nama akhir dilkuti dengan suku kata nama depan,
tengah, dan eterusnya.
Contoh:
a. Sutan Takdir Alisyahbana ditulis: Alisyahbana S.T., atau Alisyahbana,
Sutan Takdir.
b. Donald Fitzgerald Othmer ditulis: Othmer, D.F.
4. Nama dengan garis
penghubung
Kalau nama penulis dalam sumber aslinya ditulis dengan garis penghubung di
antara dua suku katanya, rraka keduanya dianggap sebagai satu kesatuan.
Contoh:
Sulastin-Sutrisno ditulis Sulastin-Sutrisno.
5. Nama yang diikuti
dengan singkatan
Nama yang diikuti dengan singkatan, dianggap bahwa singkatan itu menjadi
satu dengan suku kata yang ada di depannya.
Contoh:
a. Mawardi A.l.
ditulis: Mawardi A.l.
b. Williams D. Ross
Jr. ditulis: Ross Jr., W.D.
6 . Derajat kosarjanaan
Derajat kesarjanaan
tidak boleh dicantumkan.
Di bawah ini adalah salah satu contoh format
daftar pustaka—dikutip dari petunjuk
yang dikeluarkan
oleh Program Pascasarjana UGM (1997: hal. 26):
Anderson, T.F. 1951.
Techniques for the Preservation of Three Dimensional Structure in Preparing
Specimens for the Electron Microscope. Trans.
N.Y. Acad. Sci. 13: 130- 134.
Andrew, Jr., H.N.
1961. Studies in-Paleabotany. John Wiley & Sons, Inc., New York . Berlyn, G.P. and J.P. Miksche.
1976. Botanical Microtechnique and Cytochemistry. The lowa State University Press,
Ames . Iowa .
Bhojwani, S.S. and
S.P. Bhatnagar, 1981. The Embryology of Angiosperms. Vikas Publishing House PVT
Ltd., New Delhi .
Cronquist, A. 1973.
Basic Botany. Warper & Row Publisher,New
York .
Cutler, D.F., 1978.
Applied P/ant Anatomy. Longman, London .
Dawes. C.J. 1971.
Bio/ogica/ Techniques in E/ectron Microscopy. Barnes & Nob/e, /nc., New York .
Dv Praw, E.J. 1972.
The Bioscience: Cel/ and Mo/ecu/ar Bio/ogy. Cell and Molecular Biology Council,
Standford, Califomia.
Bohlin, P. 1968. Use
of the Scanning Reflection Electron Microscope in the Study of Plant and
Microbial Material. J. Roy. Microscop. Soc. 88: 407 - 418.
Erdtman, G. 1952.
Po/len Morpho/ogy and P/ant Taxonomy. Almquist & Wiksell, Stockholm
– The Chronica Botanica Co., Waltham ,
Mass.
Esau, K. 1965. P/ant
Anatomy. JohnWiley & Sons. Inc., New
York .
Esau, K. 1977.
Anatomy of Seed P/ants. John Wiley 8 Sons. New York .
Faegri, K. and J.
Iversen.- 1975. Texbook of Po/len Ana/ysis. Hainer Press , New York .
Pencarian Pustaka secara
elektronis/on-line
Pada saat ini, banyak informasi ilmiah yang
tersedia untuk diakses secara elektronis
atau on-line. Informasi ilmiah tersebut
tersedia dari media seperti: CD-ROM (yang dibaca lewat komputer), pita rekaman
suara, pita rekaman video, dan lewat internet. Leedy (1997: hal. 73)
menjelaskan beberapa keuntungan mencari informasi ilmiah secara on-line, yaitu
antara lain: tersedia jutaan informasi dalam bentuk elektronis yang dipasarkan
mendunia, publikasi elektronis biasanya lebih baru karena prosesnya lebih cepat
daripada publikasi cetak, dan pencarian informasi berkecepatan tinggi (karena
menggunakan komputer). Masalah yang saat ini dihadapi adalah beberapa institusi
pendidikan belum mempunyai standar pengacuan bagi informasi ilmiah yang didapat
dari sumber elektronis.
Misal: seperti
apa format sumber pustaka elektronis dari CD-ROM dan internet? Untuk mengisi
kekosongan format tersebut, di bawah ini dikutipkan format yang disarankan oleh
Kennedy (1998: hal. 175-176):
Komponen
dasar dari sitasi (pengacuan) pustaka adalah sebagai berikut: Nama akhir
pengarang, Inisial. Tahun publikasi (bila ada). Judul karya. Judul tempat atau media informasi (tanggal
informasi dikumpulkan dari media tersebut).
Contoh untuk situs FTP
(File Transfer Protocol):
Johnson, P. 1994. Tropical Indonesian Architecture
ftp://indoarch.com/Pub/CCC94/johnson-p (22 Apr. 2000).
Contoh untuk situs WWW
(World Wide Web):
Djunaedi, A. 2000. The History of Indonesian Urban Planning.. http://www.mpkd
-ugm.ac.id/adj/riset99/ (18 Apr. 2000).
Contoh untuk informasi
lewat e -mail:
Djunaedi, A. 22 Maret 2000. The urban pattern of some coastal cities in the
northern Central Java .. research-news@ugm.ac.id
(19 Apr. 2000).
Modul 6:
RUANG LINGKUP
PENELITIAN
MANAJEMEN
A. Ruang Lingkup Penelitian Manajemen
Penelitian
manajemen adalah penelitian yang umumnya dilakukan oleh akademisi yang mengkaji
keilmuan manajemen seperti bisnis umum,
manajemen pemasaran, manajemen keuangan, manajemen sumber daya manusia
dan perilaku organisasi, sistem informasi manajemen, dan manajemen operasional.
Penelitian manajemen tergolong kepada penelitian bisnis. Makna penelitian
bisnis adalah proses pengumpulan dan analisis data yang sistematis dan obyektif
untuk membantu pembuatan keputusan bisnis (Indriantoro dan Supomo, 1999).Beberapa kelompok dalam
penelitian manajemen dapat dilihat pada penggolongan dan contoh-contoh objek
penelitian berikut ini (Indriantoro, dan Supomo, 1999; Sugiyono, 1999;
Supranto, 1997; Rangkuti, 2001):
1.5.1. Bisnis Umum·
- Peramalan Bisnis·
- Trend Bisnis Dan Industri·
- Inflasi dan Penentuan Harga·
- Akuisisi·
- Ekspor dan Perdagangan Internasional·
- Studi Kelayakan Bisnis·
- Profil Pelaku Bisnis yang Sukses·
- Bisnis Pejabat·
- Nilai Budaya
- Bisnis Antar Suku·
- Peranan Lembaga Konsumen·
- Dan lain-lain
1.5.2.
