FIQH SIYASAH
DOSEN PENGAMPU MK :
Dr.Oneng Nurul Bariyah. MA
OLEH : IMAM TAUFIQ
(2010510223)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
JAKARTA
TAHUN 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis hanturkan kepada Allah atas
segala rahmat-Nya yang telah memberikan kesempatan waktu bagi penulis dalam
menyusun tugas kelompok ini. Dan shalawat beserta salam, penulis hanturkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan inspirasi kepada penulis
akan arti dan penerapan bidang-bidang Fiqh Siyasah.
Makalah ini berjudul Fiqh Siyasah yang ditulis
penulis sebagai tugas mata kuliah Fiqh Siyasah. Dan tujuan dari makalah ini
adalah untuk mengetahui pengertian fiqh siyasah (siyasah syar’iyyah) ,
hubungannya dengan lmu Fiqh , dan manfaat mempelajarinya, serta memahami
istilah – istilah yang berhubungan dengan pemerintahan islam
Serta Tiada Gading Yang Tak Retak, begitupun
dengan makalah ini. Masih ada beberapa kesalahan yang ada tanpa disadari oleh
penulis, oleh karena itu penulis harapkan akan adanya kritik dan saran atas
makalah ini yang membangun. Dan dari penulis sendiri kami ucapkan terima kasih,
dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Ciputat, 4 September 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul …………………………………………………..........................…………..... i
Kata Pengantar ……………………………………………….........................………….........
ii
Daftar Isi ………………………………………………........................…………………......
iii
Bab I Pendahuluan
1.1 Pendahuluan ……..………………………………………..............................………........
1
1.2 Permasalahan……..……………………………….......................……....………............1
1.3 Tujuan
Penulisan..................................................................................................................
1
Bab II Pembahasan
2.1 Definisi Fiqh Siyasah ….. ..…….………………………................................…………...2
2.2 Hubungan antara Ilmu fiqh dan Fiqh Siyasah..………........................................................
2
2.3 Manfaat Fiqh Siyasah…………………..............................................................................
3
2.4 Konsep-Konsep yang Berhubungan dengan Pemerintahan Islam …..........................…....
3
2.4.1
a. Khilafah….………………………………………………………............... 3
b. Khalifah….…………………….………………......................................... 3
2.4.2
a. Imamah….…………………….……………............................................ 3
b. Imam..….…………………….…………….............................................
4
2.4.3 a. Imarah….…………………….……………..............................................
4
b. Amir….…………………….…………….................................................
4
2.4.4 Ahlul Halli Wa al- aqdi...................................................................................5
2.4.5 a. Bai’at........................................................................................................
5
b. Majlis
Syura…………………………………..........................…………....6
Kesimpulan ……………..………………………………………..........................…………... 7
Daftar Pustaka ……………………………………………….............................…………..... 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hubungan
agama dan politik menjadi topik pembicaraan menarik, baik oleh golongan yang
berpegang kuat pada ajaran agama maupun oleh golongan yang berpandangan
sekuler.
Munculnya
masalah tersebut dipandang wajar disebabkan karena risalah islam yang dibawa
Nabi Muhammad SAW adalah agama yang penuh dengan ajaran dan undang-undang yang
bertujuan membangun manusia guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Permasalahan
pertama yang dipersoalkan oleh generasi pertama umat islam sesudah Rasulullah
Wafat adalah masalah kekuasaan politik atau pengganti beliau.
Maka
dari itu masalah ini akan diuraikan dan dikaji dalam makalah ini sehingga dapat
menambah wawasan para pembaca tentang keislaman.
I.2 Permasalahan
1. Apa yang dimaksud dengan Fiqh Siyasah ( siyasah
syar’iyyah ) ?
2. Apa hubungannya dengan ilmu fiqh ?
3. Apa manfaat mempelajari fiqh siyasah ?
4. Apa yang dimaksud dengan istilah – istilah
berikut :
a. Khilafah, Khalifah
b. Imamah, Imam
c. Imarah, Amir
d. Ahlul halli Wa Al – Aqdi
e. Bai’at dan Majlis Syura
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memahami pengertian fiqh siyasah ( siyasah
syar’iyyah )
2. Dapat mengetahui hubungan antara ilmu fiqh dan
fiqh siyasah
3. Dapat mengetahui manfaat
mempelajari fiqh siyasah dan memahami istilah – istilah
yang
berhubungan dengan pemerintahan islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Fiqh Siyasah
Fiqh Siyasah terdiri dari dua kata
berbahasa Arab fikih atau fiqh dan siyasah. Agar diperoleh pemahaman yang pas
apa yang dimaksud dengan Fiqh Siyasah, maka perlu dijelaskan pengertian masing
– masing kata dari segi bahasa dan istilah.
