KUJANG

KUJANG

Selasa, 07 April 2015

Kumpulan bahan kuliah

Kumpulan bahan kuliah

Metodologi Penelitian

DAFTAR ISI

Modul 1:
PENGANTAR:
APAKAH PENELITIAN
ITU?

Modul 2:
RAGAM PENELITIAN

Modul 3:
UNSUR-UNSUR
PROPOSAL PENELITIAN

Modul 4:
PERUMUSAN

PERMASALAHAN


Modul 5:
PENULISAN
TINJAUAN PUSTAKA



1 Modul 1:

APAKAH PENELITIAN ITU?


Kata penelitian atau riset dipergunakan dalam pembicaraan sehari-hari untuk melingkup spektrum arti yang luas, yang dapat membuat bingung mahasiswa—terutama mahasiswa pascasarjana—yang harus mempelajari arti kata tersebut dengan tanda-tanda atau petunjuk yang jelas untuk membedakan yang satu dengan yang lain. Dapat saja, sesuatu yang dulunya dikenali sebagai penelitian ternyata bukan, dan beberapa konsep yang salah tentunya harus dibuang dan diganti konsep yang benar.
Pada dasarnya, manusia selalu ingin tahu dan ini mendorong manusia untuk bertanya dan mencari jawaban atas pertanyaan itu. Salah satu cara untuk mencari jawaban adalah dengan mengadakan penelitian. Cara lain yang lebih mudah, tentunya, adalah dengan bertanya pada seseorang atau “bertanya” pada buku—tapi kita tidak selalu dapat mendapat jawaban, atau kita mungkin mendapatkan jawaban tapi tidak meyakinkan.
Pengertian penelitian sering dicampuradukkan dengan: pengumpulan data atau informasi, studi pustaka, kajian dokumentasi, penulisan makalah, perubahan kecil pada suatu produk, dan sebagainya. Kata penelitian atau riset sering dikonotasikan dengan bekerja secara eksklusif menyendiri di laboratorium, di perpustakaan, dan lepas dari kehidupan sehari-hari.
Menjadi tujuan bab ini untuk menjelaskan pengertian penelitian dan membedakannya dengan hal-hal yang bukan penelitian. Pengertian penelitian yang disarankan oleh Leedy (1997: 3) sebagai berikut: Penelitian (riset) adalah proses yang sistematis meliputi pengumpulan dan analisis informasi (data) dalam rangka meningkatkan pengertian kita tentang fenomena yang kita minati atau menjadi perhatian kita.
Mirip dengan pengertian di atas, Dane (1990: 4) menyarankan definisi sebagai berikut: Penelitian merupakan proses kritis untuk mengajukan pertanyaan dan berupaya untuk menjawab pertanyaan tentang fakta dunia. Seperti disebutkan di atas, mungkin di masa lalu, kita mendapatkan banyak konsep (pengertian) tentang penelitian, yang sebagian daripadanya merupakan konsep yang salah. Untuk memperjelas hal tersebut, di bawah ini dikaji pengertian yang “salah” tentang penelitian (menurut kita—kaum akademisi).

Pengertian yang salah tentang Penelitian
Secara umum, berdasar konsep-konsep yang “salah” tentang penelitian, maka perlu digarisbawahi empat pengertian sebagai berikut:
(1)  Penelitian bukan hanya mengumpulkan informasi (data)
(2)  Penelitian bukan hanya memindahkan fakta dari suatu tempat ke tempat lain
(3)  Penelitian bukan hanya membongkar-bongkar mencari informasi
(4)  Penelitian bukan suatu kata besar untuk menarik perhatian.

Lebih lanjut kesalahan pengertian tersebut dijelaskan di bawah ini.
1.    Penelitian bukan hanya mengumpulkan informasi (data)
Pernah suatu ketika, seorang mahasiswa mengajukan usul (proposal) penelitian untuk “meneliti” sudut kemiringan sebuah menara pemancar TV di kotanya. Ia mengusulkan untuk menggunakan peralatan canggih dari bidang keteknikan untuk mengukur kemiringan menara tersebut. Meskipun peralatannya canggih, tetapi yang ia lakukan sebenarnya hanyalah suatu survei (pengumpulan data/informasi) saja, yaitu mengukur kemiringan menara tersebut, dan survei itu bukan penelitian (tapi bagian dari suatu penelitian). Para siswa suatu SD kelas 4 diajak gurunya untuk melakukan “penelitian” di perpustakaan. Salah seorang siswa mempelajari tentang Columbus dari beberapa buku. Sewaktu pulang ke rumah, ia melapor kepada ibunya bahwa ia baru saja melakukan penelitian tentang Columbus. Sebenarnya, yang ia lakukan hanya sekedar mengumpulkan informasi, bukan penelitian. Mungkin gurunya bermaksud untuk mengajarkan keahlian mencari informasi dari pustaka (reference skills).

2.    Penelitian bukan hanya memindahkan fakta dari suatu tempat ke tempat lain
Seorang mahasiswa telah menyelesaikan sebuah makalah tugas “penelitian” tentang teknik -teknik pembangunan bangunan tinggi di Jakarta. Ia telah berhasil mengumpulkan banyak artikel dari suatu majalah konstruksi bangunan dan secara sistematis melaporkannya dalam makalahnya, dengan disertai teknik acuan yang benar. Ia mengira telah melakukan suatu penelitian dan menyusun makalah penelitian. Sebenarnya, yang ia lakukan hanyalah: mengumpulkan informasi/data, merakit kutipan-kutipan pustaka dengan teknik pengacuan yang benar. Untuk disebut sebagai penelitian, yang dikerjakannya kurang satu hal, yaitu: interpretasi data. Hal ini dapat dilakukan dengan cara antara lain menambahkan misalnya: “Fakta yang terkumpul menunjukkan indikasi bahwa faktor x dan y sangat mempengaruhi cara pembangunan bangunan tinggi di Jakarta”. Dengan demikian, ia bukan hanya memindahkan informasi/data/fakta dari artikel majalah ke makalahnya, tapi juga menganalis informasi/data/fakta sehingga ia mampu untuk menyusun interpretasi terhadap informasi/data/fakta yang terkumpul tersebut.

3.    Penelitian bukan hanya membongkar-bongkar mencari informasi
Seorang Menteri menyuruh stafnya untuk memilihkan empat buah kotamadya (di wilayah Indonesia bagian timur) yang memenuhi beberapa kriteria untuk diberi bantuan pembangunan prasarana dasar perkotaan. Stafnya tersebut berpikir bahwa ia harus melakukan “penelitian”. Ia kemudian pergi ke Kantor Statistik, membongkar arsip/dokumen statistik kotamadya -kotamadya yang ada di wilayah IBT tersebut. Dengan membandingkan data statistik yang terkumpul dengan kriteria yang diberi oleh Menteri, ia berhasil memilih empat kotamadya yang paling memenuhi kriteria-kriteria tersebut. Staf tersebut melaporkan hasil “penelitiannya” ke Menteri. Sebenarnya yang dilakukan oleh staf tersebut hanyalah mencari data (data searching, rummaging) dan mencocokknnya (matching) dengan kriteria , dan itu bukan penelitian.



4.     Penelitian bukan suatu kata besar untuk menarik perhatian
Kata “…penelitian” sering dipakai oleh surat kabar, majalah populer, dan iklan untuk menarik perhatian (“mendramatisir”). Misalnya, berita di surat kabar: “Presiden akan melakukan penelitian terhadap Pangdam yang ingin ‘mreteli’ kekuasaan Presiden”. Contoh lain: berita “Semua anggota DPRD tidak perlu lagi menjalani penelitian khusus (litsus)”. Contoh lain lagi: “Produk ini merupakan hasil penelitian bertahun-tahun” (padahal hanya dirubah sedikit formulanya dan namanya diganti agar konsumen tidak bosan).

Pengertian yang benar tentang Penelitian dan Karakteristik Proses Penelitian
Pengertian yang benar tentang penelitian sebagai berikut, menurut Leedy (1997: 5): Penelitian adalah suatu proses untuk mencapai (secara sistematis dan didukung oleh data) jawaban terhadap suatu pertanyaan, penyelesaian terhadap permasalahan, atau pemahaman yang dalam terhadap suatu fenomena.
Proses tersebut, yang sering disebut sebagai metodologi penelitian, mempunyai delapan macam karakteristik:
1)    Penelitian dimulai dengan suatu pertanyaan atau permasalahan.
2)    Penelitian memerlukan pernyataan yang jelas tentang tujuan.
3)    Penelitian mengikuti rancangan prosedur yang spesifik.
4)    Penelitian biasanya membagi permasalahan utama menjadi sub-sub masalah yang lebih dapat dikelola.
5)    Penelitian diarahkan oleh permasalahan, pertanyaan, atau hipotesis penelitian yang spesifik.
6)    Penelitian menerima asumsi kritis tertentu.
7)    Penelitian memerlukan pengumpulan dan interpretasi data dalam upaya untuk mengatasi permasalahan yang mengawali penelitian.
8)    Penelitian adalah, secara alamiahnya, berputar secara siklus; atau lebih tepatnya,

seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Macam Tujuan Penelitian
Seperti dijelaskan di atas, penelitian berkaitan dengan pertanyaan atau keinginan tahu manusia (yang tidak ada hentinya) dan upaya (terus menerus) untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dengan demikian, tujuan terujung suatu penelitian adalah untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan menemukan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan penelitian tersebut. Tujuan dapat beranak cabang yang me ndorong penelitian lebih lanjut. Tidak satu orangpun mampu mengajukan semua pertanyaan, dan demikian pula tak seorangpun sanggup menemukan semua jawaban bahkan hanya untuk satu pertanyaan saja. Maka, kita perlu membatasi upaya kita dengan cara membatasi tujuan penelitian. Terdapat bermacam tujuan penelitian, dipandang dari usaha untuk membatasi ini, yaitu:
1)    eksplorasi (exploration)
2)    deskripsi (description)
3)    prediksi (prediction)
4)    eksplanasi (explanation) dan
5)    aksi (action).
Penjelasan untuk tiap macam tujuan diberikan di bawah ini. Tapi perlu kita ingat bahwa penentuan tujuan, salah satunya, dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengethaun yang terkait dengan permasalahan yang kita hadapi (“state of the art”). Misal, bila masih “samarsamar”, maka kita perlu bertujuan untuk menjelajahi (eksplorasi) dulu. Bila sudah pernah dijelajahi dengan cukup, maka kita coba terangkan (deskripsikan) lebih lanjut.



1.    Eksplorasi
Seperti disebutkan di atas, bila kita ingin menjelajahi (mengeksplorasi) suatu topik (permasalahan), atau untuk mulai memahami suatu topik, maka kita lakukan penelitian eksplorasi. Penelitian esplorasi (menjelajah) berkaitan dengan upaya untuk menentukan apakah suatu fenomena ada atau tidak. Penelitian yang mempunyai tujuan seperti ini dip akai untuk menjawab bentuk pertanyaan “Apakah X ada/terjadi?”. Contoh penelitian sederhana (dalam ilmu sosial): Apakah laki-laki atau wanita mempunyai kcenderungan duduk di bagian depan kelas atau tidak? Bila salah satu pihak atau keduanya mempunyai kecend erungan itu, maka kita mendapati suatu fenomena (yang mendorong penelitian lebih lanjut). Penelitian eksplorasi dapat juga sangat kompleks. Umumnya, peneliti memilih tujuan eksplorasi karena tuga macam maksud, yaitu: (a) memuaskan keingintahuan awal dan nantinya ingin lebih memahami, (b) menguji kelayakan dalam melakukan penelitian/studi yang lebih mendalam nantinya, dan (c) mengembangkan metode yang akan dipakai dalam penelitian yang lebih mendalam. Hasil penelitian eksplorasi, karena merupakan penelitian penjelajahan, maka sering dianggap tidak memuaskan. Kekurang-puasan terhadap hasil penelitian ini umumnya terkait dengan masalah sampling (representativeness)—menurut Babbie 1989: 80. Tapi perlu kita sadari bahwa penjelajahan memang berarti “pembukaan jalan”, sehingga setelah “pintu terbuka lebar-lebar” maka diperlukan penelitian yang lebih mendalam dan terfokus pada sebagian dari “ruang di balik pintu yang telah terbuka” tadi.


2.     Deskripsi
Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengkajian fenomena secara lebih rinci atau membedakannya dengan fenomena yang lain. Sebagai contoh, meneruskan contoh pada bahasan penelitian eksplorasi di atas, yaitu misal: ternyata wanita lebih cenderung duduk di bagian depan kelas daripada laki-laki, maka penelitian lebih lanjut untuk lebih memerinci: misalnya, apa batas atau pengertian yang lebih tegas tentang “bagian depan kelas”? Apakah duduk di muka tersebut berkaitan dengan macam mata pelajaran? tingkat kemenarikan guru yang mengajar? ukuran kelas? Penelitian deskriptif menangkap ciri khas suatu obyek, seseorang, atau suatu kejadian pada waktu data dikumpulkan, dan ciri khas tersebut mungkin berubah dengan perkembangan waktu. Tapi hal ini bukan berarti hasil penelitian waktu lalu tidak berguna, dari hasil-hasil tersebut kita dapat melihat perkembangan perubahan suatu fenomena dari masa ke masa.