Manajemen Pemasaran·
·
Potensi Pasar·
·
Karakteristik Pasar·
·
Penjualan·
·
Strategi Pemasaran·
·
Inovasi produk ·
·
Pengaduan konsumen·
·
Perilaku Konsumen·
·
Image Konsumen·
·
Studi Kelayakan Pasar ·
·
Profil & Dinamika Konsumen·
·
Analisis Lokasi·
·
Studi Kelayakan Pasar·
·
Pengujian Pasar·
·
Segmentasi Pasar·
·
Produk Baru·
·
Saluran Distribusi· Promosi·
·
Periklanan·
·
Multilevel Marketing ·
·
Franchising (Waralaba)·
·
Kepemimpinan Pasar·
·
Pelayanan·
·
Tingkat Penjualan·
·
Persaingan Pasar·
·
Respon akibat perubahan harga·
·
Elastisitas harga ·
·
Biaya setiap lini produk·
·
Angggaran promosi optimal·
·
Pengujian iklan yang kreatif·
·
Intensitas Grosir dan retail·
·
Dan lain-lain
1.5.3.
Manajemen Keuangan·
·
Anggaran·
·
Sumber-sumber Pembiayaan·
·
Modal Kerja·
·
Tingkat Bunga dan Resiko
Kredit·
·
Investasi · Biaya
Modal·
·
Portofolio·
·
Penilaian Saham dan Obligasi·
·
Analisis Biaya ·
·
Hasil Resiko·
·
Rasio-Rasio Keuangan·
·
Lembaga Keuangan·
·
Implikasi Pajak ·
·
Merger dan Akuisisi,
·
dan lain-lain
1.5.4.
Manajemen Sumber Daya Manusia dan Perilaku Organisasi·
·
Manajemen Mutu Terpadu·
·
Motivasi dan Kepuasan Kerja·
·
Gaya Kepemimpinan·
·
Produktivitas Tenaga Kerja·
·
Efektivitas Organizational·
·
Budaya & Komunikasi
Organisasi·
·
Studi Gerak dan Waktu·
·
Serikat Pekerja·
·
Perilaku Karyawan·
·
Loyalitas Kerja·
·
Kinerja Supervisor·
·
Sistem Penilaian Kerja·
·
Pengambilan Keputusan·
·
Penilaian Kinerja·
·
Stress Kerja ·
·
Manajemen Konflik·
·
Emotional Quetion·
·
Spritual Quetion·
·
Desain Organisasi·
·
Perubahan & Pengembangan
Org. ·
·
Rekruitment·
·
Seleksi dan Penempatan· Sistem
Kompensasi·
·
Peng. Karir,
·
Promosi,
·
Mutasi·
·
Kreativitas Manajemen ·
·
Model-Model Pola Kerja·
·
Manajemen Partisipasi·
·
Perbedaan Gender ·
·
Polusi dan Kesehatan Kerja·
·
Pemberhentian ·
·
Dan lain-lain
1.5.5. Sistem Informasi Manajemen:·
·
Sistem Informasi Eksekutif·
·
Sistem Komunikasi Bisnis·
·
Sistem Dukungan Keputusan·
·
Aliansi fungsi Sistem
Informasi·
·
Personel Sistem Informasi·
·
Pengembangan Sistem
Informasi·
·
Jaringan Efektif MIS·
·
Penggunaan Konsultan dlm.
·
Pembuatan Keputusan ·
·
Dan lain-lain
1.5.6. Manajemen Operasi dan Produksi:·
·
Sistem Produksi·
·
Penentuan Lokasi·
·
Plant layout·
·
Prosedur Dan Metode Kerja·
·
Mesin Dan Peralatan
Produksi·
·
Material Handling· Pemeliharaan (Maintenance) ·
·
Sistem Pergudangan·
·
Pengendalian Persediaan ·
·
Pengendalian Material·
·
Pengendalian Tenaga Kerja·
·
Pengendalian Mutu·
·
Statistical Quality Control·
·
Dan lain-lain
Objek-objek di atas dapat dijadikan sebagai
permasalah penelitian untuk kemudian disusun menjadi judul penelitian. Untuk
memperkaya contoh-contoh objek penelitian dapat dilihat pada situs-situs
internet, seperti jurnal on-line, perpustakaan on-line, situs-situs universitas,
dan situs-situs lainnya. Cara penelusuran ke berbagai situs internet dapat
dilihat dalam tulisan “Pemanfaatan Internet dalam Proses Belajar dan Penulisan
Karya Ilmiah Bidang Manajemen dan Bisnis (Juliandi, 2002) atau mengakses ke situs jurnal versi On-line
dengan alamat http://manbisnis.tripod.com. Situs ini adalah situs “Jurnal
Ilmiah Manajemen dan Bisnis” Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Modul 7:
PENULISAN SKRIPSI
Penulisan skripsi
untuk semua jenis penelitian di sajikan dalam lima bab sebagai berikut:
![*](file:///C:/Users/ABSENSI/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
![*](file:///C:/Users/ABSENSI/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
![*](file:///C:/Users/ABSENSI/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
![*](file:///C:/Users/ABSENSI/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
![*](file:///C:/Users/ABSENSI/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
Untuk lebih
lanjut: Lihat Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang berlaku di Institusi anda!
Setiap
penulisan dari bab ke bab dianggap perlu untuk menyajikan alinea pembuka/penghubung
berisi uraian pengantar yang menjelaskan keterkaitan bab yang bersangkutan
dengan bab sebelumnya. Alinea penghubung ini ditulis dalam alinea pertama dari
setiap awal bab.
Adapun
penjelasan secara rinci sebagai berikut :
I.
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Permasalahan
b. Rumusan Permasalahan
c. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian
PENJELASAN
a. Latar
Belakang Permasalahan
1)
Latar Belakang
Permasalahan merupakan penjelasan fenomena yang diamati dan menarik perhatian
peneliti dan bukan merupakan alasan pemilihan judul.
2)
Latar Belakang
Penelitian apabila memungkinkan dapat didukung oleh data penunjang, yang dapat
digali dari sumber utama dan/atau sumber kedua seperti [1]Biro
Pusat Statistik, hasil penelitian terdahulu, jurnal dan internet
3)
Latar Belakang Penelitian
memuat hasil penelitian terdahulu (dari jurnal) dengan menyebutkan sumber
jurnal yang dipakai sebagai referensi.
4)
Apabila perusahaan
(sebagai sumber utama) belum menyajikan laporan keuangan, misalnya rasio
keuangan (financial ratio), maka dalam Latar Belakang Penelitian disajikan
minimal 3 periode atau tahun.
b.
Rumusan Permasalahan
1)
Rumusan permasalahan
disajikan secara singkat dalam bentuk kalimat tanya, yang isinya mencerminkan
adanya permasalahan yang perlu dipecahkan atau adanya permasalahan yang perlu
untuk dijawab.