Secara etimologis ( bahasa ) fiqh adalah
keterangan-keterangan tentang pengertian atau paham dari maksud ucapan Si
pembicara, atau pemahaman yang mendalam terhadap maksud - maksud perkataan dan
perbuatan. Secara terminologis (
istilah ), menurut ulama – ulama syara,
fiqh adalah pengetahuan tentang hukum – hukum yang sesuai dengan syara mengenai
amal perbuatan yang diperoleh dari dalil yang tafshil (terinci, yakni
dalil-dalil atau hukum-hukum khusus yang diambil dari dasar – dasarnya dan
sunah). Jadi fiqh adalah pengetahuan mengenai hukum agama islam yang bersumber
dari al quran dan sunah yang disusun oleh mujtahid dengan jalan penalaran dan
ijtihad.
Kata siyasat bersal dari kata sasa. Kata ini dalam kamus Al Munjid dan Lisan Al – Arab berarti mengatur,
mengurus dan memerintah. Jadi siyasah menurut bahasa mengandung beberapa arti,
yaitu mengatur, mengurus, memerintah, memipin, membuat kebijaksanan, pemerintahan
dan politik. Secara terminologis dalam Lisan Al Arab siyasat adalah
mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara yang membawa kepada kemaslahatan.
Dari uraian tentang pengertian istilah fiqh dan siyasat dari segi etimologis
dan terminologis dapat disimpulkan bahwa pengertian Fiqh Siyasah atau Fiqh
Syar’iyah ialah “ilmu yang mempelajari hal – ihwal seluk – beluk pengatur
urusan umat dan negara dengan segala bentuk hukum, pengaturan dan kebijaksanaan yang dibuat oleh
pemegang kekuasan yang sejalan dengan dasar – dasar ajaran syariat untuk
mewujudkan kemaslahatan umat.”
2.2 Hubungan
antara Ilmu fiqh dan Fiqh Siyasah
Hubungan antara Ilmu fiqh dan Fiqh Siyasah dalam
system hukum islam adalah hukum – hukum islam yang digalih dari sumber yang
sama dan ditetapkan untuk mewujudkan kemaslahatan. Kemudian hubungan keduanya
dari sisi lain, Fiqh Siyasah dipandang sebagai bagian dari fiqh atau dalam
kategori fiqh. Bedanya terletak pada pembuatanya. Fiqh ditetapkan oleh
mujtahid. Sedangkan Siyasah Syar’iyah ditetapkan oleh pemegang kekuasan.
2.3 Manfaat
Fiqh Siyasah
Manfaat siyasah adalah:
1) mengatur
peraturan dan perundang-undangan Negara sebagai pedoman dan landasan idiil
dalam mewujudkan kemashalatan umat,
2)
pengorganisasian dan pengaturan untuk mewujudkan kemaslahatan, dan
3) mengatur
hubungan antara pengusaha dan rakyat serta hak dan kewajiban masing-masing
dalam usaha mencapai tujuan Negara.
2.4 Konsep-Konsep yang Berhubungan dengan
Pemerintahan Islam :
2.4.1. a. KHILAFAH
Secara
umum seseorang yang menggantikan orang lain sebagai penggantinya, menurut
istilah khilafah adalah sebutan untuk masa pemerintahan khalifah dan sebutan
seperti khilafah Abu bakar, Umar bin Khattab dan seterusnya untuk melaksanakan
wewenang yang di amanahkan.
b. KHALIFAH
Secara istilah pemimpin yang mengganti
nabi dalam tanggung jawab umum terhadap pengikut agama ini untuk membuat
manusia tetap mengikuti undang-undang yang mempersamakan seluruh umat islam di
depan kebenaran sebagai khalifah Rasul dalam memelihara agama dan mengatur
dunia. Jadi, khalifah tidak bisa diartikan wakil melainkan pengganti /
penguasa.
2.4.2. a.
IMAMAH
Secara umum
keimanan,kepemimpinan, dan pemerintahan. Menurut istilah seseorang atau
kelompok orang yang melaksanakn wewenag dalam hal mengurus kepentingan
masyarakat atau istilah lain kepemimpinan menyeliruh yang berkaitan dengan
urusan keagamaan dan urusan dunia sebagai pengganti fungsi Rasulullah.