3.    Prediksi
Penelitian prediksi berupaya mengidentifikasi hubungan (keterkaitan) yang memungkinkan kita berspekulasi (menghitung) tentang sesuatu hal (X) dengan mengetahui (berdasar) hal yang lain (Y). Prediksi sering kita pakai sehari-hari, misalnya dalam menerima mahasiswa baru, kita gunakan skor minimal tertentu—yang artinya dengan skor tersebut, mahasiswa mempunyai kemungkinan besar untuk berhasil dalam studinya (prediksi hubungan antara skor ujian masuk dengan tingkat keberhasilan studi nantinya).

4.    Eksplanasi
Penelitian eksplanasi mengkaji hubungan sebab-akibat diantara dua fenomena atau lebih. Penelitian seperti ini dipakai untuk menentukan apakah suatu eksplanasi (keterkaitan sebab-akibat) valid atau tidak, atau menentukan mana yang lebih valid diantara dua (atau lebih) eksplanasi yang saling bersaing. Penelitian eksplanasi (menerangkan) juga dapat bertujuan menjelaskan, misalnya, “mengapa” suatu kota tipe tertentu mempunyai tingkat kejahatan lebih tinggi dari kota-kota tipe lainnya. Catatan: dalam penelitian deskriptif hanya dijelaskan bahwa tingkat kejahatan di kota tipe tersebut berbeda dengan di kota-kota tipe lainnya, tapi tidak dijelaskan “mengapa” (hubungan sebab-akibat) hal tersebut terjadi.

5.    Aksi
Penelitian aksi (tindakan) dapat meneruskan salah satu tujuan di atas dengan penetapan persyaratan untuk menemukan solusi dengan bertindak sesuatu. Penelitian ini umumnya dilakukan dengan eksperimen tidakan dan mengamati hasilnya; berdasar hasil tersebut disusun persyaratan solusi. Misal, diketahui fenomena bahwa meskipun suhu udara luar sudah lebih dingin dari suhu ruang, orang tetap memakai AC (tidak mematikannya). Dalam eksperimen penelitian tindakan dibuat berbagai alat bantu mengingatkan orang bahwa udara luar sudah lebih dingin dari udara dalam. Ternyata dari beberapa alat bantu, ada satu yang paling dapat diterima. Dari temuan itu disusun persyaratan solusi terhadap fenomena di atas.


Hubungan Penelitian dengan Perancangan
Hasil penelitian, antara lain berupa teori, disumbangkan ke khazanah ilmu pengetahuan, sedangkan ilmu yang ada di khazanah tersebut dimanfaatkan oleh para perancang/perencana/pengembang untuk melakukan kegiatan dalam bidang keahliannya.
Menurut Zeisel (1981), perancangan mempunyai tiga langkah utama, yaitu: imaging, presenting dan testing, sedangkan imaging dilakukan berdasar empirical knowledge. Perancangan/perencanaan/pengembangan, selain menggunakan pengetahuan dari khazanah ilmu pengetahuan, juga mempertimbangkan hal-hal lain, seperti estetika, perhitungan ekonomis, dan kadang pertimbangan politis, dan lain-lain. Terhadap hasil perencanaan/perancangan/pengembangan juga dapat dilakukan penelitian evaluasi yang hasilnya juga akan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan.


2Modul 2:
RAGAM PENELITIAN

Penelitian itu bermacam-macam ragamnya. Dalam bab “Pengantar: Apakah Penelitian Itu?” telah dibahas macam penelitian dilihat dari macam tujuannya, maka dalam bab ini ragam (variasi) penelitian dilihat dari:
1)    macam bidang ilmu
2)    macam pembentukan ilmu
3)    macam bentuk data
4)    macam paradigma keilmuan yang dianut
5)    macam strategi (esensi alamiah data, proses pengumpulan dan pengolahan data)
6)    lain-lain.

Selain itu, sebetulnya masih banyak ragam penelitian dilihat dari segi lainnya, tapi dalam bab
ini tidak akan dibahas—karena tidak berkaitan dengan program studi kuliah ini.

Ragam Penelitian menurut Bidang Ilmu
Secara umum, ilmu-ilmu dapat dibedakan antara ilmu-ilmu dasar dan ilmu-ilmu terapan. Termasuk kelompok ilmu dasar, antara lain ilmu-ilmu yang dikembangkan di fakultas-fakultas MIPA (Mathematika, Fisika, Kimia, Geofosika), Biologi, dan Geografi.
Kelompok ilmu terapan meliputi antara lain: ilmu-ilmu teknik, ilmu kedokteran, ilmu teknologi pertanian. Ilmu-ilmu dasar dikembangkan lewat penelitian yang biasa disebut sebagai “penelitian dasar” (basic research), sedangkan penelitian terapan (applied research) menghasilkan ilmu-ilmu terapan. Penelitian terapan (misalnya di bidang fisika bangunan) dilakukan dengan memanfaatkan ilmu dasar (misal: fisika). Oleh para perancang teknik, misalnya, ilmu terapan dan ilmu dasar dimanfaatkan untuk membuat rancangan keteknikan (misal: rancangan bangunan). Tentu saja, dalam merancang, para ahli teknik bangunan tersebut juga mempertimbangkan hal-hal lain, misalnya: keindahan, biaya, dan sentuhan budaya. Catatan: Suriasumantri (1978: 29) menamakan penelitian dasar tersebut di atas sebagai “penelitian murni” (penelitian yang berkaitan dengan “ilmu murni”, contohnya: Fisika teori).
Pada perkembangan keilmuan terbaru, sering sulit menngkatagorikan ilmu dasar dibedakan dengan ilmu terapan hanya dilihat dari fakultasnya saja. Misal, di Fakultas Biologi dikembangkan ilmu biologi teknik (biotek), yang mempunyai ciri-ciri ilmu terapan karena sangat dekat dengan penerapan ilmunya ke praktek nyata (perancangan produk). Demikian juga, dulu Ilmu Farmasi dikatagorikan sebagai ilmu dasar, tapi kini dimasukkan sebagai ilmu terapan karena dekat dengan terapannya di bidang industri. Karena makin banyaknya hal-hal yang masuk pertimbangan ke proses perancangan/perencanaan, selain ilmu-ilmu dasar dan terapan, produk-produk perancangan/perencanaan dapat menjadi obyek penelitian. Penelitian seperti ini disebut sebagai penelitian evaluasi (evaluation research) karena mengkaji dan mengevaluasi produk-produk tersebut untuk menggali pengetahuan/teori “yang tidak terasa” melekat pada produk-produk tersebut (selain ilmu-ilmu dasar dan terapan yang sudah ada sebelumnya).
Bila tidak melihat apakah penelitian dasar atau terapan, maka macam penelitian menurut bidang ilmu dapat dibedakan langsung sesuai macam ilmu. Contoh: penelitian pendidikan, penelitian keteknikan, penelitian ruang angkasa, pertanian, perbankan, kedokteran, keolahragaan, dan sebagainya (Arikunto, 1998: 11).


Ragam Penelitian menurut Pembentukan Ilmu
Ilmu dapat dibentuk lewat penelitian induktif atau penelitian deduktif. Diterangkan secara sederhana, penelitian induktif adalah penelitian yang menghasilkan teori atau hipotesis, sedangkan penelitian deduktif merupakan penelitian yang menguji (mengetes) teori atau hipotesis (Buckley dkk., 1976: 21). Penelitian deduktif diarahkan oleh hipotesis yang kemudian teruji atau tidak teruji selama proses penelitian. Penelitian induktif diarahkan oleh keingintahuan ilmiah dan upaya peneliti dikonsentrasikan pada prosedur pencarian dan analisis data (Buckley dkk., 1976: 23). Setelah suatu teori lebih mantap (dengan penelitian deduktif) manusia secara alamiah ingin tahu lebih banyak lagi atau lebih rinci, maka dilakukan lagi penelitian induktif, dan seterusnya beriterasi sehingga khazanah ilmu pengetahuan semakin bertambah lengkap. Secara lebih jelas, penelitian deduktif dilakukan berdasar logika deduktif, dan penelitian induktif dilaksanakan berdasar penalaran induktif (Leedy, 1997: 94-95). Logika deduktif dimulai dengan premis mayor (teori umum); dan berdasar premis mayor dilakukan pengujian terhadap sesuatu (premis minor) yang diduga mengikuti premis mayor tersebut. Misal, dulu kala terdapat premis mayor bahwa bumi berbentuk datar, maka premis minornya misalnya adalah bila kita berlayar terus menerus ke arah barat atau timur maka akan sampai pada tepi bumi. Kelemahan dari logika deduktif adalah bila premis mayornya keliru.
Kebalikan dari logika deduktif adalah penalaran induktif. Penalaran induktif dimulai dari observasi empiris (lapangan) yang menghasilkan banyak data (premis minor). Dari banyak data tersebut dicoba dicari makna yang sama (premis mayor)—yang merupakan teori sementara (hipotesis), yang perlu diuji dengan logika deduktif.

Ragam Penelitian menurut Bentuk data (kuantitatif atau kualitatif)
Macam penelitian dapat pula dibedakan dari “bentuk” datanya, dalam arti data berupa data kuantitatif atau data kualitatif. Data kuantitatif diartikan sebagai data yang berupa angka yang dapat diolah dengan matematika atau statistik, sedangkan data kualitatif adalah sebaliknya (yaitu: datanya bukan berupa angka yang dapat diolah dengan matematika atau statistik). Meskipun demikian, kadang dilakukan upaya kuantifikasi terhadap data kualitatif menjadi data kuantitatif. Misal, persepsi dapat diukur dengan membubuhkan angka dari 1 sampai 5.
Penelitian yang datanya berupa data kualitatif disebut penelitian kuantitatif. Dalam penelitian seperti itu, sering dipakai statistik atau pemodelan matematik. Sebaliknya, penelitian yang mengolah data kualitatif disebut sebagai penelitian kualitatif. Berkaitan dengan macam paradigma (positivisme, rasionalisme, fnomenologi) yang dibahas di bagian berikut, macam penelitian dapat dikombinasikan, misal: penelitian rasionalisme kuantitatif, penelitian rasionalisme kualitatif (misal: penelitian yang mengkait pola kota atau pola desain bangunan).


Ragam Penelitian menurut Paradigma Keilmuan
Menurut Muhajir (1990), terdapat tiga macam paradigma keilmuan yang berkaitan dengan penelitian, yaitu: (1) positivisme, (2) rasionalisme, dan (3) fenomenologi. Ketiga macam penelitian ini dapat dibedakan dalam beberapa sudut pandang (a) sumber kebenaran/teori, dan (2) teori yang dihasilkan dari penelitian. Dari sudut pandang sumber kebenaran, paradigma positivisme percaya bahwa kebenaran hanya bersumber dari empiri sensual, yaitu yang dapat ditangkap oleh pancaindera, sedangkan paradigma rasionalisme percaya bahwa sumber kebenaran tidak hanya empiri sensual, tapi juga empiri logik (pikiran: abstraksi, simplifikasi), dan empiri etik (idealisasi realitas). Paradigma fenomenologi menambah semua empiri yang dipercaya sebagai sumber kebenaran oleh rasionalisme dengan satu lagi yaitu empiri transcendental (keyakinan; atau yang berkaitan dengan Ke-Tuhan-an). Dari pandangan teori yang dihasilkan, penelitian dengan berbasis paradigma positivisme atau rasionalisme, keduanya menghasilkan sumbangan kepada khazanah ilmu nomotetik (prediksi dan hukum-hukum dari generalisasi). Di lain pihak, penelitian berbasis fenomenologi tidak berupaya membangun ilmu dari generalisasi, tapi ilmu idiografik (khusus berlaku untuk obyek yang diteliti). Sering ditanyakan manfaat dari ilmu yang berlaku local dibandingkan ilmu yang berlaku umum (general). Keduanya saling melengkapi, karena ilmu lokal menjelaskan kekhasan obyek dibandingkan yang umum. Misal, kini sedang berkembang ilmu tentang ASEAN (ASEAN studies). Manfaat dari ilmu semacam ini dapat dicontohkan sebagai berikut: di negara barat, banyak orang ingin berdagang di ASEAN; agar berhasil baik, mereka perlu mempelajari tatacara/kebiasaan/kultur berdagang di ASEAN, maka mereka mempelajari ilmu lokal yang menjelaskan perbedaan tatacara perdagangan di kawasan tersebut dibanding tatacara perdagangan yang umum di dunia.
Untuk lebih menjelaskan perbedaan antar ketiga macam penelitian berbasis tiga macam paradigma yang berbeda tersebut, di bawah ini (lihat Tabel Ragam-1)satu per satu dibahas lebih lanjut, terutama dari (a) kerangka teori sebagai persiapan penelitian, (b) kedudukan obyek dengan lingkungannya, (c) hubungan obyek dan peneliti, dan (d) generalisasi hasil—sumber: Muhadjir (1990).




Ragam Penelitian menurut Strategi (Opini, Empiris, Arsip, Logika internal)
Buckley dkk. (1976: 23) menjelaskan arti metodologi, strategi, domain, teknik, sebagai berikut:
1)    Metodologi merupakan kombinasi tertentu yang meliputi strategi, domain, dan teknik yang dipakai untuk mengembangkan teori (induksi) atau menguji teori (deduksi).
2)    Strategi terkait dengan sifat alamiah yang esensial dari data dan proses data tersebut dikumpulkan dan diolah.
3)    Domain berkaitan dengan sumber data dan lingkungannya.
4)    Teknik terkait dengan alat pengumpulan dan pengolahan data. Teknik dibedakan dua macam, yaitu:
a)    Teknik “formal” merupakan teknik yang diterapkan secara obyektif dan menggunakan data kuantitatif.
b)    Teknik “informal” merupakan teknik yang diterapkan secara subyektif dan menggunakan data kualitatif.