2)
Rumusan permasalahan
merupakan inti penelitian, sehingga bisa dipakai pertimbangan menyusun judul
dan hipotesa
c. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1)
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian
merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh peneliti sebelum melakukan
penelitian dan mengacu pada permasalahan. Berikut ini beberapa contoh cara
pengungkapan tujuan penelitian yang umumnya diawali dengan kalimat tujuan
penelitian adalah untuk …………. atau penelitian ini bertujuan untuk …………………dan
sebagainya.
2)
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian,
menguraikan kontribusi yang diharapkan dari hasil penelitian itu sendiri.
2. TINJAUAN
PUSTAKA
a. Kerangka Teori
b. Hipotesis Penelitian
PENJELASAN
a.
Kerangka Teori
1)
Kerangka teori sebaiknya
menggunakan acuan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dan
acuan-acuan yang berupa hasil penelitian terdahulu (bisa disajikan di Bab II
atau dibuat sub-bab tersendiri)
2)
Cara penulisan dari
subbab ke subbab yang lain harus tetap mempunyai keterkaitan yang jelas dengan
memperhatikan aturan penulisan pustaka.
3)
Penulisan nama pengarang
dalam [2]Endnotes
atau Footnotes yang bersumber dari kepustakaan tidak perlu mencantumkan gelar
akademik.
4)
Untuk memperoleh hasil
penelitian yang baik, studi pustaka harus memenuhi prinsip kemutakhiran dan
keterkaitannya dengan permasalahan yang ada. Apabila menggunakan literatur
dengan beberapa edisi, maka yang digunakan adalah buku dengan edisi terbaru,
jika referensi tidak terbit lagi, referensi tersebut adalah terbitan terakhir.
Dan bagi yang menggunakan Jurnal sebagai referensi pembatasan tahun terbitan
tidak berlaku.
5)
Semakin banyak sumber
bacaan, semakin baik, dengan jumlah minimal 10 (sepuluh) sumber, baik dari teks
book atau sumber lain misalnya jurnal, artikel dari majalah, Koran, internet
dan lain-lain.
6)
Pedoman kerangka teori
di atas berlaku untuk semua jenis penelitian.
7)
Dalam kerangka teori,
peubah dicantumkan sebatas yang diteliti dan dapat dikutip dari dua atau lebih
karya tulis/bacaan.
8)
Teori bukan merupakan
pendapat pribadi (kecuali pendapat tersebut sudah ditulis di BUKU)
9)
Pada akhir kerangka
teori bagi penelitian korelasional disajikan model teori, model konsep (apabila
diperlukan) dan model hipotesis pada subbab tersendiri, sedangkan penelitian
studi kasus cukup menyusun Model teori dan beri keterangan. Model teori
dimaksud merupakan kerangka pemikiran penulis dalam penelitian yang sedang
dilakukan. Kerangka itu dapat berupa kerangka dari ahli yang sudah ada, maupun
kerangka yang berdasarkan teori-teori pendukung yang ada. Dari kerangka teori
yang sudah disajikan dalam sebuah skema, harus dijabarkan jika dianggap perlu
memberikan batasan-batasan, maka asumsi-asumsi harus dicantumkan.
b.
Hipotesis Penelitian
Jika penelitian bersifat korelasional maka:
1)
Hipotesis penelitian
beraspek empiris disajikan pada akhir bab II dalam sub-sub tersendiri dengan
memperhatikan teori pendukungnya, sedangkan hipotesis penelitian beraspek
statistik disajikan dalam bab III.
2)
Apabila analisis data
(akhir bab IV) direncanakan tidak untuk menganalisis data secara luas baik
masalah utama (mayor) maupun bagian-bagiannya (minor) maka dalam hipotesis
tidak perlu dicantumkan hipotesis mayor dan minor.
3)
Hipotesis harus
berlandaskan teori, jika ingin mengubah harus mencantumkan alasan mengapa
merubah teori tersebut.
3. METODE
PENELITIAN
a. Jenis Penelitian
b. Peubah dan Pengukuran
c. Populasi dan Sampel
d. Metode Pengumpulan Data
e. Metode Analisis
PENJELASAN
a. Jenis Penelitian
Penelitian bisa bersifat
kuantitaif maupun kualitatif, misalnya:
1)
Historis;
2)
Deskriptif;
3)
Perkembangan;
4)
Kasus dan penelitian
lapangan;
5)
Korelasional;
6)
Kausal komparatif;
7)
Eksperimen murni;
8)
Eksperimen semu;
9)
Kaji tindak.
1)
Pemilihan jenis
penelitian dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut:
a)
Daya tarik permasalahan;
b)
Kesesuaian dengan
kemampuan dan latar belakang pendidikan;
c)
Tersedianya alat dan
kondisi kerja;
d)
Kesesuaian dengan
kemampuan untuk mengumpulkan data yang diperlukan;
e)
Kesesuaian dengan waktu,
tenaga dan biaya;
f)
Resiko kegagalan.
2)
Jenis penelitian
dimaksud dapat dilacak dari judul, latar belakang permasalahan dan tujuan
penelitian, sehingga dapat dijelaskan alasan penentuan jenis penelitian tertentu
tanpa menyajikan definisi jenis penelitian itu sendiri.
b) Peubah dan Pengukuran
- “Peubah (Variable) merupakan suatu atribut atau
sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik
kesimpulannya.” ( Sugiyono, 2003, 32)
- Peubah harus
terukur
a)
Populasi dan Sampel
- “Populasi merupakan sekumpulan orang atau objek yang
memiliki kesamaan dalam satu atau beberapa hal dan yang membentuk masalah
pokok dalam suatu riset khusus. Populasi yang akan diteliti harus
didefinisikan dengan jelas sebelum penelitian dilakukan.” (Santoso &
Tjiptono, 2002, 79)
- “ Sampel adalah semacam miniatur (mikrokosmos) dari
populasinya” (Santoso & Tjiptono, 2002, 80)
b)
Metode Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data misalnya:
1)
“Wawancara dapat
dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan
melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telpon.
2)
Kuesioner (angket) dapat
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya.
3)
Observasi merupakan
suatu proses yang komplek , suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses
biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses
pengamatan dan ingatan.” (Sugiyono, 2003, 130-141)
e) Metode Analisis
Metode analisis disesuaikan dengan Rumusan Permasalahan
pada Bab I
Jika metode analisis
menggunakan regresi dengan Ordinary Least Square (OLS) Estimators, maka uji
asumsi klasik harus dilakukan. Lihat buku "Ekonometrika Dasar" oleh
Damodar Gujarati alih bahasa Sumarno Zain, 2000.
4. HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN
a. Penyajian Data
Pada subbab ini dipaparkan data yang ada relevansinya
dengan topik skripsi.
b. Analisis Data dan
Interpretasi
5. SIMPULAN
DAN SARAN
a. Simpulan
b. Saran
PENJELASAN
1)
Simpulan menjelaskan
butir-butir temuan (hasil penelitian dan bahasan) yang disajikan secara singkat
dan jelas.
2)
Saran-saran merupakan
himbauan kepada instansi terkait maupun peneliti berikutnya yang berdasarkan
pada hasil temuan. Saran sebaiknya selaras dengan topik penelitian
Lampiran: memuat hal-hal atau informasi yang mendukung
bab-bab sebelumnya, misalnya: data (hasil Questionaire, data time series), Laporan
Keuangan perusahaan (Neraca, R/L dsb), informasi yang terkait dengan hasil
(misal: olahan komputer, diskripsi, hasil uji validitas dan reliabilitas) dsb.
Modul 8:
PROSES
LAHIRNYA ILMU
1.1. Manusia Mencari
Kebenaran
Manusia
mencari kebenaran dengan menggunakan akal sehat (common sense) dan dengan ilmu pengetahuan.
Letak
perbedaan yang mendasar
antara keduanya ialah
berkisar pada kata
“sistematik” dan “terkendali”.
Ada lima hal
pokok yang membedakan
antara ilmu dan
akal sehat. Yang
pertama, ilmu pengetahuan
dikembangkan melalui struktur-stuktur teori,
dan diuji konsistensi
internalnya. Dalam mengembangkan
strukturnya, hal itu
dilakukan dengan tes
ataupun pengujian secara empiris/faktual. Sedang
penggunaan akal sehat
biasanya tidak. Yang
kedua, dalam ilmu
pengetahuan, teori dan
hipotesis selalu diuji
secara empiris/faktual. Halnya
dengan orang yang
bukan ilmuwan dengan
cara “selektif”. Yang
ketiga, adanya pengertian
kendali (kontrol) yang
dalam penelitian ilmiah
dapat mempunyai pengertian
yang bermacam-macam. Yang
keempat, ilmu pengetahuan
menekankan adanya hubungan
antara fenomena secara
sadar dan sistematis.
Pola penghubungnya tidak dilakukan
secara asal-asalan. Yang
kelima, perbedaan terletak
pada cara memberi penjelasan yang
berlainan dalam mengamati
suatu fenomena. Dalam
menerangkan hubungan antar
fenomena, ilmuwan melakukan
dengan hati-hati dan menghindari penafsiran
yang bersifat metafisis.
Proposisi yang dihasilkan
selalu terbuka untuk
pengamatan dan pengujian
secara ilmiah.
1.2 . Terjadinya Proses
Sekularisasi Alam
Pada mulanya
manusia menganggap alam
suatu yang sakral,
sehingga antara subyek
dan obyek tidak
ada batasan. Dalam
perkembangannya sebagaimana telah
disinggung diatas terjadi
pergeseran konsep hukum
(alam). Hukum didefinisikan
sebagai kaitan-kaitan yang
tetap dan harus ada diantara
gejala-gejala. Kaitan-kaitan yang
teratur didalam alam
sejak dulu diinterpretasikan ke
dalam hukum-hukum normative. Disini
pengertian tersebut dikaitkan
dengan Tuhan atau
para dewa sebagai
pencipta hukum yang
harus ditaati. Menuju
abad ke-16 manusia
mulai meninggalkan pengertian
hukum normative tersebut.
Sebagai gantinya muncullah
pengertian hukum sesuai
dengan hukum alam.
Pengertian tersebut berimplikasi
bahwa terdapat tatanan
di alam dan
tatanan tersebut dapat
disimpulkan melalui penelitian
empiris. Para ilmuwan
saat itu berpendapat
bahwa Tuhan sebagai
pencipta hukum alam
secara berangsur-angsur
memperoleh sifat abstrak
dan impersonal. Alam
telah kehilangan kesakralannya
sebagai ganti muncullah
gambaran dunia yang
sesuai dengan ilmu
pengetahuan alam bagi
manusia modern dengan
kemampuan ilmiah manusia
mulai membuka rahasia-rahasia alam.
1.3. Berbagai
Cara Mencari Kebenaran
Dalam sejarah manusia, usaha-usaha
untuk mencari kebenaran telah dilakukan
dengan berbagai cara
seperti :
1.3.1
Secara kebetulan
Ada cerita
yang kebenarannya sukar
dilacak mengenai kasus penemuan obat
malaria yang terjadi
secara kebetulan. Ketika
seorang Indian yang
sakit dan minum
air dikolam dan
akhirnya mendapatkan kesembuhan.
Dan itu terjadi
berulang kali pada
beberapa orang. Akhirnya
diketahui bahwa disekitar
kolam tersebut tumbuh
sejenis pohon yang
kulitnya bisa dijadikan
sebagai obat malaria
yang kemudian berjatuhan
di kolam tersebut.
Penemuan pohon yang
kelak dikemudian hari
dikenal sebagai pohon
kina tersebut adalah
terjadi secara kebetulan
saja.
1.3.2. Trial
And Error
Cara
lain untuk mendapatkan
kebenaran ialah dengan
menggunakan metode “trial
and error” yang
artinya coba-coba. Metode
ini bersifat untung-untungan. Salah
satu contoh ialah
model percobaan “problem
box” oleh Thorndike.
Percobaan tersebut adalah
seperti berikut: seekor
kucing yang kelaparan
dimasukkan kedalam “problem
box”—suatu ruangan yang
hanya dapat dibuka
apabila kucing berhasil
menarik ujung tali dengan
membuka pintu. Karena rasa
lapar dan melihat
makanan di luar
maka kucing berusaha
keluar dari kotak
tersebut dengan berbagai
cara. Akhirnya dengan
tidak sengaja si
kucing berhasil menyentuh
simpul tali yang
membuat pintu jadi
terbuka dan dia
berhasil keluar. Percobaan tersebut mendasarkan
pada hal yang
belum pasti yaitu
kemampuan kucing tersebut
untuk membuka pintu
kotak masalah.
1.3.3
Melalui Otoritas
Kebenaran
bisa didapat melalui
otoritas seseorang yang
memegang kekuasaan, seperti
seorang raja atau
pejabat pemerintah yang
setiap keputusan dan
kebijaksanaannya dianggap benar
oleh bawahannya. Dalam
filsafat Jawa dikenal
dengan istilah ‘Sabda pendita ratu” artinya
ucapan raja atau
pendeta selalu benar
dan tidak boleh
dibantah lagi.
1.3.4.
Berpikir Kritis/Berdasarkan Pengalaman
Metode lain
ialah berpikir kritis
dan berdasarkan pengalaman. Contoh dari
metode ini ialah
berpikir secara deduktif
dan induktif. Secara
deduktif artinya berpikir
dari yang umum
ke khusus; sedang
induktif dari yang
khusus ke yang
umum. Metode deduktif
sudah dipakai selama
ratusan tahun semenjak
jamannya Aristoteles.