Pendefinisian
khilafah dan imamah lebih panjang oleh kepemimpinan Khulafaur Rosyidin. Hukum
islam tidak mengenal pemisahan antara agama dan politik Negara. Negara
didasarkan pada prinsijp yang mengakui “kedaulatan tuhan”. Dan Nabi Muhammad
SAW sebagai “wakil tuhan”. Dan menerapkan musyawarah sertra kedaulatan yang
sesungguhnya berda pada Tuhan.
b. IMAM
Sebutan
gelar yang paralel dengan khalifah dalam sejarah pemerintahan islam, adalah
imam. Kata imam berarti ”pemimpin, atau contoh yang harus diikuti atau mendahului,
memimpin. Kedudukan imam sama dengan khalifah, yaitu pengganti rasul sebagai
pemelihara agama dan penanggung jawab urusan umat. Secara istilah imam adalah ”
seorang yang memegang jabatan umum dalam urusan agam dan urusan dunia
sekaligus.
2.4.3. a. IMARAH
Imarah
berasal dari kata “amr” yang artinya perintah persoalan, urusan atau dapat pula
dipahami sebagai kekuasaan. Sementara itu imarat sebutan untuk jabatan amir
dalam suatu Negara kecil yang berdaulat untuk melaksanakan pemerintahan oleh
seorang amir. Istilah khilafah dan imamah lebih populer pemakaiannya dalam
berbagai literatur ulama fiqh daripada
istilah imarah.
b. AMIR
Menurut
istilah syara, amir adalah pejabat pemerintahan yang diangkat untuk mengatur
dan memelihara salah satu urusan kaum muslimin. Ketika Rasulullah SAW masih
berada di tengah umat islam’ istilah amir di gunakan untuk nama beberapa
jabatan yang mengurusi suatu urusan.
Umar
bin khattab pernah berkata: “ Tidak ada arti islam tanpa jamah, tidak ada arti
jamaah tanpa amir (pemimpin).
Dalam
arti lain amir adalah orang yang memerintah orang yang menangani persoalan,
orang yang mengurus atau penguasa.
Konsep
amir justru dapat di pahami lebih umum dalam seluruh pola kepemimpinan.
Termasuk penguasa politik pemerintahan, pemimmpin organisasi dan perkumpulan
dan sebagainya. Dalam proses pemilihannya pun, lebih banyak melibatkan unsur
sosial kemasyarakatan, ketimbang doktrin. Dengan kata lain, legalisasi seorang
amir ditentukan oleh kepercayaan orang banyak terhadap seseorang.
2.4.1. Ahlul Halli Wal Aqdi
Dapat diartikan bahwa orang-orang yang mempunyai wewenang untuk melonggarkan
dan mengikat atau sekelompok orang yang memilih imam atau kepala Negara atau
orang-orang yang mempunyai wewenang.Biasanya istilah ini dirumuskan oleh ulama
fiqih untuk sebutan bagi orang-orang yang berhak sebagai wakil umat untuk
menyuarakan hati nurani mereka.
Paradigma pemikiran ulama fiqih merumuskan istilah Ahlul Halli Wal aqdi
didasarkan pada system pemilihan empat khalifah pertama yang dilaksanakan oleh
para tokoh sahabat yanag mewakili dua golongan yaitu Anshor dan Muhajirin.
Bertolak dari uraian diatas
dapat dikatakan bahwa Ahlul Halli wal Aqdi merupakan suatu lembaga pilihan.
Kecenderungan umat islam generasi pertama dalam sejarah secara tidak langsung
atau melalui perwakilan.
Dengan demikian Ahlul Halli
wal Aqdi terdiri dari berbagai kelompok sasial yang memiliki profesi dan
keahlian yang berbeda namun hal ini bukan hal prinsip, melainkan persoalan
tekhnis dan temporer yang dapat berubah sesuai dengan tuntutan situasi dan
kebutuhan masyarakat.
2.4.2. a BAI’AT
Istilah
bai’at berasal dari kata ba’a yamg berarti “menjual”. Bai’at mengandung makna
perjanjian, janji setia atau saling berjanji dan setia. Dalam pelaksanaan
bai’at selalu melibatkan dua pihak secara suka rela. Secar bahasa ialah
berjabat tangan atas terjadinya jual beli dan untuk berjanji setia dan taat
Maka bai’at secara istilah
adalah ungkapan perjanjian antara dua pihak yang seakan-akan salah satu pihak
menjual apa yang di milikinya.