Secara lebih sederhana, dapat dikatakan bahwa strategi berkaitan dengan “cara” kita melakukan pengembangan atau pengujian teori. Berkaitan dengan strategi, ragam penelitian dapat dibedakan menjadi empat, yaitu penelitian: (1) opini, (2) empiris, (3) kearsipan, dan (4) analitis.
1.    Penelitian Opini
Bila peneliti mencari pandangan atau persepsi orang-orang terhadap suatu permasalahan, maka ia melakukan penelitian opini. Orang-orang tersebut dapat merupakan kelompok atau perorangan (jadi domain-nya dapat berupa kelompok atau individual). Terdapat banyak ragam metode/teknik yang dapat dipakai untuk penelitian opini perorangan, salah satunya yang populer dan formal adalah: metode penelitian survei (survey research)1. Selain itu, penjaringan persepsi perorangan yang informal dapat dilakukan dengan teknik wawancara. Untuk mengumpulkan opini kelompok, secara formal, dapat dipakai metode Delphi. Metode ini dilakukan terhadap kelompok pakar, untuk mengembangkan konsensus—atau tidak adanya konsensus—dengan menghindari pengaruh opini antar pakar2. Teknik informal untuk menggali opini kelompok dapat dilakukan antara lain dengan curah gagas (brainstorming)3. Cara ini dilakukan dengan (a) menfokuskan pada satu masalah yang jelas, (b) terima semua ide, tanpa disangkal, tanpa melihat layak atau tidak, dan (c) katagorikan ide-ide tersebut.

2.    Penelitian Empiris
Empiris terkait dengan observasi atau kejadian yang dialami sendiri oleh peneliti. Penelitian empiris dapat dibedakan dalam tiga macam bentuk, yaitu: studi kasus, studi lapangan, dan studi laboratorium. Ketiga macam penelitian ini dapat dibedakan dari dua sudut pandang, yaitu: (a) keberadaan rancangan eksperimen, dan (b) keberadaan kendali eksperimen—seperti terlihat pada tabel berikut:


Teknik observasi merupakan teknik yang dapat dipakai untuk ketiga macam penelitian empiris di atas. Selain itu, untuk studi lapangan dapat dipakai teknik studi waktu dan gerak (time and motion study), misal dibantu dengan peralatan kamera video, TV sirkuit rertutup, atau alat “penangkap” kejadian (sensor) dan perekam yang lain. Untuk studi laboratorium dapat dilakukan antara lain dengan simulasi (misal dengan komputer).

3.    Penelitian Kearsipan
“Arsip”, dalam hal ini, diartikan sebagai rekaman fakta yang disimpan. Kita bedakan tiga tipe arsip, yaitu: (1) primer, (2) sekunder, dan (3) fisik. Dua tipe yang pertama berkaitan dengan arsip tertulis, tape, dan bentuk -bentuk lain dokumentasi. Arsip primer adalah rekaman fakta langsung oleh perekamnya (misal: data perkantoran), sedangkan arsip sekunder merupakan hasil rekaman orang/pihak lain. Tipe ketiga, yaitu arsip fisik, dapat berupa batu candi, jejak kaki, dan sebagainya. Teknik informal dalam penelitian ini berupa antara lain: scanning dan observasi.
Teknik formal untuk arsip tertulis primer dapat dilakukan dengan metode analisis isi (content analysis). Terhadap arsip sekunder dapat dilakukan teknik sampling, sedangkan terhadap arsip fisik dapat dilakukan antara lain dengan pengukuran erosi dan akresi (untuk penelitian arkeologi).

4.    Penelitian Analitis
Terdapat problema penelitian yang tidak dapat dipecahkan dengan penelitian opini, empiris atau kearsipan. Penelitian tersebut perlu dipecahkan secara analitis, yaitu dilakukan dengan cara memecah problema menjadi sub-sub problema (atau variabel-variabel) dan dicari karakteristik tiap sub problema (variabel) dan keterkaitan antar sub problema (variabel). Penelitian analitis sangatmenggantungkan diri pada logika internal penelitinya, sehingga subyektivitas peneliti perlu dihindari. Untuk itu, penelitian analitis perlu mendasarkan diri pada filsafat atau logika. Terdapat berbagai teknik formal dalam penelitian analitis, antara lain: logika matematis, pemodelan matematis, dan teknik organisasi formal (flowcharting, analisis jaringan, strategi pengambilan keputusan, algoritma, heuristik). Catatan: Riset operasi merupakan pengembangan dari penelitian analitis. Teknik informal untuk penelitian analitis meliputi antara lain: skenario, dialektik, metode dikotomus, metode teralogis—lihat Buckley dkk. (1976: 27).

Ragam Penelitian menurut Lain-lain
Dalam literatur terdapat banyak ragam penelitian menurut berbagai sudut pandang, dan tidak semua ragam dapat dibahas disini. Pembahasan lain-lain hanya akan melihat ragam penelitian bersumber dari tiga pustaka, yaitu buku Arikunto (1998), Suryabrata (1983)4, dan Yin (1989)5.
1.    Ragam Penelitian menurut pendekatan—sumber: Arikunto (1998: 9-10)
a.     Penelitian dengan pendekatan longitudinal (satu obyek penelitian dilihat bergerak sejalan dengan waktu)
b.     Penelitian dengan pendekatan penampang-silang (cross-sectional—yaitu banyak obyek penelitian dilihat pada satu waktu yang sama).
2.    Ragam Penelitian—sumber: Suryabrata (1983: 15-64)
a.     Historis (membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif)
b.     Deskriptif (membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu)
c.     Perkembangan (menyelidiki pola dan urutan pertumbuhan dan/atau perubahan sebagai fungsi waktu)
d.     Kasus/Lapangan (mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu obyek)
e.     Korelasional (mengkaji tingkat keterkaitan antara variasi suatu faktor dengan variasi faktor lain berdasar koefisien korelasi)
f.      Eksperimental sungguhan (menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan melakukan kontrol/kendali)
g.     Eksperimental semu (mengkaji kemungkinan hubungan sebab akibat dalam keadaan yang tidak memungkinkan ada kontrol/kendali, tapi dapat diperoleh informasi pengganti bagi situasi dengan pengendalian)
h.     Kausal-komparatif (menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat, tapi tidak dengan jalan eksperimen—dilakukan denganpengamatan terhadap data dari faktor yang diduga menjadi penyebab, sebagai pembanding)
i.       Tindakan (mengembangkan ketrampilan baru atau pendekatan baru dan diterapkan langsung serta dikaji hasilnya).


Ragam Penelitian & Syarat penelitian
Melihat banyak ragam penelitian dari berbagai sudut pandang dan dari berbagai pendapat para penulis, maka kita perlu hati-hati dalam menyebut ragam penelitian kita, karena dengan istilah yang sama tapi orang lain mungkin menangkap artinya secara berbeda. Sering pula untuk satu pengertian yang sama tapi diberi istilah yang berbeda. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa penelitian perlu dilakukan dengan syarat:
1)    SISTEMATIK (menuruti prosedur tertentu, tidak ruwet), dan
2)    OBYEKTIF (tidak subyektif, dengan sampel yang cukup, dipublikasikan agar dapat dievaluasi oleh kelompok pakar bidangnya/ peer)

Catatan: syarat menjadi peneliti yang baik meliputi antara lain: mampu berpikir sistematis,
dan jujur.


3Modul 3:
UNSUR-UNSUR PROPOSAL PENELITIAN

Proposal atau usulan penelitian diperlukan untuk mengawali suatu kegiatan penelitian. Propsoal tersebut perlu dikaji atau dievaluasi oleh pembimbing penelitian atau evaluator dari pihak sponsor pemberi dana. Untuk memperlancar evaluasi atau kajian, proposal perlu mengikuti format tertentu dalam hal susunan isi, pengetikan, dan pengesahan (yang diminta oleh pembimbing atau evaluator). Dalam bab ini hanya format susunan isi yang dibahas, sedangkan untuk format pengetikan dan pengesahan silahkan mengacu pada pedoman yang berlaku.
Untuk membahas format susunan isi proposal penelitian, pertama dibahas unsure unsure proposal beserta keterkaitan antar unsur tersebut. Bahasan selanjutnya menyangkut tiap unsur, tetapi dibahas secara singkat dan dalam keterkaitannya dengan unsur –unsur lainnya. Bahasan yang lebih panjang lebar dan terfokus hanya pada unsur-unsur—yang dianggap terpenting—diberikan pada bab-bab tersendiri.

Unsur-unsur Isi Proposal dan Keterkaitannya
Secara umum, isi proposal penelitian meliputi.unsur-unsur sebagai berikut (menurut
pedoman penulisan tesis yang dikeluarkan oleh Program Pascasacrajan UGM, 1997):
1)    Judul
2)    Latar belakang & perumusan permasalahan (& keaslian penelitian, dan faedah yang dapat diharapkan)
3)    Tujuan dan Lingkup penelitian
4)    Tinjauan Pustaka
5)    Landasan Teori
6)    Hipotesis
7)    Cara penelitian
8)    Jadwal penelitian
9)    Daftar Pustaka
10) Lampiran



Keterkaitan antar unsur tersebut terlihat seperti pada gambar di bawah ini:


Dari gambar di atas terlihat bahwa ada tiga unsur yang menjadi “sentral” keterkaitan
unsur-unsur proposal, yaitu: (a) rumusan permasalahan, (b) tinjauan pustaka, dan (c) cara penelitian. Rumusan masalah berfungsi mengarahkan fokus penelitian, sedangkan tinjauan pustaka merupakan dialog dengan khazanah ilmu pengetahuan, dan cara (metode) penelitian menjadi cetak biru (rancangan) untuk pelaksanaan penelitian. Karena ketiga unsure ini menjadi sentral dari isi proposal penelitian, maka bahasan dimulai dari ketiga unusr tersebut. Bahasan di bawah ini bersifat singkat, sedangkan bahasan yang lebih panjang lebar diberikan dalam bab-bab tersendiri.

Judul, Latar belakang, dan Rumusan Permasalahan
Bagian pertama atau awal sebuah proposal dimulai dengan (1) judul, disusul dengan
(2) latar belakang, (3) rumusan masalah, (4) keaslian penelitian, dan (5) faedah atau manfaat penelitian.

Judul proposal penelitian
Judul merupakan gerbang pertama seseorang membaca sebuah proposal penelitian. karena merupakan gerbang pertama, maka judul proposal penelitian perlu dapat menarik minat orang lain untuk membaca. Judul perlu singkat tapi bermakna dan tentu saja harus jelas terkait dengan isinya. Judul karya ilmiah berbeda dengan judul novel atau semacamnya dalam hal kejelasan kaitannya dengan isi. Judul novel cenderung menarik minat pembaca dengan mencerminkan suatu “misteri” tentang isinya sehingga pembaca tergelitik ingin tahu isinya. Contoh judul novel: “Di Balik Kegelapan Malam”. Judul penelitian ilmiah biasanya tidak perlu dimulai dengan kata “Studi…”, “Penelitian…”, “Kajian..” dan sebagainya karena hal itu terlalu berlebihan. Demikian pula contohnya dalam dunia novel, tidak ada judul yang berbunyi “Novel tentang di balik kegelapan malam”. Judul sering berubah-ubah, makin singkat, dan makin tajam (sejalan dengan makin tajamnya rumusan permasalahan). Bila memang tidak dapat dipersingkat, meskipun tetap panjang, maka judul dapat dibuat bertingkat, yaitu judul utama, dan anak judul. Penghalusan atau perubahan judul juga perlu mempertimbangkan bahwa judul tersebut akan diakses (dicari) dengan komputer, sehingga pakailah kata atau istilah yang umum dalam bidang ilmunya.



Latar belakang
Dua pertanyaan perlu dijawab dalam rangka mengisi bagian latar belakang ini, yaitu: Mengapa kita memilih permasalahan ini? Apakah ada opini independen yang menunjang diperlukannya penelitian ini?
Untuk menjawab pertanyaan “mengapa kita memilih permasalahan ini?”, maka langkah pertama, kita perlu memilih bidang keilmuan yang kita ingin lakukan penelitiannya. Pemilihan bidang tersebut diteruskan ke sub-bidang dan seterusnya hingga sampai pada topik tertentu yang kita minati. Langkah kedua, kita perlu melakukan kajian terhadap pustaka berkaitan .kemajuan terakhir ilmu pengetahuan dalam topik tersebut—untuk mencari peluang pengembangan atau pemantapan teori. Minar maupun peluang tersebut seringkali didorong oleh isu nyata dan aktual—yang muncul di jurnal ilmiah terbaru atau artikel koran bermutu atau pidato penting dan aktual, atau direkomendasikan oleh penelitian sebelumnya.. Ini semua merupakan opini independen yang menunjang diperlukannya penelitian yang diusulkan tersebut.