1.3.5.
Melalui Penyelidikan Ilmiah
Menurut Francis
Bacon Kebenaran baru
bisa didapat dengan menggunakan penyelidikan
ilmiah, berpikir kritis
dan induktif.
Catatan :
Selanjutnya
Bacon merumuskan ilmu
adalah kekuasaan. Dalam
rangka melaksanakan kekuasaan,
manusia selanjutnya terlebih dahulu
harus memperoleh pengetahuan
mengenai alam dengan
cara menghubungkan metoda
yang khas, sebab
pengamatan dengan indera
saja, akan menghasilkan
hal yang tidak
dapat dipercaya. Pengamatan
menurut Bacon, dicampuri
dengan gambaran-gambaran palsu
(idola): Gambaran-gambaran palsu
(idola) harus dihilangkan,
dan dengan cara
mengumpulkan fakta-fakta secara
telilti, maka didapat
pengetahuan tentang alam
yang dapat dipercaya.
Sekalipun demikian pengamatan
harus dilakukan secara
sistematis, artinya dilakukan
dalam keadaan yang
dapat dikendalikan dan
diuji secara eksperimantal
sehingga tersusunlah dalil-dalil
umum. Metode berpikir induktif
yang dicetuskan oleh
F. Bacon selanjutnya dilengkapi
dengan pengertian adanya
pentingnya asumsi teoritis dalam
melakukan pengamatan serta
dengan menggabungkan peranan
matematika semakin memacu
tumbuhnya ilmu pengetahuan
modern yang menghasilkan
penemuan-penemuan baru, seperti pada
tahun 1609 Galileo
menemukan hukum-hukum tentang
planet, tahun 1618
Snelius menemukan pemecahan
cahaya dan penemuan-penemuan penting
lainnya oleh Boyle
dengan hukum gasnya,
Hygens dengan teori
gelombang cahaya, Harvey
dengan penemuan peredaran
darah, Leuwenhock menemukan
spermatozoide, dan lain-lain.
1.4. Dasar-Dasar Pengetahuan
Dalam bagian
ini akan dibicarakan
dasar-dasar pengetahuan yang menjadi
ujung tombak berpikir
ilmiah. Dasar-dasar pengetahuan
itu ialah sebagai
berikut :
1.4.1. Penalaran
Yang dimaksud
dengan penalaran ialah
Kegiatan berpikir menurut
pola tertentu, menurut
logika tertentu dengan tujuan
untuk menghasilkan penegtahuan.
Berpikir logis mempunyai
konotasi jamak, bersifat
analitis. Aliran yang
menggunakan penalaran sebagai
sumber kebenaran ini
disebut aliran rasionalisme
dan yang menganggap
fakta dapat tertangkap
melalui pengalaman sebagai
kebenaran disebut aliran
empirisme.
1.4.2. Logika
(Cara Penarikan Kesimpulan)
Ciri kedua
ialah logika atau
cara penarikan kesimpulan.
Yang dimaksud dengan
logika sebagaimana didefinisikan
oleh William S.S ialah
“pengkajian untuk berpikir
secara sahih (valid).
Dalam logika
ada dua macam
yaitu logika induktif
dan deduktif. Contoh
menggunakan logika ini
ialah model berpikir
dengan silogisma, seperti
contoh dibawah ini :
Silogisma
§ Premis mayor : semua
manusia akhirnya mati
§ Premis minor : Amir
manusia
§ Kesimpulan : Amir
akhirnya akan mati
1.5. Sumber
Pengetahuan
Sumber pengetahuan
dalam dunia ini
berawal dari sikap
manusia yang meragukan
setiap gejala yang
ada di alam
semesta ini. Manusia
tidak mau menerima saja
hal-hal yang ada
termasuk nasib dirinya
sendiri. Rene Descarte
pernah berkata “DE OMNIBUS
DUBITANDUM” yang mempunyai
arti bahwa segala sesuatu harus
diragukan. Persoalan mengenai
kriteria untuk menetapkan
kebenaran itu sulit
dipercaya. Dari berbagai
aliran maka muncullah
pula berbagai kriteria
kebenaran.
1.6.
Kriteria Kebenaran
Salah
satu kriteria kebenaran
adalah adanya konsistensi
dengan pernyataan terdahulu
yang dianggap benar.
Sebagai contoh ialah
kasus penjumlahan angka-angka
tersebut dibawah ini
3 +
5 = 8
4 +
4 = 8
6 +
2 = 8
Semua orang
akan menganggap benar
bahwa 3 +
5 = 8,
maka pernyataan berikutnya
bahwa 4 +
4 = 8
juga benar, karena
konsisten dengan pernyataan
sebelumnya.
Beberapa kriteria
kebenaran diantaranya ialah
1.6.1.
Teori Koherensi (Konsisten)
Yang dimaksud
dengan teori koherensi
ialah bahwa suatu pernyataan dianggap
benar bila pernyataan
itu bersifat koheren
dan konsisten dengan
pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang dianggap
benar. Contohnya ialah
matematika yang bentuk
penyusunannya, pembuktiannya berdasarkan
teori koheren.
1.6.2.Teori
Korespondensi (Pernyataan sesuai kenyataan)
Teori korespondensi
dipelopori oleh Bertrand
Russel. Dalam teori
ini suatu pernyataan
dianggap benar apabila
materi pengetahuan yang
dikandung berkorespondensi dengan
objek yang dituju
oleh pernyataan tersebut.
Contohnya ialah apabila
ada seorang yang
mengatakan bahwa ibukota
Inggris adalah London,
maka pernyataan itu
benar. Sedang apabila
dia mengatakan bahwa
ibukota Inggris adalah
Jakarta, maka pernyataan
itu salah; karena
secara kenyataan ibukota
Inggris adalah London bukan
Jakarta.
1.6.3. Teori
Pragmatis (Kegunaan di lapangan)
Tokoh utama
dalam teori ini
ialah Charles S
Pierce. Teori pragmatis
mengatakan bahwa kebenaran
suatu pernyataan diukur
dengan criteria apakah
pernyataan tersebut bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis. Kriteria kebenaran
didasarkan atas kegunaan
teori tersebut. Disamping
itu aliran ini
percaya bahwa suatu
teori tidak akan
abadi, dalam jangka
waktu tertentu itu
dapat diubah dengan
mengadakan revisi.
1.7.
Ontologi (apa yang dikaji)
Ontologi ialah
hakikat apa yang
dikaji atau ilmunya
itu sendiri. Seorang filosof
yang bernama Democritus
menerangkan prinsip-prinsip materialisme
mengatakan sebagai berikut
:
Hanya berdasarkan
kebiasaan saja maka
manis itu manis,
panas itu panas,
dingin itu dingin,
warna itu warna.