Dengan demikian beberapa
konsep yang berhubungan dengan pemerintahan islam diatas, dapatlah ditarik
beberapa pengertian, Pertama konsep khilafah lebih bersifat umum, artinya
sebagai sebuah konsep, imamah dan imarah tercakup di dalamnya. Kedua
masing-masing konsep dapat dipahami dengan pendekayan karakteristik dan
berbede-beda khilafah lebih bersifat teologis dan sosiologis sekaligus.
Imamah murni bersifat teologis,
sementara itu imarah murni bersifat sosiologis .
b. MAJLIS SYURO’
Permusyawaratan, hal yang bermusyawarah atau konsultasi. Majlis Syura berarti majelis
permusyawaratan atau badan legislatif. Istilah syura berasal dari kata kerja syaawara-yusyawiru
yang berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan dan mengambil
sesuatu.
Bentuk-bentuk lain yang berasal dari kata kerja syaawara
adalah asyara (memberi isyarat), tasyawara (berunding, saling
bertukar pendapat), syawir (meminta pendapat, musyawarah), dan mustasyir
(meminta pendapat orang lain). Syura
atau musyawarah
adalah saling menjelaskan dan merundingkan atau saling
meminta dan menukar pendapat mengenai suatu perkara. Pengertian seperti ini terdapat pada
tiga tempat di dalam Alquran. Pertama dalam
surat al-Baqarah ayat 233 yang artinya: ‘’Apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak
ada dosa atas keduanya.’ Menyapih anak sebelum mencapai usia dua tahun boleh
apabila didasarkan pada kerelaan dan permusyawaratan antara suami - istri.
Kedua dalam surat Asy-Sura ayat 38: ‘Dan (bagi)
orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan TuhanNya dan mendirikan shalat,
sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah (syura) antara mereka dan
mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka.’’ Ayat
ini mengandung pujian atas orang-orang yang menerima seruan Allah SWT yang
dibawa Nabi Muhammad SAW, mendirikan shalat dengan baik dan benar,
memusyawarahkan segala urusan mereka, dan menafkahkan sebagian dari rizki yang
mereka peroleh. Bermusyawarah merupakan sifat terpuji bagi orang yang
melaksanakannya dan akan memperoleh nikmat dari sisi Allah SWT, karena hal itu
bernilai ibadah.
Ketiga, dalam surat Ali ‘Imran ayat 159 yang
artinya, ‘’Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kami bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun
bagi mereka dan bermusyawarahlah (syawir) dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkal kepadaNya. Ayat
ini merupakan perintah untuk melaksanakan musyawarah dengan para sahabatnya dan
perintah yang mensyariatkan musyawarah. Bermusyawarah merupakan ungkapan hati
yang lemah lembut dan sifat terpuji orang yang melaksanakannya.
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Tabari dalam menafsirkan ayat di atas
menyatakan, sesungguhnya Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad SAW untuk
bermusyawarah dengan umatnya tentang urusan yang akan dijalankan supaya mereka
tahu hakikat urusan tersebut dan agar mereka mengikuti jejaknya. Namun
kewajiban melaksanakan kewajiban musyawarah bukan hanya dibebankan kepada Nabi
SAW, melainkan juga kepada tiap orang mukmin, sekalipun ayat tersebut ditujukan
kepada Nabi Muhammad SAW.
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat terlihat bahwa dalam berpolitik ada tata cara
dan bernuansa Islam. Serta juga bukan hanya masalah Ubudiyah dan Ilahiyah saja
yang dibahas. Melainkan segala masalah yang menyangkut aspek yang berkenan
dengan kemanusian dan kemaslahatan umat.
Kajian Politik Islam sangatlah sempurna dan merupakan hal yang sangat di
harapkan untuk di praktekkan. Diantara kajian Fiqh Siyasah (Politik Islam) ada
beberapa bagian yang mengatur masalah dalam negeri, luar negeri, keuangan
negara, serta keadaan perang atau darurat dalam negara.
DAFTAR PUSTAKA
1. A. Djazuli, MA.
Prof. H. 2003. Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam
Rambu-rambu Syari’ah. Bandung: Prenada Media.
2. Pulungan, MA. Dr. J.
Suyuthi. 2002. Fiqh Siyasah: Ajaran Sejarah Dan Pemikiran. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
3. http://infokito.net/index.php/Ensiklopedia-SYURA
0 komentar:
Posting Komentar