Rumusan pe rmasalahan
Rumusan permasalahan perlu dituliskan secara singkat, jelas, mudah dipahami dan mudah dipertahankan. Rumusan yang tersamar terkandung dalam alinea tidak diharapkan karena memaksa pembaca untuk mencari sendiri dan menginterpretasikan sendiri bagianbagian dari alinea atau kalimat-kalaimat yang bersifat rumusan permasalahan. Tuliskanlah rumusan permasalahan sebagai kalimat terakhir dari bagian ini agar mudah dibaca (dan mudah dicari)—bahasan lebih panjang lebar tentang cara-cara merumuskan permasalahan termuat di bab tersendiri.

Keaslian penelitian
Dalam bagian ini, pada dasarnya, perlu kita tunjukkan (dengan dasar kajian pustaka) bahwa permasalahan yang akan kita teliti belum pernah diteliti sebelumnya. Tapi bila sudah pernah diteliti, maka perlu kita tunjukkan bahwa teori yang ada belum mantap dan perlu diuji kembali. Kondisi sebaliknya juga berlaku, yaitu bila permasalahan tersebut sudah pernah diteliti dan teori yang ada telah dianggap mantap, maka kita perlu mengganti permasalahan (dalam arti: mencari judul lain).

Faedah yang diharapkan
Dalam bagian ini perlu ditunjukkan manfaat atau faedah yang diharapkan dari penelitian ini untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan atau pembangunan negara. Manfaat bagi ilmu pengetahuan dapat berupa penemuan/pengembangan teori baru atau pemantapan teori yang telah ada. Bagi pembangunan negara, apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan langsung ke praktek nyata? atau bila tidak langsung, jalur atau batu-batu loncatannya apa saja?

Tujuan dan Lingkup Penelitian
Tujuan penelitian berkaitan dengan kedudukan permasalahan penelitian dalam khazanah ilmu pengetahuan (yang tercermin dalam tinjauan pustaka). Kedudukan permasalahan—dilihat dari pandangan tertentu—mempunyai lima macam kemungkinan, yaitu; ekplorasi (masih “meraba-raba”), deskripsi (menjelaskan lebih lanjut), eksplanasi (mengkonfirmasikan teori), prediksi (menjelaskan hubungan sebab-akibat), dan aksi (aplikasi ke tindakan). Pandangan yang lain (Castetter dan Heisler, 1984: 9) membedakan tujuan penelitian (purpose of study) menjadi sembilan, yaitu: 1) mengkaji (examine), mendeskripsikan (describe), atau menjelaskan (explain) suatu fenomena unik; 2) meluaskan generalisasi suatu temuan tertentu; 3) menguji validitas suatu teori; 4) menutup kesenjangan antar teori (penjelasan, explanasions) yang ada; 5) memberikan penjelasan terhadap bukti-bukti yang bertentangan; 6) memperbaiki metodologi yang keliru; 7) memperbaiki interpretasi yang keliru; 8) mengatasi kesulitan dalam praktek; 9) memperbarui informasi, mengembangkan bukti longitudinal (dari masa ke masa). Seringkali untuk mencapai tujuan memerlukan waktu yang “terlalu” lama atau memerlukan tenaga yang “terlalu” besar. Agar penelitian dapat dikelola dengan baik, maka perlu dilakukan pembatasan terhadap pencapaian tujuan. Pembatasan tersebut dilakukan dengan membatasi lingkup penelitian. Pernyataan batasan lingkup ini juga berfungsi untuk lebih mempertajam rumusan permasalahan.

Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka memuat uraian sistematis dan bersifat diskusi tentang hasil-hasil penelitian sebelumnya dan terkait serta ilmu pengetahuan mutakhir (berupa pustaka) yang terkait dengan permasalahan. Tinjauan pustaka berbeda dengan resensi pustaka. Resensi pustaka membahas pustaka satu demi satu, sedangkan tinjauan pustaka membahas pustaka-pustaka per topik (bukan per pustaka), dalam bentuk debat atau diskusi antar pustaka tentang suatu topik tertentu. Urutan topik diatur secara sitematis, dalam arti terdapat suatu kerangka yang jelas dalam merangkai topik-topik tersebut dalam suatu sistem.
Menurut Castetter dan Heisler (1984), tinjauan pustaka berfungsi: 1) untuk mempelajari sejarah permasalahan penelitian (sehingga dapat ditunjukkan bahwa permasalahan tersebut belum pernah diteliti atau bila sudah pernah, teori yang ada belum mantap); 2) untuk membantu pemilihan cara penelitian (dengan belajar dari pengalaman penelitian sebelumnya); 3) untuk memahami kerangka atau latar belakang teoritis dari permasalahan yang diteliti (hasil pemahaman tersebut dituliskan tersendiri sebagai “Landasan Teori”); 4) untuk memahami kelebihan atau kekurangan studi-studi terdahulu (tidak semua penelitian menghasilkan temuan yang mantap); 5) untuk menghindarkan duplikasi yang tidak perlu (hasil fungsi ini dituliskan sebagai “Keaslian penelitian”); 6) untuk memberi penalaran atau alasan pemilihan permasalahan (hasil fungsi ini dituliskan sebagai “latar belakang”).

Catatan: Pustaka-pustaka yang diacu dalam tinjauan pustaka harus termuat informasinya dalam “Daftar Pustaka”. Cara pengacuan secara konsisten perlu mengikuti corak (style) tertentu.yang dianjurkan dalam pedoman penulisan tesis atau proposal penelitian.

Landasan Teori dan Hipotesis
Seperti diterangkan di bagian “Tinjauan Pustaka”, landasan teori diangkat (disarikan) dari tinjauan pustaka tentang kerangka teori yang melatarbelakangi (menjadi landasan) bagi permasalahan yang diteliti. Landasan teori merupakan satu set teori yang dipilih oleh peneliti sebagai tuntunan untuk mengerjakan penelitian lebih lanjut dan juga termasuk untuk menulis hipotesis. Landasan teori dapat berbentuk uraian kualitatif, model matematis, atau persamaan-persamaan. Catatan: untuk beberapa macam penelitian (missal penelitian yang berbasis paradigma fenomenologi) tidak boleh atau tidak perlu mempunyai landasan teori dan hipotesis..
Hipotesis memuat pernyataan singkat yang disimpulkan dari landasan teori atau tinjauan pustaka dan merupakan jawaban sementara (dugaan) terhadap permasalahan yang diteliti. Karena diangkat dari landasan teori, maka hipotesis merupakan “kesimpulan teoritik” (hasil perenungan teoritis) yang perlu diuji dengan kenyataan empirik. Hipotesis masih perlu diuji kebenarannya, maka isi hipotesis harus bersifat dapat diuji atau dapat dikonformasikan.
Menurut Borg dan Gall (dalam Arikunto, 1998: 70), penulisan hipotesis perlu mengikuti persayaratan sebagai berikut:
a)    dirumuskan secara singkat tapi jelas;
b)    dengan nyata menunjukkan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih;
c)    didukung oleh teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli atau peneliti yang terkait (tercantum dalam landasan teori atau tinjauan pustaka).

Cara Penelitian dan Jadwal Penelitian
Secara umum, dalam cara penelitian perlu dijelaskan:
1)    ragam penelitian yang dianut (Amirin, 1986: 89, menyebutkannya sebagai “corak”
1)    penelitian)—lihat bab “Ragam Penelitian”;
2)    variabel-variabel yang diteliti;
3)    sumber data (tempat variabel berada; populasi dan sampelnya);
4)    instrumen atau alat yang dipakai dalam pengumpulan data/survei (termasuk antara lain: kuesioner);
5)    cara pengumpulan data atau survei;
6)    cara pengolahan dan analisis data.
Butir ke 5 dan 6 di atas juga dicerminkan dalam bentuk jadwal penelitian. Jadwal penelitian menguraikan kegiatan dan waktu yang direncanakan dalam: (a) tahap-tahap penelitian, (b) rincian kegiatan pada setiap tahap, dan (c) waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tiap tahap. Jadwal dapat dipresentasikan dalam bentuk tabel/matriks atau uraian narasi.



Daftar Pustaka dan Lampiran
Daftar Pustaka memuat informasi pustaka-pustaka yang diacu dalam proposal penelitian. Kadangkala untuk menunjukkan bahwa peneliti membaca banyak pustaka, maka dalam daftar pustaka dituliskan juga pustaka-pustaka yang nyatanya tidak diacu dalam narasi proposal. Hal ini tidak dianjurkan untuk dilakukan, karena sudah umum bahwa peneliti tentu membaca banyak pustaka dalam rangka penelitiannya. Dalam daftar pustaka, biasanya, buku dan majalah tidak dipisahkan dalam daftar sendiri-sendiri. Untuk penulisan daftar pustaka terdapat banyak corak tata penulisan— ikutilah petunjuk yang berlaku dan terapkan corak tersebut secara konsisten.

Lampiran dapat diisi dengan materi yang “kurang penting” dalam arti “boleh dibaca atau tidak dibaca”. Biasanya lampiran memuat antara lain: kuesioner dan daftar sumber data yang akan dikunjungi atau diambil datanya. Sebaiknya jumlah halaman lampiran tidak terlalu banyak agar tidak terasa lebih penting dibanding dengan isi utamanya.

Hubungan antara Proposal dan Laporan Penelitian
Penyusunan proposal sebenarnya merupakan kegiatan yang menerus, meskipun pada saat yang telah ditetapkan kita harus memasukkan proposal untuk dievaluasi. Proposal yang telah selesai dievaluasi dan diterima untuk dilaksanakan tetap harus dikembangkan penulisannya. Isi proposal akan menjadi bahan awal bagi penulisan laporan penelitian, yaitu terlihat pada tabel di bawah ini:




4Modul 4:
PERUMUSAN PERMASALAHAN


Setelah peneliti menentukan bidang penelitian (problem area) yang diminatinya, kegiatan berikutnya adalah menemukan permasalahan (problem finding atau problem generation). Penemuan permasalahan merupakan salah satu tahap penting dalam penelitian. Situasinya jelas: bila permasalahan tidak ditemukan, maka penelitian tidak perlu dilakukan. Pentingnya penemuan permasalahan juga dinyatakkan oleh ungkapan: “Berhasilnya perumusan permasalahan merupakan setengah dari pekerjaan penelitian”. Penemuan permasalahan juga  merupakan tes bagi suatu bidang ilmu; seperti diungkapkan oleh Mario Bunge (dalam : Buckley dkk., 1976, 14) dengan pernyataan: “Kriteria terbaik untuk menjajagi apakah suatu disiplin ilmu masih hidup atau tidak adalah dengan memastikan apakah bidang ilmu tersebut masih mampu menghasilkan permasalahan . . . . Tidak satupun permasalahan akan tercetus dari bidang ilmu yang sudah mati”. Permasalahan yang ditemukan, selanjutnya perlu dirumuskan ke dalam suatu pernyataan (problem statement). Dengan demikian, pembahasan isi bab ini akan dibagi menjadi dua bagian: (1) penemuan permasalahan, dan (2) perumusan permasalahan.

Penemuan Permasalahan
Kegiatan untuk menemukan permasalahan biasanya didukung oleh survai ke perpustakaan untuk menjajagi perkembangan pengetahuan dalam bidang yang akan diteliti, terutama yang diduga mengandung permasalahan. Perlu dimengerti, dalam hal ini, bahwa publikasi berbentuk buku bukanlah informasi yang terbaru karena penerbitan buku merupakan proses yang memakan waktu cukup lama, sehingga buku yang terbit—misalnya hari ini—ditulis sekitar satu atau dua tahun yang lalu. Perkembangan pengetahuan terakhir biasanya dipublikasikan sebagai artikel dalam majalah ilmiah; sehingga suatu (usulan) penelitian sebaiknya banyak mengandung bahasan tentang artikel-artikel (terbaru) dari majalah-majalah (jurnal) ilmiah bidang yang diteliti. Kegiatan penemuan permasalahan, seperti telah disinggung di atas, didukung oleh survai ke perpustakaan untuk mengenali perkembangan bidang yang diteliti. Pengenalan ini akan menjadi bahan utama deskripsi “latar belakang permasalahan” dalam usulan penelitian. Permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai kesenjangan antara fakta dengan harapan, antara tren perkembangan dengan keinginan pengembangan, antara kenyataan dengan ide. Sutrisno Hadi (1986, 3) mengidentifikasikan permasalahan sebagai perwujudan “ketiadaan, kelangkaan, ketimpangan, ketertinggalan, kejanggalan, ketidakserasian, kemerosotan dan semacamnya”. Seorang peneliti yang berpengalaman akan mudah menemukan permasalahan dari bidang yang ditekuninya; dan seringkali peneliti tersebut menemukan permasalahan secara “naluriah”; tidak dapat menjelaskan bagaimana cara menemukannya. Cara-cara menemukan permasalahan ini, telah diamati oleh Buckley dkk. (1976) yang menjelaskan bahwa penemuan permasalahan dapat dilakukan secara “formal’ maupun ‘informal’. Cara formal melibatkkan prosedur yang menuruti metodologi tertentu, sedangkan cara informal bersifat subjektif dan tidak “rutin”. Dengan demikian, cara formal lebih baik kualitasnya dibanding cara informal. Rincia n cara-cara yang diusulkan Buckley dkk. dalam kelompol formal dan informal terlihat pada gambar di bawah ini.


Bukley dkk., (1976:16-27) menjelaskan cara-cara penemuan permasalahan—baik formal maupun informal—sebagai diuraikan di bagian berikut ini. Setelah permasalahan ditemukan, kemudian perlu dilakukan pengecekan atau evaluasi terhadap permasalahan tersebut— sebelum dilakukan perumusan permasalahan.