Artinya, objek penginderaan
sering kita anggap
nyata, padahal tidak
demikian. Hanya atom dan
kehampaan itulah yang
bersifat nyata. Jadi
istilah “manis, panas
dan dingin” itu
hanyalah merupakan terminology
yang kita berikan
kepada gejala yang
ditangkap dengan pancaindera.
Ilmu merupakan
pengetahuan yang mencoba
menafsirkan alam semesta
ini seperti adanya,
oleh karena itu
manusia dalam menggali
ilmu tidak dapat
terlepas dari gejala-gejala
yang berada didalamnya. Dan sifat
ilmu pengetahuan yang
berfungsi membantu manusia
dalam mememecahkan masalah
tidak perlu memiliki
kemutlakan seperti agama
yang memberikan pedoman
terhadap hal-hal yang
paling hakiki dari
kehidupan ini. Sekalipun
demikian sampai tahap
tertentu ilmu perlu memiliki keabsahan
dalam melakukan generalisasi. Sebagai
contoh, bagaimana kita mendefinisikan manusia,
maka berbagai penegertianpun akan
muncul pula.
Contoh :
Siapakah manusia iu ? jawab
ilmu ekonomi ialah makhluk
ekonomi Sedang ilmu politik
akan menjawab bahwa
manusia ialah political
animal dan dunia
pendidikan akan mengatakan
manusia ialah homo
educandum.
1.8
Epistimologi (Cara mendapatkan kebenaran)
Yang dimaksud
dengan epistimologi ialah
bagaimana mendapatkan pengetahuan
yang benar.
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam mendapatkan
pengetahuan ialah :
1.
Batasan kajian
ilmu : secara
ontologis ilmu membatasi
pada Pengkajian objek
yang berada dalam
lingkup manusia. tidak
dapat mengkaji daerah
yang bersifat transcendental (gaib/tidak nyata).
2.
Cara menyusun
pengetahuan : untuk mendapatkan
pengetahuan menjadi ilmu
diperlukan cara untuk
menyusunnya yaitu dengan
cara menggunakan metode
ilmiah.
3.
Diperlukan landasan
yang sesuai dengan
ontologis dan aksiologis ilmu
itu sendiri
4.
Penjelasan diarahkan
pada deskripsi mengenai
hubungan berbagai faktor
yang terikat dalam
suatu konstelasi penyebab timbulnya suatu
gejala dan proses
terjadinya.
5.
Metode ilmiah
harus bersifat sistematik
dan eksplisit
6. Metode
ilmiah tidak dapat
diterapkan kepada pengetahuan
yang tidak tergolong
pada kelompok ilmu
tersebut. (disiplin ilmu yang sama)
7. Ilmu mencoba
mencari penjelasan mengenai
alam dan menjadikan
kesimpulan yang bersifat
umum dan impersonal.
8.
Karakteristik yang
menonjol kerangka pemikiran
teoritis :
a. Ilmu eksakta
: deduktif, rasio,
kuantitatif
b. Ilmu social
: induktif, empiris,
kualitatif
1.9. Beberapa
Pengertian Dasar
Konsep :
Konsep adalah
istilah dan definisi
yang digunakan untuk
menggambarkan gejala secara
abstrak, contohnya seperti
kejadian, keadaan, kelompok.
Diharapkan peneliti mampu
memformulasikan pemikirannya kedalam
konsep secara jelas
dalam kaitannya dengan
penyederhanaan beberapa masalah
yang berkaitan satu
dengan yang lainnya.
Dalam dunia
penelitian dikenal dua
pengertian mengenai konsep,
yaitu Pertama konsep
yang jelas hubungannya
dengan realita yang
diwakili, contoh : meja,
mobil dll nya Kedua konsep
yang abstrak hubungannya dengan
realitas yang diwakili,
contoh : kecerdasan, kekerabatan,
dll nya.
Konstruk :
Konstruk (construct)
adalah suatu konsep
yang diciptakan dan
digunakan dengan kesengajaan
dan kesadaran untuk
tujuan-tujuan ilmiah tertentu.
Proposisi :
Proposisi adalah
hubungan yang logis
antara dua konsep.
Contoh : dalam penilitian
mengenai mobilitas penduduk,
proposisinya berbunyi : “proses
migrasi tenaga kerja
ditentukan oleh upah“
(Harris dan Todaro).
Dalam penelitian
sosial dikenal ada
dua jenis proposisi;
yang pertama aksioma
atau postulat, yang
kedua teorema. Aksioma
ialah proposisi yang
kebenarannya sudah tidak
lagi dalam penelitian;
sedang teorema ialah
proposisi yag dideduksikan
dari aksioma.
Teori :
Salah satu
definisi mengenai teori
ialah serangkaian asumsi,
konsep, konstruk, definisi
dan proposisi untuk
menerangkan suatu fenomena
secara sisitematis dengan
cara merumuskan hubungan
antar konsep (Kerlinger,
FN)
Definisi lain
mengatakan bahwa teori
merupakan pengetahuan ilmiah
yang mencakup penjelasan
mengenai suatu faktor
tertentu dari satu
disiplin ilmu. Teori
mempunyai beberapa karakteristik
sebagai berikut;
a.
harus konsisten
dengan teori-teori sebelumnya
yang memungkinkan tidak
terjadinya kontraksi dalam
teori keilmuan secara
keseluruhan.
b.
harus cocok
dengan fakta-fakta empiris,
sebab teori yang
bagaimanapun konsistennya apabila
tidak didukung oleh
pengujian empiris tidak
dapat diterima kebenarannya
secara ilmiah.
c.
Ada
empat cara teori dibangun menurut Melvin Marx :
1) Model Based Theory,
Berdasarkan
teori pertama teori berkembang adanya jaringan konseptual yang kemudian diuji
secara empiris. Validitas substansi terletak pada tahap-tahap awal dalam
pengujian model, yaitu apakah model bekerja sesuai dengan kebutuhan peneliti.
2)
Teori deduktif,
Teori
kedua mengatakan suatu teori dikembangkan melalui proses deduksi. Deduksi
merupakan bentuk inferensi yang menurunkan sebuah kesimpulan yang didapatkan
melalui penggunaan logika pikiran dengan disertai premis-premis sebagai bukti.
Teori deduktif merupakan suatu teori yang menekankan pada struktur konseptual
dan validitas substansialnya. Teori ini juga berfokus pada pembangunan konsep
sebelum pengujian empiris.
3)
Teori induktif,
Teori
ketiga menekankan pada pendekatan empiris untuk mendapatkan generalisasi.