Cara-cara Formal Penemuan Permasalahan
Cara-cara formal (menurut metodologi penelitian) dalam rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan dengan alternatif-alternatif berikut ini:
1)    Rekomendasi suatu riset. Biasanya, suatu laporan penelitian pada bab terakhir memuat kesimpulan dan saran. Saran (rekomendasi) umumnya menunjukan kemungkinan penelitian lanjutan atau penelitian lain yang berkaitan dengan kesimpulan yang dihasilkan. Saran ini dapat dikaji sebagai arah untuk menemukan permasalahan.
2)    Analogi adalah suatu cara penemuan permasalahan dengan cara “mengambil” pengetahuan dari bidang ilmu lain dan menerapkannya ke bidang yang diteliti. Dalam hal ini, dipersyaratkan bahwa kedua bidang tersebut haruslah sesuai dalam tiap hal-hal yang penting. Contoh permasalahan yang ditemukan dengan cara analogi ini, misalnya: “apakah Proses perancangan perangkat lunak komputer dapat diterapkan pada proses perancangan arsitektural” (seperti diketahui perencanaan perusahaan dan perencanaan arsitektural mempunyai kesamaan dalam hal sifat pembuatan keputusannya yang Judgmental).
3)    Renovasi. Cara renovasi dapat dipakai untuk mengganti komponen yang tidak cocok lagi dari suatu teori. Tujuan cara ini adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kemantapan suatu teori. Misal suatu teori menyatakan “ada korelasiyang signifikan antara arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub – inti dengan tipe bangunan rumah asal penghuninya” dapat direnovasi menjadi permasalahan “seberapa korelasi antara arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub – inti dengan tipe bangunan rumah asal penghuninya dengan tingkat pendidikan penghuni yang berbeda”. Dalam contoh di atas, kondisi yang “umum” diganti dengan kondisi tingkat pendidikan yang berbeda.
4)    Dialektik, dalam hal ini, berarti tandingan atau sanggahan. Dengan cara dialektik, peneliti dapat mengusulkan untuk menghasilkan suatu teori yang merupakan tandingan atau sanggahan terhadap teori yang sudah ada.
5)    Ekstrapolasi adalah cara untuk menemukan permasalahan dengan membuat tren (trend) suatu teori atau tren permasalahan yang dihadapi.
6)    Morfologi adalah suatu cara untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan kombinasi yang terkandung dalam suatu permasalahan yang rumit, kompleks.
7)    Dekomposisi merupakan cara penjabaran (pemerincian) suatu pemasalahan ke dalam komponen-komponennya.
8)    Agregasi merupakan kebalikan dari dekomposisi. Dengan cara agregasi, peneliti dapat mengambil hasil-hasil peneliti atau teori dari beberapa bidang (beberapa penelitian) dan “mengumpulkannya” untuk membentuk suatu permasalah yang lebih rumit, kompleks.

Cara-cara Informal Penemuan Permasalahan
Cara-cara informal (subyektif) dalam rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan dengan alternatif-alternatif berikut ini:
1)    Konjektur (naluriah). Seringkali permasalahan dapat ditemukan secara konjektur (naluriah), tanpa dasar-dasar yang jelas. Bila kemudian, dasar-dasar atau latar belakang permasalahan dapat dijelaskan, maka penelitian dapat diteruskan secara alamiah. Perlu dimengerti bahwa naluri merupakan fakta apresiasi individu terhadap lingkungannya. Naluri, menurut Buckley, dkk., (1976, 19), merupakan alat yang berguna dalam proses penemuan permasalahan.
2)    Fenomenologi. Banyak permasalahan baru dapat ditemukan berkaitan dengan fenomena (kejadian, perkembangan) yang dapat diamati. Misal: fenomena pemakaian komputer sebagai alat bantu analisis dapat dikaitkan untuk mencetuskan  permasalahan – misal: seperti apakah pola dasar pendaya – gunaan komputer dalam proses perancangan arsitektural.
3)    Konsensus juga merupakan sumber untuk mencetuskan permasalahan. Misal, terdapat konsensus bahwa kemiskinan bukan lagi masalah bagi Indonesia, tapi kualitas lingkungan yang merupakan masalah yang perlu ditanggulangi (misal hal ini merupakan konsensus nasional).
4)    Pengalaman. Tak perlu diragukan lagi, pengalaman merupakan sumber bagi permasalahan. Pengalaman kegagalan akan mendorong dicetuskannya permasalahan untuk menemukan penyebab kegagalan tersebut. Pengalaman keberhasilan juga akan mendorong studi perumusan sebab-sebab keberhasilan. Umpan balik dari klien, misal, akan mendorong penelitian untuk merumuskan komunikasi arsitek dengan klien yang lebih baik.

Pengecekan Hasil Penemuan Permasalahan
Permasalahan yang telah ditemukan selalu perlu dicek apakah permasalahan tersebut dapat (patut) untuk diteliti (researchable). Pengecekan ini, biasanya, didasarkan pada tiga hal: (i) faedah, (ii) lingkup, dan (iii) kedalaman. Pengecekan faedah ditelitinya suatu permasalahan dikaitkan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan atau penerapan pada praktek (pembangunan). Ditanyakan: apakah penelitian atas permasalahan tersebut akan berfaedah untuk ilmu pengetahuan, misal dapat merevisi, memperluas, memperdalam pengetahuan yang ada, atau menciptakan pengetahuan baru. Dicek pula: apakah penelitian tersebut mempunyai aplikasi teoritikal dan atau praktikkal. Suatu penelitian agar dapat diterima oleh pemberi dana atau pemberi “nilai’ perlu mempunyai faedah yang jelas (penjelasan faedah diharapkan bukan hanya bersifat “klise”).
Peneliti yang belum berpengalaman sering mencetuskan permasalahan yang berlingkup terlalu luas, yang memerlukan masa penelitian yang sangat lama (di luar jangkauan). Misal: penelitian untuk “menemukan cara terbaik pelaksanaan pembangunan rumah tinggal” akan memerlukan waktu yang “tak terhingga” karena harus membandingkan semua kemungkinan cara pelaksanaan pembangunan rumah tinggal. Lingkup penelitian, biasanya, cukup sempit, tapi diteliti secara mendalam. Faktor kedalaman penelitian juga merupakan salah satu yang perlu dicek. Penelitian, bukan sekedar mengumpulkan data, menyusunnya dan memprosesnya untuk mendapatkan hasil, tetapi diperlukan pula adanya interpretasi (pembahasan) atas hasil. Penelititan perlu dapat menjawab: apa “arti” semua fakta yang terkumpul. Dengan pengertian ini, suatu pengukuran kemiringan menara pemancar teve belum dianggap mempunyai kedalaman yang cukup (hanya merupakan pengumpulan data dan pelaporan hasil pengukuran). Tetapi, penelitian tentang “pengaruh kemiringan menara pemancar teve  terhadap kualitas siaran” merupakan penelitian karena memerlukan interpretasi tehadap persepsi pirsawan atas kualitas siaran yang dipengaruhi oleh kemiringan.
Indikasi permasalahan yang belum merupakan permasalahan penelitian ditunjukkan oleh Leedy (1997: 46-48), yaitu:
1)    yang bersifat hanya pengumpulan informasi yang bertujuan untuk mengerti lebih banyak tentang suatu topik;
2)    yang jawabnya ya atau tidak; pembandingan dua set data tanpa intepretasi;
3)    pengukuran koefisien korelasi antara dua set data.

Perumusan Permasalahan
Sering dijumpai usulan penelitian yang memuat “latar belakang permasalahan” secara panjang lebar tetapi tidak diakhiri (atau disusul) oleh rumusan (pernyataan) permasalahan. Pernyataan permasalahan sebenarnya merupakan kesimpulan dari uraian “latar belakang” tersebut. Castetter dan Heisler (1984, 11) menerangkan bahwa pernyataan permasalahan merupakan ungkapan yang jelas tentang hal-hal yang akan dilakukan peneliti. Cara terbaik unutk mengungkapkan pernyataan tersebut adalah dengan pernyataan yang sederhana dan langsung, tidak berbelit-belit. Pernyataan permasalahan dari suatu penelitian merupakan “jantung” penelitian dan berfungsi sebagai pengarah bagi semua upaya dalam kegiatan penelitian tersebut. Pernyataan permasalahan yang jelas (tajam) akan sanggup memberi arah (gambaran) tentang macam data yang diperlukan, cara pengolahannya yang cocok, dan memberi batas lingkup tertentu pada temuan yang dihasilkan.
Contoh ungkapan permasalahan yang jelas, tajam, diberikan oleh Sumiarto (1985) yang meneliti dalam bidang perumahan pedesaan. Permasalahan yang dikemukakannya, sebagai berikut: “Kesimpulan yang dapat ditarik sebagai permasalahan P3D [Perintisan Pemugaran Perumahan Desa] yang dapat memberikan arah pada studi yang akan dilakukan adalah mempertanyakan keberhasilan dari tujuan P3D. Secara lebih spesifik dapat dikemukakan beberapa (sub) permasalahan
sebagai berikut:
a)    Apakah setelah menerima bantuan P3D, kondisi mereka akan menjadi lebih baik, dalam arti adanya peningkatan dalam cara bermukin yang lebih baik serta lebih sehat?
b)    Apakah bantuan yang diberikan oleh P3D telah memberikan hasil sesuai seperti yang diharapkan, yaitu penerima bantuan telah memberikan respon yang positif yang berupa tenaga, material, bahkan finansial, sehingga lebih dari apa yang diberikan oleh P3D.
c)    Lebih jauh lagi, apakah P3D telah mampu membangkitkan efek berlifat ganda (multiplier effect), sehingga masyarakat yang tidak meneriman bantuan P3D terangsang secara swadata menyelenggarakan sendiri peningkatan kondisi rumah dan lingkungannya?”
(Sumiarto 1985, 17-18)

Bentuk Rumusan Permasalahan
Contoh pernyataan permasalahan di atas mengambil bentuk satu pernyataan disusul oleh beberapa pertanyaan. Castette dan Heisler (1984, 11) menjelaskan bahwa secara keseluruhan ada 5 macam bentuk pernyataan permasalahan, yaitu:
(1) bentuk satu pertanyaan (question);
(2) bentuk satu pertanyaan umum disusul oleh beberapa pertanyaan yang spesifik;
(3) bentuk satu penyataan (statement) disusul oleh beberapa pertanyaan (question).
(4) bentuk hipotesis; dan
(5)  bentuk pernyataan umum disusul oleh beberapa hipotesis.

Bentuk Hipotesis nampaknya jarang dipakai lagi pula, biasanya perletakan hipotesis dalam laporan atau usulan penelitian tidak menempati posisi yang biasa ditempati oleh pernyataan permasalahan. Hal yang lain, bentuk pertanyaan seringkali dapat diujudkan (diubah) pula sebagai bentuk pernyataan. Dengan demikian, secara umum, hanya ada dua bentuk pernyataan permasalahan:
(1)  Bentuk satu pertanyaan atau pernyataan
Misal:
a)    Pertanyaan:
“Seberapa pengaruh tingkat penghasilan pada perubahan fisik rumah perumahan KPR?” “Faktor-faktor apa saja dan seberapa besar pengaruh masing-masing factor pada persepsi penghuni terhadap desain rumah sub–inti?”
b)    Pernyataan (biasanya diungkapkan sebagai “maksud”) “Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa pengaruh tingkat penghasilan pada perubahan fisik rumah perumahan KPR.” “Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja dan seberapa besar pengaruh masing-masing faktor pad persepsi terhadap desain rumah sub–inti.
(2)  Bentuk satu pertanyaan atau pernyataan umum disusul oleh beberapa pertanyaan atau pernyataan yang spesifik (Catatan: kebanyakan permasalahan terlalu besar atau kompleks sehingga perlu dirinci)
Misal: Permasalahan umum: Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil desain seorang arsitek dan seberapa pengaruh tiap-tiap faktor? Lebih spesifik lagi, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
a.    Apakah sekian faktor yang mempengaruhi hasil desain seorang arsitek secara umum di Amerika Serikat terjadi pula di Indonesia?
b.    Seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut mempengaruhi hasil desain arstiek di Indonesia?

Karakteristik Rincian Permasalahan
Karakteristik tiap rincian permasalahan atau sub-problema (menurut Leedy, 1997:56-57) sebagai berikut:
1)    Setiap rincian permasalahan haruslah merupakan satuan yang dapat diteliti (a researchable unit ).
2)    Setiap rincian terkait dengan interpretasi data.
3)    Semua rincian permasalahan perlu terintegrasi menjadi satu kesatuan permasalahan yang lebih besar (sistemik).
4)    Rincian yang penting saja yang diteliti (tidak perlu semua rincian permasalahan diteliti)
5)    Hindari rincian permasalahan yang pengatasannya tidak realistik.

Contoh Rumusan Permasalahan
Di bawah ini diberikan beberapa contoh rumusan masalah, sebagai berikut: “. . . . . . . permasalahan sebagai berikut: Apakah kalsium hidroksida mempunyai pengaruh sitotoksik terhadap sel fibroblast embrio Gallus domesticus secara in Vitro, dan apakah besar konsentrasi kalsium hidroksida berpengaruh terhadap sifat sitotoksisitasnya?”

“. . . . . . . . . dengan penelitian ini ingin diketahui faktor – faktor apa yang dapat mempengaruhi perilaku ibu – ibu dalam menangani diare pada bayi dan anak balita.





Keterkaitan antara Rumusan Permasalahan dengan Hipotesis dan Temuan Penelitian
Bila penelitian telah selesai dilakukan, maka dalam laporan penelitian perlu ditunjukkan “benang merah” (keterkaitan yang jelas) antara rumusan permasalahan dengan hipotesis (sebagai “jawaban” sementara terhadap permasalahan penelitian). Rincian dalam permasalahan perlu berkaitan lengasung dengan rincian dalam hipotesis, dalam arti, suatu rincian dalam hipotesis menjawab suatu rincian dalam permasalahan. Demikian pula, perlu diperlihatkan keterkaitan tiap rincian dalam temuan (sebagai jawaban nyata terhadap permasalahan) dengan tiap rincian dalam rumusan permasalahan.
Baik permasalahan, hipotesis dan temuan—sebagai upaya pengembangan atau pengujian teori—berkaitan secara substantif dengan tinjauan pustaka (sebagai kajian terhadap isi khazanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian). Kaitan substantif diartikan sebagai hubungan “isi”, tidak perlu dalam bentuk keterkaitan antar rincian.


5Modul 5:

PENULISAN TINJAUAN PUSTAKA



Tinjauan Pustaka mempunyai arti: peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related literature). Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka (laporan penelitian, dan sebagainya) tentang masalah yang berkaitan—tidak selalu harus tepat identik dengan bidang permasalahan yang dihadapi—tetapi termasuk pula yang seiring dan berkaitan (collateral). Fungsi peninjauan kembali pustaka yang berkaitan merupakan hal yang mendasar dalam penelitian, seperti dinyatakan oleh Leedy (1997) bahwa semakin banyak seorang peneliti mengetahui, mengenal dan memahami tentang penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (yang berkaitan erat dengan topik penelitiannya), semakin dapat dipertanggung jawabkan caranya meneliti permasalahan yang dihadapi. Walaupun demikian, sebagian penulis (usulan penelitian atau karya tulis) menganggap tinjauan pustaka merupakan bagian yang tidak penting sehingga ditulis “asal ada” saja atau hanya untuk sekedar membuktikan bahwa penelitian (yang diusulkan) belum pernah dilakukan sebelumnya. Pembuktian keaslian penelitian tersebut sebenarnya hanyalah salah satu dari beberapa kegunaan tinjauan pustaka. Kelemahan lain yang sering pula dijumpai adalah dalam penyusunan, penstrukturan atau pengorganisasian tinjauan pustaka.

Banyak penulisan tinjauan pustaka yang mirip resensi buku (dibahas buku per buku, tanpa ada kaitan yang bersistem) atau mirip daftar pustaka (hanya menyebutkan siapa penulisnya dan di pustaka mana ditulis, tanpa membahas apa yang ditulis). Berdasar kelemahan-kelemahan yang sering dijumpai di atas, tulisan ini berusaha untuk memberikan kesegaran pengetahuan tentang cara-cara penulisan tinjauan pustaka yang lazim dilakukan. Cakupan tulisan ini meliputi empat hal, yaitu: (a) kegunaan, (b) organisasi tinjauan pustaka, (c) kaitan tinjauan pustaka dengan daftar pustaka, dan (d) cara pencarian bahan-bahan pustaka, terutama dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Kegunaan Tinjauan Pustaka
Leedy (1997, hal. 71) menerangkan bahwa suatu tinjauan pustaka mempunyai kegunaan untuk: (1) mengungkapkan penelitian-penelitian yang serupa dengan penelitian yang (akan) kita lakukan; dalam hal ini, diperlihatkan pula cara penelitian-penelitian tersebut menjawab permasalahan dan merancang metode penelitiannya; (2) membantu memberi gambaran tentang metoda dan teknik yang dipakai dalam penelitian yang mempunyai permasalahan serupa atau mirip penelitian yang kita hadapi; (3) mengungkapkan sumber-sumber data (atau judul-judul pustaka yang berkaitan) yang mungkin belum kita ketahui sebelumnya; (4) mengenal peneliti-peneliti yang karyanya penting dalam permasalahan yang kita hadapi (yang mungkin dapat dijadikan nara sumber atau dapat ditelusuri karya -karya tulisnya yang lain—yang mungkin terkait);  (5) memperlihatkan kedudukan penelitian yang (akan) kita lakukan dalam sejarah perkembangan dan konteks ilmu pengetahuan atau teori tempat penelitian ini berada; (6) menungkapkan ide-ide dan pendekatan-pendekatan yang mungkin belum kita kenal sebelumya; (7) membuktikan keaslian penelitian (bahwa penelitian yang kita lakukan berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya); dan (8) mampu menambah percaya diri kita pada topik yang kita pilih karena telah ada pihakpihak lain yang sebelumnya juga tertarik pada topik tersebut dan mereka telah mencurahkan tenaga, waktu dan biaya untuk meneliti topik tersebut.

Dalam penjelasan yang hampir serupa, Castetter dan Heisler (1984, hal. 38-43) menerangkan bahwa tinjauan pustaka mempunyai enam kegunaan, yaitu: (1) mengkaji sejarah permasalahan; (2) membantu pemilihan prosedur penelitian; (3) mendalami landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan; (4) mengkaji kelebihan dan kekurangan hasil penelitian terdahulu; (5) menghindari duplikasi penelitian; dan (6) menunjang perumusan permasalahan. Karena penjelasan Castetter dan Heisler di atas lebih jelas, maka pembahasan lebih lanjut tentang kegunaan tinjauan pustaka dalam tulisan ini mengacu pada penjelasan mereka. Satu persatu kegunaan (yang saling kait mengkait) tersebut dibahas dalam bagian berikut ini.

Kegunaan 1: Mengkaji sejarah permasalahan
Sejarah permasalahan meliputi perkembangan permasalahan dan perkembangan penelitian atas permasalahan tersebut. Pengkajian terhadap perkembangan permasalahan secara kronologis sejak permasalahan tersebut timbul sampai pada keadaan yang dilihat kini akan memberi gambaran yang lebih jelas tentang perkembangan materi permasalahan (tinjauan dari waktu ke waktu: berkurang atau bertambah parah; apa penyebabnya). Mungkin saja, tinjauan seperti ini mirip dengan bagian “Latar belakang permasalahan” yang biasanya ditulis di bagian depan suatu usulan penelitian. Bedanya: dalam tinjauan pustaka, kajian selalu mengacu pada pustaka yang ada. Pengkajian kronologis atas penelitian–penelitian yang pernah dilakukan atas permasalahan akan membantu memberi gambaran tentang apa yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain dalam permasalahan tersebut. Gambaran bermanfaat terutama tentang pendekatan yang dipakai dan hasil yang didapat.

Kegunaan 2: Membantu pemilihan prosedur penelitian
Dalam merancang prosedur penelitian (research design), banyak untungnya untuk mengkaji prosedur-prosedur (atau pendekatan) yang pernah dipakai oleh peneliti-peneliti terdahulu dalam meneliti permasalahan yang hampir serupa. Pengkajian meliputi kelebihan dan kelemahan prosedur-prosedur yang dipakai dalam menjawab permasalahan. Dengan mengetahui kelebihan dan kelemahan prosedur-prosedur tersebut, kemudian dapat dipilih, diadakan penyesuaian, dan dirancang suatu prosedur yang cocok untuk penelitian yang dihadapi.

Kegunaan 3: Mendalami landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan
Salah satu karakteristik penelitian adalah kegiatan yang dilakukan haruslah berada pada konteks ilmu pengetahuan atau teori yang ada. Pengkajian pustaka, dalam hal ini, akan berguna bagi pendalaman pengetahuan seutuhnya (unified explanation) tentang teori atau bidang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan. Pengenalan teori-teori yang tercakup dalam bidang atau area permasalahan diperlukan untuk merumuskan landasan teori sebagai basis perumusan hipotesa atau keterangan empiris yang diharapkan.

Kegunaan 4: Mengkaji kelebihan dan kekurangan hasil penelitian terdahulu
Di bagian awal tulisan ini disebutkan bahwa kegunaan tinjauan pustaka yang dikenal umum adalah untuk membuktikan bahwa penelitian (yang diusulkan) belum pernah dilakukan sebelumnya. Pembuktian keaslian penelitian ini bersumber pada pengkajian terhadap penelitian-penelitian yang pernah dilakukan. Bukti yang dicari bisa saja berupa kenyataan bahwa belum pernah ada penelitian yang dilakukan dalam permasalahan itu, atau hasil penelitian yang pernah ada belum mantap atau masih mengandung kesalahan atau kekurangan dalam beberapa hal dan perlu diulangi atau dilengkapi. Dalam penelitian yang akan dihadapi sering diperlukan pengacuan terhadap prosedur dan hasil penelitian yang pernah ada (lihat kegunaan 2). Kehati-hatian perlu ada dalam pengacuan tersebut. Suatu penelitian mempunyai lingkup keterbatasan serta kelebihan dan kekurangan. Evaluasi yang tajam terhadap kelebihan dan kelemahan tersebut akan  berguna terutama dalam memahami tingkat kepercayaan (level of significance) hal-hal yang diacu. Perlu dikaji dalam penelitian yang dievaluasi apakah temuan dan kesimpulan berada di luar lingkup penelitian atau temuan tersebut mempunyai dasar yang sangat lemah. Evaluasi ini menghasilkan penggolongan pustaka ke dalam dua kelompok:  1. Kelompok Pustaka Utama (Significant literature); dan 2. Kelompok Pustaka Penunjang (Collateral Literature).

Kegunaan 5: Menghindari duplikasi penelitian
Kegunaan yang kelima ini, agar tidak terjadi duplikasi penelitian, sangat jelas maksudnya. Masalahanya, tidak semua hasil penelitian dilaporkan secara luas. Dengan demikian, publikasi atau seminar atau jaringan informasi tentang hasil-hasil penelitian sangat penting. Dalam hal ini, peneliti perlu mengetahui sumber-sumber informasi pustaka dan mempunyai hubungan (access) dengan sumber-sumber tersebut. Tinjauan pustaka, berkaitan dengan hal ini, berguna untuk membeberkan seluruh pengetahuan yang ada sampai saat ini berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi (sehingga dapat menyakinkan bahwa tidak terjadi duplikasi).

Kegunaan 6: Menunjang perumusan permasalahan
Kegunaan yang keenam dan taktis ini berkaitan dengan perumusan permasalahan. Pengkajian pustaka yang meluas (tapi tajam), komprehe nsif dan bersistem, pada akhirnya harus diakhiri dengan suatu kesimpulan yang memuat permasalahan apa yang tersisa, yang memerlukan penelitian; yang membedakan penelitian yang diusulkan dengan penelitianpenelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Dalam kesimpulan tersebut, rumusan permasalahan ditunjang kemantapannya (justified). Pada beberapa formulir usulan penelitian (seperti misalnya pada formulir Usulan Penelitian DPP FT UGM), bagian kesimpulan ini sengaja dipisahkan tersendiri (agar lebih jelas menonjol) dan ditempatkan sesudah tinjauan pustaka serta diberi judul “Keaslian Penelitian”.

Organisasi Tinjauan Pustaka
Seperti telah dijelaskan di atas, banyak dijumpai kelemahan dalam penulisan tinjauan pustaka dilihat dari cara menyusun atau mengorganisasi materinya. Organisasinya yang lemah ditunjukan oleh tidak adanya sistem (keterkaitan) yang jelas ditampilkan dalam tinjauan pustaka tersebut. Berkaitan denga persyaratan untuk bersistem tersebut, dalam formulir Usulan Penelitian DPP FT UGM telah ditulis dengan jelas, sebagai berikut:


“TINJAUAN PUSTAKA (Buatlah suatu uraian yang baik, luas dan bersistem mengenai penelitian-penelitian yang sudah pernah diadakan dan yang mempunyai kaitan dengan penelitian yang diusulkan ini….)”.