Penarikan kesimpulan didasarkan pada observasi realitas yang berulang-ulang dan
mengembangkan pernyataan-pernyataan yang berfungsi untuk menerangkan serta
menjelaskan keberadaan pernyataan-pernyataan tersebut.
4)
Teori fungsional
Teori keempat mengatakan
suatu teori dikembangkan melalui interaksi yang berkelanjutan antara proses
konseptualisasi dan pengujian empiris yang mengikutinya. Perbedaan
utama dengan teori deduktif terletak pada proses terjadinya konseptualisasi
pada awal pengembangan teori. Pada teori deduktif rancangan hubungan konspetualnya
diformulasikan dan pengujian dilakukan pada tahap akhir pengembangan teori.
Logika Ilmiah
:
Gabungan antara
logika deduktif dan
induktif dimana rasionalisme
dan empirisme bersama-sama
dalam suatu system
dengan mekanisme korektif.
Hipotesis :
Hipotesis adalah
jawaban sementara terhadap
permasalahan yang sedang
diteliti. Hipotesis merupakan
saran penelitian ilmiah
karena hipotesis adalah
instrumen kerja dari
suatu teori dan bersifat spesifik
yang siap diuji
secara empiris. Dalam
merumuskan hipotesis pernyataannya harus merupakan
pencerminan adanya hubungan
antara dua variabel
atau lebih.
Hipotesis yang
bersifat relasional ataupun
deskriptif disebut hipotesis
kerja (Hk), sedang
untuk pengujian statistik
dibutuhkan hipotesis pembanding
hipotesis kerja dan
biasanya merupakan formulasi
terbalik dari hipotesis
kerja. Hipotesis semacam
itu disebut hipotesis
nol (Ho).
Variabel :
Variabel ialah
konstruk-konstruk atau sifat-sifat
yang sedang dipelajari.
Contoh : jenis kelamin,
kelas sosial, mobilitas
pekerjaan dll nya. Ada lima tipe variable yang dikenal dalam penelitian,
yaitu: variable bebas (independent),
variable tergantung (dependent),
variable perantara (moderate),
variable pengganggu (intervening)
dan variable kontrol (control)
Jika dipandang dari sisi skala pengukurannya maka ada empat macam
variabel: nominal, ordinal,
interval dan ratio.
Definisi Operasional
:
Yang dimaksud
dengan definisi operasional
ialah spesifikasi kegiatan
peneliti dalam mengukur
atau memanipulasi suatu
variabel.
Definisi operasional
memberi batasan atau
arti suatu variabel
dengan merinci hal
yang harus dikerjakan
oleh peneliti untuk
mengukur variabel tersebut.
1.20.
Kerangka Ilmiah
1) Perumusan masalah
: pertanyaan tentang
obyek empiris yang
jelas batas-batasnya serta
dapat diidentifikasikan faktor- faktor yang
terkait didalamnya.
2)
Penyusunan kerangka
dalam pengajuan hipotesis:
a.
Menjelaskan hubungan
anatara factor yang
terkait
b.
Disusun secara
rasional
c.
Didasarkan pada
premis-premis ilmiah
d.
Memperhatikan faktor-faktor
empiris yang cocok
3) Pengujian hipotesis
:
mencari
fakta-fakta yang mendukung
hipotesis
4) Penarikan kesimpulan
1.21.
Sarana Berpikir Ilmiah
bahasa
Yang dimaksud
bahasa disini ialah bahasa
ilmiah yang merupakan
sarana komunikasi ilmiah
yang ditujukan untuk
menyampaikan informasi yang
berupa pengetahuan, syarat-syarat :
·
bebas dari
unsur emotif
·
reproduktif
·
obyektif
·
eksplisit
matematika
Matematika adalah
pengetahuan sebagai sarana
berpikir deduktif sifat
·
jelas, spesifik
dan informatif
·
tidak menimbulkan
konotasi emosional
·
kuantitatif
statistika
statistika ialah
pengetahuan sebagai sarana
berpikir induktif sifat
:
·
dapat digunakan
untuk menguji tingkat
ketelitian
·
untuk menentukan
hubungan kausalitas antar
factor terkait
1.22. Aksiologi (nilai Guna Ilmu)
Aksiologi
ialah menyangkut masalah
nilai kegunaan ilmu.
Ilmu tidak bebas
nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu
kadang ilmu harus
disesuaikan dengan nilai-nilai budaya
dan moral suatu
masyarakat; sehingga nilai
kegunaan ilmu tersebut
dapat dirasakan oleh masyarakat dalam
usahanya meningkatkan kesejahteraan
bersama, bukan sebaliknya
malahan menimbulkan bencana.
Contoh kasus :
penelitian di Taiwan
Dampak kemajuan
teknologi moderen telah
diteliti dengan model
penelitian yang terintegrasi,
khususnya terhadap masyarakat
dan budaya. Hasil
kemajuan teknologi di
Taiwan telah membawa
negara itu mengalami
“keajaiban ekonomi”, sekalipun
demikian hasilnya tidak
selalu positif. Kemajuan
tersebut membawa banyak
perubahan kebiasaan, tradisi
dan budaya di
Taiwan. Berdasarkan penelitian
tersebut terdapat lima
hal yang telah
berubah selama periode
perkembangan teknologi di negara tersebut
yaitu :
1.
Perubahan-perubahan dalam
struktur industri berupa : meningkatnya sektor
jasa dan peranan
teknologi canggih pada bidang
manufaktur.
2.
Perubahan-perubahan dalam
sruktur pasar berupa :
pasar
3.
menjadi semakin
terbatas, sedang pengelolaan
bisnis menjadi semakin
beragam.
4.
Perubahan-perubahan dalam
struktur kepegawaian berupa :
tenaga professional yang
telah terlatih dalam
bidang teknik menjadi semakin
meningkat.
5.
Perubahan-perubahan struktur
masyarakat berupa : Meningkatnya
jumlah penduduk usia
tua dan konsep
“keluarga besar” dalam proses
diganti dengan konsep
“keluarga kecil”.
Perubahan-perubahan dalam
nilai-nilai sosial berupa :
penghargaan yang lebih
tinggi terhadap keuntungan
secara ekonomis daripada
masalah-masalah keadilan, meningkatnya
kecenderungan masyarakat untuk
bersikap individualistik.
Modul 9:
SKALA PENGUKURAN
Ada empat
tipe skala pengukuran dalam penelitian, yaitu nominal, ordinal,
interval dan
ratio.