Dalam hal organisasi tinjauan pustaka, Castetter dan Heisler (1984, hal. 43-45) menyarankan tentang bagian-bagian tinjauan pustaka, yang meliputi: (1). pendahuluan, (2) pembahasan, dan (3) kesimpulan. Dalam bagian pendahuluan, biasanya ditunjukan peninjauan dan kriterian penetapan pustaka yang akan ditinjau (dapat diungkapkan dengan sederetann pertanyaan keinginan–tahu). Pada bagian pendahuluan ini pula dijelaskan tentang organisasi tinjauan pustaka, yaitu pengelompokan secara sistematis dengan menggunakan judul dan sub-judul pembahasan; umumnya, pengelompokan didasarkan pada topik; cara lain, berdasar perioda (waktu, kronologis). Contoh “bagian pendahuluan” dari suatu tinjauan pustaka sebagai berikut—

Contoh 1: Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi lima kelompok pembahasan. Pembahasan pertama merupakan tinjauan singkat tentang system permodelan transportasi kota, sebagai pengantar atau pengenalan tentang penyebaran beban lalulintas ke ruas-ruas jalan. Pembahasan kedua berkaitan dengan pengetahuan penyebaran beban lalulintas ke ruas-ruas jalan (trip assignment) itu sendiri, dan pembahasan kelompok ketiga menyangkut tinjauan kronologis pengembangan paket-paket program komputer untuk perhitungan sebaran beban lalulintas. Pembahasan keempat bersangkut–paut dengan kritik terhadap paket-paket komputer dalam bidang system permodelan transportasi kota yang ada; sedangkan pembahasan kelima memfokuskan pada interaksi (dialog) antara program komputer dan pemakai. (Sumber: Djunaedi, 1988)

Contoh 2:
….tinjauan pustaka ini dirancang untuk menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1)    Seperti apakah proses perencanaan kota komprehensif itu?
2)    Bagian mana saja dari proses tersebut yang terstruktur dan bagian mana saja yang tidak terstruktur?
3)    Sejauh mana bagian-bagian proses tersebut sampai saat ini telah terkomputerkan?
4)    Siapa saja atau pihak mana yang terlibat dalam proses perencanaan tersebut?
5)    Seperti apakah produk akhir dari proses perencanaan tersebut?
(Sumber: Djunaedi, 1986: hal. 9)

Bagian kedua, pembahasan, disusun sesuai organisasi yang telah ditetapkan dalam bagian pendahuluan. Pembahasan pustaka perlu dipertimbangkan keterbatasan bahwa tidak mungkkin (tepatnya: tidak perlu) semua pustaka dibahas dengan kerincian yang sama; ada pustaka yang lebih penting dan perlu dibahas lebih rinci daripada pustaka lainnya. Dalam hal ada kemiripan isi, perincian dapat diterapkan pada salah satu pustaka; sedangkan pustaka lainnya cukup disebutkan saja tapi tidak dirinci. Misal : Komponen Sistem Penunjang Pembuatan Keputusan, seperti dijelaskan oleh Mittra (1986), meliputi empat modul: pengendali, penyimpan data, pengolah data, dan pembuat model. Penjelasan serupa diberikan pula oleh Sprague dan Carlson (1982), dan Bonczek et al. (1981). Sebagai peninjauan yang bersistem, disamping menuruti organisasi yang telah ditetapkan, dalam pembahasan secara rinci perlu ditunjukkan keterkaitan satu pustaka dengan pustaka lainnya. Bukan hanya menyebut “Si A menjelaskan bahwa . . . . . . Si B menerangkan . . . .
. . Si Z memerinci . . . . . . “; tapi perlu dijelaskan keterkaitannya, misal “Si B menerangkan bahwa . . . . . . sebaliknya si G membantah hal tersebut dan menyatakan bahwa . . . . . .
Bantahan serupa muncul dari berbagai pihak, misalnya diungkapkan oleh si W, si S dan si Y. Ketiga penulis terakhir ini bahkan menyatakan bahwa . . . . . .

Tinjauan Pustaka diakhiri dengan kesimpulan atau ringkasan yang menjelaskan tentang “apa arti semua tinjauan pustaka tersebut (what does it all mean?)”. Secara rinci, kesimpulan atau ringkasan tersebut hendaknya memuat jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan berikut ini, tentang:
(a)    status saat ini, mengenai pengetahuann yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti (apakah permasalahan sebenarnya telah tuntas terjawab?);
(b)    penelitian-penelitian terdahulu yang dengan permasalahan yang dihadapi (adakah sesuatu dan apakah yang dapat dimanfaatkan?);
(c)    kualitas penelitian-penelitian yang dikaji (mantap atau hanya dapat dipercayai sebagian saja?);
(d)    kedudukan dan peran penelitian yang diusulkan dalam konteks ilmu pengetahuan yang ada.

Contoh bagian ringkasan dari tinjauan pustaka:
Isi tinjauan pustaka di atas dapat diringkas sebagai berikut:
(1)  Telah tersedia pengetahuan tentang teknik perhitungan sebaran beban lalulinas ke ruas-ruas jalan.
(2)  Teknik tersebut telah diwujudkan dalam suatu bagian dari program komputer berskala besar sampai menengah, yang dijalankan denngan komputer besar (main–frame).
(3)  Dibutuhkan penerapan teknik tersebut pada komputer mikro mengingat komputer mikro telah tersebar luas di Indonesia.
(4)  Untuk pembuatan program simulator ini perlu dipertimbangkan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan menyangkut interaksi (dialog) antara program komputer dan pemakai yang bukan pemrogram, terutama dalam bentuk dialog, keterlibatan pemakai, dan keterbatasan waktu dalam diri pemakai.
(Sumber: Djunaedi, 1988)

Kaitan Tinjauan Pustaka dengan Daftar Pustaka
Di bagian awal tulisan in telah disebutkan bahwa sering terdapat penulisan tinjauan pustaka yang mirip daftar pustaka. Misal: “Tentang hal A dibahas oleh si H dalam buku . . .
. . . , si B dalam buku . . . . . . ; sedangkan tentang hal J diterangkan oleh si P dalam buku . .

. . . . “. Peninjauan seperti ini biasanya tidak menyebutkan apa yang dijelaskan oleh masing masing pustaka secara rinci (hanya menyebutkan siapa dan dimana ditulis).

Penyebutan judul buku, yang seringkali tidak hanya sekali, tidak efisien dan menyaingi tugas daftar pustaka. Dalam tulisan ini, cara peninjauan seperti itu tidak disarankan. Pengacuan pustaka dalam tinjauan pustaka dapat dilakukan dengan cara yang bermacam-macam, antara lain: penulisan catatan kaki, dan penulisan nama pengarang dan tahun saja. Setiap cara mempunyai kelebihan dan kekurangan; tapi peninjauan tentang kelebihan dan kekurangan tersebut di luar lingkup tulisan ini.

Dalam tulisan ini hanya akan dibahas pemakaian cara penulisan nama akhir pengarang dan tahun penerbitan (dan sering ditambah dengan nomor halaman). Misal: Dalam hal organisasi tinjauan pustaka, Castetter dah Heisler (1984, hal. 43-45) menyarankan tentang bagian-bagian tinjauan pustaka, yang meliputi: (1) pendahuluan, (2) pembahasan, dan (3) kesimpulan. Pengacuan cara di atas mempunyai kaitan erat dengan cara penulisan daftar pustaka.

Penulisan daftar pustaka umumnya tersusun menurut abjad nama akhir penulis; dengan format: nama penulis, tahun penerbitan dan seterusnya. Susunan dan format daftar pustaka tersebut memudahkan untuk membaca informasi yang lengkap tentang yang diacu dalam tinjauan pustaka. Misal, dalam tinjauan pustaka:
“. . . . . . Mittra (1986) . . . . . .”

Dalam daftar pustaka, tertulis:
Mittra, S. S., 1996, Decision Support System: Tools and Techniques, John Wiley & Sons, New York, N. Y.

Sering terjadi, seorang penulis (usulan penelitian atau karya tulis) ingin menunjukan bahwa bahan bacaannya banyak; meskipun tidak dibahas dan tidak diacu dalam tulisannya, semuanya ditulis dalam daftar pustaka. Maksud yang baik ini sebaiknya ditunjukan dengan membahas dan mengemukakan secara jelas (menurut aturan pengacuan) apa yang diacu dari pustaka-pustaka tersebut dalam tulisannya. Tentunya hal yang sebaliknya, yaitu menyebut nama pengarang yang diacu dalam tinjauan pustaka tanpa menuliskannya dalam daftar pustaka (karena lupa) tidak perlu terjadi.

Berikut ini salah satu petunjuk tentang penulisan nama untuk pengacuan dalam tinjauan pustaka (dan daftar pustaka)—dikutip dari petunjuk yang dikeluarkan oleh Program Pascasarjana UGM (1997: hal. 16-17):

F. Penulisan Nama
Penulisan nama mencakup narna penulis yang diacu dalam uraian, daftar pustaka, nama yang lebih dan satu suku kata, nama dengan garis penghubung, nama yang diikuti dengan singkatan, dan derajat kesarjanaan.

1. Nama penulis yang diacu dalam uraian
Penulis yang tulisannya diacu daiam uraian hanya disebutkan narna akhimya saja, dan kalau lebih dari 2 orang, hanya nama akhir penulis pertama yang dicantumkan dlikuti dengan dkk atau et al:
a. Menurut Calvin (1978) ....
b. Pirolisis ampas tebu (Othmer dan Fernstrom, 1943) menghasilkan..
c. Bensin dapat dibuat dari metanol (Meisel dkk, 1976) ...

Yang membuat tulisan pada contoh (c) berjumiah 4 orang, yaitu Meisel, S.L., McCullough, J.P., Leckthaler, C.H., dan Weisz, P.B.

2. Nama penulis dalam daftar pustaka
Dalam daftar pustaka, semua penulis harus dicantumkan namanya, dan tidak boleh hanya penulis pertama diambah dkk atau et al. saja.

Contoh:
Meisei, S.L., McCullough, J.P., Leckthaler, C.H., dan Weisz, P.B., 1 976, ....
Tidak boleh hanya:
Meisel, S.L. dkk atau Meisel, S.L. et al.

3. Nama ponulis lebih dari satu sutu kata
Jika nama penulis ierdiri dari 2 suku kata atau lebih, cara penulisannya ialah narna akhir diikuti dengan koma, singkatan nama depan, tengah dan seterusnya, yang semuanya diberi titik, atau nama akhir dilkuti dengan suku kata nama depan, tengah, dan eterusnya.

Contoh:
a. Sutan Takdir Alisyahbana ditulis: Alisyahbana S.T., atau Alisyahbana, Sutan Takdir.
b. Donald Fitzgerald Othmer ditulis: Othmer, D.F.

4. Nama dengan garis penghubung
Kalau nama penulis dalam sumber aslinya ditulis dengan garis penghubung di antara dua suku katanya, rraka keduanya dianggap sebagai satu kesatuan.

Contoh:
Sulastin-Sutrisno ditulis Sulastin-Sutrisno.

5. Nama yang diikuti dengan singkatan
Nama yang diikuti dengan singkatan, dianggap bahwa singkatan itu menjadi satu dengan suku kata yang ada di depannya.

Contoh:
a. Mawardi A.l. ditulis: Mawardi A.l.
b. Williams D. Ross Jr. ditulis: Ross Jr., W.D.

6 . Derajat kosarjanaan
Derajat kesarjanaan tidak boleh dicantumkan.


Di bawah ini adalah salah satu contoh format daftar pustaka—dikutip dari petunjuk
yang dikeluarkan oleh Program Pascasarjana UGM (1997: hal. 26):

Anderson, T.F. 1951. Techniques for the Preservation of Three Dimensional Structure in Preparing Specimens for the Electron Microscope. Trans. N.Y. Acad. Sci. 13: 130- 134.

Andrew, Jr., H.N. 1961. Studies in-Paleabotany. John Wiley & Sons, Inc., New York. Berlyn, G.P. and J.P. Miksche. 1976. Botanical Microtechnique and Cytochemistry. The lowa State University Press, Ames. Iowa.

Bhojwani, S.S. and S.P. Bhatnagar, 1981. The Embryology of Angiosperms. Vikas Publishing House PVT Ltd., New Delhi.

Cronquist, A. 1973. Basic Botany. Warper & Row Publisher,New York.

Cutler, D.F., 1978. Applied P/ant Anatomy. Longman, London.

Dawes. C.J. 1971. Bio/ogica/ Techniques in E/ectron Microscopy. Barnes & Nob/e, /nc., New York.

Dv Praw, E.J. 1972. The Bioscience: Cel/ and Mo/ecu/ar Bio/ogy. Cell and Molecular Biology Council, Standford, Califomia.

Bohlin, P. 1968. Use of the Scanning Reflection Electron Microscope in the Study of Plant and Microbial Material. J. Roy. Microscop. Soc. 88: 407 - 418.

Erdtman, G. 1952. Po/len Morpho/ogy and P/ant Taxonomy. Almquist & Wiksell, Stockholm – The Chronica Botanica Co., Waltham, Mass.
Esau, K. 1965. P/ant Anatomy. JohnWiley & Sons. Inc., New York.

Esau, K. 1977. Anatomy of Seed P/ants. John Wiley 8 Sons. New York.

Faegri, K. and J. Iversen.- 1975. Texbook of Po/len Ana/ysis. Hainer Press, New York.



Pencarian Pustaka secara elektronis/on-line
Pada saat ini, banyak informasi ilmiah yang tersedia untuk diakses secara elektronis
atau on-line. Informasi ilmiah tersebut tersedia dari media seperti: CD-ROM (yang dibaca lewat komputer), pita rekaman suara, pita rekaman video, dan lewat internet. Leedy (1997: hal. 73) menjelaskan beberapa keuntungan mencari informasi ilmiah secara on-line, yaitu antara lain: tersedia jutaan informasi dalam bentuk elektronis yang dipasarkan mendunia, publikasi elektronis biasanya lebih baru karena prosesnya lebih cepat daripada publikasi cetak, dan pencarian informasi berkecepatan tinggi (karena menggunakan komputer). Masalah yang saat ini dihadapi adalah beberapa institusi pendidikan belum mempunyai standar pengacuan bagi informasi ilmiah yang didapat dari sumber elektronis.

Misal: seperti apa format sumber pustaka elektronis dari CD-ROM dan internet? Untuk mengisi kekosongan format tersebut, di bawah ini dikutipkan format yang disarankan oleh Kennedy (1998: hal. 175-176):

Komponen dasar dari sitasi (pengacuan) pustaka adalah sebagai berikut: Nama akhir pengarang, Inisial. Tahun publikasi (bila ada). Judul karya. Judul tempat atau media informasi (tanggal informasi dikumpulkan dari media tersebut).