9.1 Nominal
Skala
pengukuran nominal digunakan untuk mengklasifikasikan obyek, individual atau
kelompok; sebagai contoh mengklasifikasi jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan
area geografis. Dalam mengidentifikasi hal-hal di atas digunakan angka-angka
sebagai symbol. Apabila kita menggunakan skala pengukuran nominal, maka
statistik non-parametrik digunakan untuk menganalisa datanya. Hasil analisa
dipresentasikan dalam bentuk persentase. Sebagai contoh kita mengklaisfikasi variable
jenis kelamin menjadi sebagai berikut: laki-laki kita beri simbol angka 1 dan
wanita angka 2. Kita tidak dapat melakukan operasi arimatika dengan angka-angka
tersebut, karena angka-angka tersebut hanya menunjukkan keberadaan atau
ketidakadanya karaktersitik tertentu.
Contoh:
Jawaban
pertanyaan berupa dua pilihan “ya” dan “tidak” yang bersifat kategorikal dapat
diberi symbol angka-angka sebagai berikut: jawaban “ya” diberi angka 1 dan
tidak diberi angka 2.
9.2 Ordinal
Skala
pengukuran ordinal memberikan informasi tentang jumlah relatif karakteristik
berbeda yang dimiliki oleh obyek atau individu tertentu. Tingkat pengukuran ini
mempunyai informasi skala nominal ditambah dengan sarana peringkat relatif
tertentu yang memberikan informasi apakah suatu obyek memiliki karakteristik
yang lebih atau kurang tetapi bukan berapa banyak kekurangan dan kelebihannya.
Contoh:
Jawaban
pertanyaan berupa peringkat misalnya: sangat tidak setuju, tidak setuju,
netral, setuju dan sangat setuju dapat diberi symbol angka 1, 2,3,4 dan 5.
Angka-angka ini hanya merupakan simbol peringkat, tidak mengekspresikan jumlah.
9.3. Interval
Skala
interval mempunyai karakteristik seperti yang dimiliki oleh skala nominal dan
ordinal dengan ditambah karakteristik lain, yaitu berupa adanya interval yang
tetap. Dengan demikian peneliti dapat melihat besarnya perbedaan karaktersitik
antara satu individu atau obyek dengan lainnya. Skala pengukuran interval
benar-benar merupakan angka. Angka-angka yang digunakan dapat dipergunakan dapat
dilakukan operasi aritmatika, misalnya dijumlahkan atau dikalikan. Untuk
melakukan analisa, skala pengukuran ini menggunakan statistik parametric.
Contoh:
Jawaban
pertanyaan menyangkut frekuensi dalam pertanyaan, misalnya: Berapa kali Anda
melakukan kunjungan ke Jakarta dalam satu bulan? Jawaban: 1 kali, 3 kali, dan 5
kali. Maka angka-angka 1,3, dan 5 merupakan angka sebenarnya dengan menggunakan
interval 2.
9.4. Ratio
Skala
pengukuran ratio mempunyai semua karakteristik yang dipunyai oleh skala
nominal, ordinal dan interval dengan kelebihan skala ini mempunyai nilai 0
(nol) empiris absolut. Nilai absoult nol tersebut terjadi pada saat
ketidakhadirannya suatu karakteristik yang sedang diukur. Pengukuran ratio
biasanya dalam bentuk perbandingan antara satu individu atau obyek tertentu
dengan lainnya.
Contoh:
Berat
Sari 35 Kg sedang berat Maya 70 Kg. Maka berat Sari dibanding dengan berat Maya
sama dengan 1 dibanding 2.
9.5. Validitas
Suatu
skala pengukuran dikatakan valid apabila skala tersebut digunakan untuk
mengukur apa yang seharusnya diukur. Misalnya skala nominal yang bersifat
non-parametrik digunakan untuk mengukur variabel nominal bukan untuk mengukur
variabel interval yang bersifat parametrik. Ada 3 (tiga) tipe validitas
pengukuran yang harus diketahui, yaitu:
a.
Validitas Isi (Content Validity)
Validitas
isi menyangkut tingkatan dimana item-item skala yang mencerminkan domain konsep
yang sedang diteliti. Suatu domain konsep tertentu tidak dapat begitu saja
dihitung semua dimensinya karena domain tersebut kadang mempunyai atribut yang
banyak atau bersifat multidimensional.
b.
Validitas Kosntruk (Construct
Validity)
Validitas
konstruk berkaitan dengan tingkatan dimana skala mencerminkan dan berperan
sebagai konsep yang sedang diukur. Dua aspek pokok dalam validitas konstruk
ialah secara alamiah bersifat teoritis dan statistik.
c.
Validitas Kriteria (Criterion
Validity)
Validitas kriteria
menyangkut masalah tingkatan dimana skala yang sedang digunakan mampu
memprediksi suatu variable yang dirancang sebagai kriteria.
9.6.
Reliabilitas
Reliabilitas
menunjuk pada adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran
tertentu. Reliabilitas berkonsentrasi pada masalah akurasi pengukuran dan
hasilnya.
Referensi
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.
Jakarta.
Cahyono,
Bambang Tri 1996. Metodologi Riset Bisnis.
Jakarta: Badan Penerbit IPWI.
Dane, F.C. 1990. Research Methods. Brooks/Cole Publishing
Company. Belmont California .
Djunaedi, Achmad. 2000. “Pengantar: Apakah
Penelitian Itu?”. http://intranet.ugm.ac.id/~adjunaedi/Support/Materi/METLITI/a01metlitpengantar.pdf
Hempel,
Carl Gustav. 2004. Pengantar Filsafat Ilmu Alam. Penerjemah Cuk Ananta Wijaya.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Indriantoro,
Nur dan Supomo, Bambang. 1999. Metodologi
Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogayakarta:
BPFEE.
Juliandi,
Azuar. 2002. “Pemanfaatan Internet dalam Proses Belajar dan Penulisan Karya
Ilmiah Bidang Manajemen dan Bisnis”. Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis Vol. 02
No. 02 Oktober.
Kerlinger, Fred N. 2000. AsasAsas Penelitian Behavioural.
Yogyakarta: Gadjah
Mada University
Press.
Miles, M.B. dan Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang MetodeMetode
Baru. UIPress. Jakarta.
Nazir,
Mohammad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Rangkuti,
Fredy. 2001. Riset Pemasaran. Jakarta:
Gramedia.
Sarwono,
J. 2003. “Perbedaan Dasar antara Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif“. http://www.w3.org/TR/REChtml40.
Dikunjungi 13 Juli 2003.
Sugiyono.
1999. Metode Penelitian Bisnis.
Bandung: Alfabeta.
---------2004. “Pemilihan Topik dan Variabel
Penelitian, serta Teknik Perumusan Masalah”.
Kumpulan Materi Penataran dan Lokakarya Training of Traininer
Metodologi Penelitian PTN dan PTS di Jakarta, 2630 April 2004.
Supranto,
J. 1997. Metode Riset: Aplikasinya dalam
Pemasaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Trochim,
William M. 2002. “Philosophy of Research”. http://trochim.humancornell.edu/derived/philosophy.htm.
Dikunjungi 13 September 2003.