Contoh untuk situs FTP (File Transfer Protocol):
Johnson, P. 1994. Tropical Indonesian Architecture ftp://indoarch.com/Pub/CCC94/johnson-p (22 Apr. 2000).

Contoh untuk situs WWW (World Wide Web):
Djunaedi, A. 2000. The History of Indonesian Urban Planning.. http://www.mpkd -ugm.ac.id/adj/riset99/ (18 Apr. 2000).

Contoh untuk informasi lewat e -mail:
Djunaedi, A. 22 Maret 2000. The urban pattern of some coastal cities in the northern Central Java.. research-news@ugm.ac.id (19 Apr. 2000).




Modul 6:
RUANG LINGKUP
PENELITIAN MANAJEMEN

A.    Ruang Lingkup Penelitian Manajemen

Penelitian manajemen adalah penelitian yang umumnya dilakukan oleh akademisi yang mengkaji keilmuan manajemen seperti bisnis umum,  manajemen pemasaran, manajemen keuangan, manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi, sistem informasi manajemen, dan manajemen operasional. Penelitian manajemen tergolong kepada penelitian bisnis. Makna penelitian bisnis adalah proses pengumpulan dan analisis data yang sistematis dan obyektif untuk membantu pembuatan keputusan bisnis (Indriantoro  dan Supomo, 1999).Beberapa kelompok dalam penelitian manajemen dapat dilihat pada penggolongan dan contoh-contoh objek penelitian berikut ini (Indriantoro, dan Supomo, 1999; Sugiyono, 1999; Supranto, 1997; Rangkuti, 2001):

1.5.1. Bisnis Umum·     
  • Peramalan Bisnis·         
  • Trend Bisnis Dan Industri·         
  • Inflasi dan Penentuan Harga·
  • Akuisisi·           
  • Ekspor dan Perdagangan Internasional· 
  • Studi Kelayakan Bisnis·
  • Profil Pelaku Bisnis yang Sukses·         
  • Bisnis Pejabat· 
  • Nilai Budaya
  • Bisnis Antar Suku·        
  • Peranan Lembaga Konsumen·   
  • Dan lain-lain

1.5.2.     Manajemen Pemasaran·
·         Potensi Pasar·       
·         Karakteristik Pasar·
·         Penjualan·  
·         Strategi Pemasaran·           
·         Inovasi produk ·     
·         Pengaduan konsumen·       
·         Perilaku Konsumen·
·         Image Konsumen·  
·         Studi Kelayakan Pasar ·      
·         Profil & Dinamika Konsumen·         
·         Analisis Lokasi·      
·         Studi Kelayakan Pasar·       
·         Pengujian Pasar·    
·         Segmentasi Pasar· 
·         Produk Baru·          
·         Saluran Distribusi·   Promosi·          
·         Periklanan· 
·         Multilevel Marketing ·          
·         Franchising (Waralaba)·      
·         Kepemimpinan Pasar·         
·         Pelayanan· 
·         Tingkat Penjualan·  
·         Persaingan Pasar·  
·         Respon akibat perubahan harga·     
·         Elastisitas harga ·   
·         Biaya setiap lini produk·     
·         Angggaran promosi optimal·           
·         Pengujian iklan yang kreatif·           
·         Intensitas Grosir dan retail·  
·         Dan lain-lain

1.5.3.     Manajemen Keuangan·  
·         Anggaran·  
·         Sumber-sumber Pembiayaan·         
·         Modal Kerja·          
·         Tingkat Bunga dan Resiko Kredit·   
·         Investasi ·   Biaya Modal·    
·         Portofolio· 
·         Penilaian Saham dan Obligasi·        
·         Analisis Biaya ·      
·         Hasil Resiko·          
·         Rasio-Rasio Keuangan·      
·         Lembaga Keuangan·           
·         Implikasi Pajak ·     
·         Merger dan Akuisisi,
·         dan lain-lain

1.5.4.     Manajemen Sumber Daya Manusia dan Perilaku Organisasi·       
·         Manajemen Mutu Terpadu·  
·         Motivasi dan Kepuasan Kerja·         
·         Gaya Kepemimpinan·         
·         Produktivitas Tenaga Kerja·
·         Efektivitas Organizational·  
·         Budaya & Komunikasi Organisasi·   
·         Studi Gerak dan Waktu·      
·         Serikat Pekerja·      
·         Perilaku Karyawan· 
·         Loyalitas Kerja·      
·         Kinerja Supervisor· 
·         Sistem Penilaian Kerja·       
·         Pengambilan Keputusan·    
·         Penilaian Kinerja·    
·         Stress Kerja ·         
·         Manajemen Konflik·
·         Emotional Quetion· 
·         Spritual Quetion·    
·         Desain Organisasi· 
·         Perubahan & Pengembangan Org. ·
·         Rekruitment·           
·         Seleksi dan Penempatan·    Sistem Kompensasi·    
·         Peng. Karir,
·         Promosi,
·         Mutasi·      
·         Kreativitas Manajemen ·      
·         Model-Model Pola Kerja·    
·         Manajemen Partisipasi·       
·         Perbedaan Gender ·           
·         Polusi dan Kesehatan Kerja·           
·         Pemberhentian ·     
·         Dan lain-lain
1.5.5.     Sistem Informasi Manajemen:·  
·         Sistem Informasi Eksekutif·
·         Sistem Komunikasi Bisnis·  
·         Sistem Dukungan Keputusan·         
·         Aliansi fungsi Sistem Informasi·      
·         Personel Sistem Informasi· 
·         Pengembangan Sistem Informasi·   
·         Jaringan Efektif MIS·          
·         Penggunaan Konsultan dlm.
·         Pembuatan Keputusan ·      
·         Dan lain-lain
1.5.6.     Manajemen Operasi dan Produksi:·       
·         Sistem Produksi·    
·         Penentuan Lokasi·  
·         Plant layout·           
·         Prosedur Dan Metode Kerja·           
·         Mesin Dan Peralatan Produksi·       
·         Material Handling·    Pemeliharaan (Maintenance) ·    
·         Sistem Pergudangan·         
·         Pengendalian Persediaan ·  
·         Pengendalian Material·        
·         Pengendalian Tenaga Kerja·
·         Pengendalian Mutu·
·         Statistical Quality Control·   
·         Dan lain-lain           

Objek-objek di atas dapat dijadikan sebagai permasalah penelitian untuk kemudian disusun menjadi judul penelitian. Untuk memperkaya contoh-contoh objek penelitian dapat dilihat pada situs-situs internet, seperti jurnal on-line, perpustakaan on-line, situs-situs universitas, dan situs-situs lainnya. Cara penelusuran ke berbagai situs internet dapat dilihat dalam tulisan “Pemanfaatan Internet dalam Proses Belajar dan Penulisan Karya Ilmiah Bidang Manajemen dan Bisnis (Juliandi, 2002)  atau mengakses ke situs jurnal versi On-line dengan alamat http://manbisnis.tripod.com. Situs ini adalah situs “Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis” Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.



Modul 7:
PENULISAN SKRIPSI


Penulisan skripsi untuk semua jenis penelitian di sajikan dalam lima bab sebagai berikut:
*       Bab I : Pendahuluan
*       Bab II : Tinjauan Pustaka
*       Bab III : Metode Penelitian 
*       Bab IV : Hasil Penelitian dan Bahasan 
*       Bab V : Simpulan dan Saran 
Untuk lebih lanjut: Lihat Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang berlaku di Institusi anda!

Setiap penulisan dari bab ke bab dianggap perlu untuk menyajikan alinea pembuka/penghubung berisi uraian pengantar yang menjelaskan keterkaitan bab yang bersangkutan dengan bab sebelumnya. Alinea penghubung ini ditulis dalam alinea pertama dari setiap awal bab.

Adapun penjelasan secara rinci sebagai berikut :


I. PENDAHULUAN

     a. Latar Belakang Permasalahan
     b. Rumusan Permasalahan
     c. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
PENJELASAN

     a. Latar Belakang Permasalahan


1)     Latar Belakang Permasalahan merupakan penjelasan fenomena yang diamati dan menarik perhatian peneliti dan bukan merupakan alasan pemilihan judul.

2)     Latar Belakang Penelitian apabila memungkinkan dapat didukung oleh data penunjang, yang dapat digali dari sumber utama dan/atau sumber kedua seperti [1]Biro Pusat Statistik, hasil penelitian terdahulu, jurnal dan internet

3)     Latar Belakang Penelitian memuat hasil penelitian terdahulu (dari jurnal) dengan menyebutkan sumber jurnal yang dipakai sebagai referensi.

4)     Apabila perusahaan (sebagai sumber utama) belum menyajikan laporan keuangan, misalnya rasio keuangan (financial ratio), maka dalam Latar Belakang Penelitian disajikan minimal 3 periode atau tahun.


      b. Rumusan Permasalahan


1)     Rumusan permasalahan disajikan secara singkat dalam bentuk kalimat tanya, yang isinya mencerminkan adanya permasalahan yang perlu dipecahkan atau adanya permasalahan yang perlu untuk dijawab.

2)     Rumusan permasalahan merupakan inti penelitian, sehingga bisa dipakai pertimbangan menyusun judul dan hipotesa

      c. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1)     Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh peneliti sebelum melakukan penelitian dan mengacu pada permasalahan. Berikut ini beberapa contoh cara pengungkapan tujuan penelitian yang umumnya diawali dengan kalimat tujuan penelitian adalah untuk …………. atau penelitian ini bertujuan untuk …………………dan sebagainya.

2)     Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian, menguraikan kontribusi yang diharapkan dari hasil penelitian itu sendiri.

2. TINJAUAN PUSTAKA

     a. Kerangka Teori
     b. Hipotesis Penelitian

PENJELASAN

     a. Kerangka Teori


1)     Kerangka teori sebaiknya menggunakan acuan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dan acuan-acuan yang berupa hasil penelitian terdahulu (bisa disajikan di Bab II atau dibuat sub-bab tersendiri)

2)     Cara penulisan dari subbab ke subbab yang lain harus tetap mempunyai keterkaitan yang jelas dengan memperhatikan aturan penulisan pustaka.

3)     Penulisan nama pengarang dalam [2]Endnotes atau Footnotes yang bersumber dari kepustakaan tidak perlu mencantumkan gelar akademik.

4)     Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik, studi pustaka harus memenuhi prinsip kemutakhiran dan keterkaitannya dengan permasalahan yang ada. Apabila menggunakan literatur dengan beberapa edisi, maka yang digunakan adalah buku dengan edisi terbaru, jika referensi tidak terbit lagi, referensi tersebut adalah terbitan terakhir. Dan bagi yang menggunakan Jurnal sebagai referensi pembatasan tahun terbitan tidak berlaku.

5)     Semakin banyak sumber bacaan, semakin baik, dengan jumlah minimal 10 (sepuluh) sumber, baik dari teks book atau sumber lain misalnya jurnal, artikel dari majalah, Koran, internet dan lain-lain.

6)     Pedoman kerangka teori di atas berlaku untuk semua jenis penelitian.

7)     Dalam kerangka teori, peubah dicantumkan sebatas yang diteliti dan dapat dikutip dari dua atau lebih karya tulis/bacaan.

8)     Teori bukan merupakan pendapat pribadi (kecuali pendapat tersebut sudah ditulis di BUKU)

9)     Pada akhir kerangka teori bagi penelitian korelasional disajikan model teori, model konsep (apabila diperlukan) dan model hipotesis pada subbab tersendiri, sedangkan penelitian studi kasus cukup menyusun Model teori dan beri keterangan. Model teori dimaksud merupakan kerangka pemikiran penulis dalam penelitian yang sedang dilakukan. Kerangka itu dapat berupa kerangka dari ahli yang sudah ada, maupun kerangka yang berdasarkan teori-teori pendukung yang ada. Dari kerangka teori yang sudah disajikan dalam sebuah skema, harus dijabarkan jika dianggap perlu memberikan batasan-batasan, maka asumsi-asumsi harus dicantumkan.

     b. Hipotesis Penelitian

     Jika penelitian bersifat korelasional maka:

1)     Hipotesis penelitian beraspek empiris disajikan pada akhir bab II dalam sub-sub tersendiri dengan memperhatikan teori pendukungnya, sedangkan hipotesis penelitian beraspek statistik disajikan dalam bab III.

2)     Apabila analisis data (akhir bab IV) direncanakan tidak untuk menganalisis data secara luas baik masalah utama (mayor) maupun bagian-bagiannya (minor) maka dalam hipotesis tidak perlu dicantumkan hipotesis mayor dan minor.

3)     Hipotesis harus berlandaskan teori, jika ingin mengubah harus mencantumkan alasan mengapa merubah teori tersebut.

3. METODE PENELITIAN

     a. Jenis Penelitian
     b. Peubah dan Pengukuran
     c. Populasi dan Sampel
     d. Metode Pengumpulan Data
     e. Metode Analisis

PENJELASAN
     a. Jenis Penelitian
     Penelitian bisa bersifat kuantitaif maupun kualitatif, misalnya:
1)     Historis;
2)     Deskriptif;
3)     Perkembangan;
4)     Kasus dan penelitian lapangan;
5)     Korelasional;
6)     Kausal komparatif;
7)     Eksperimen murni;
8)     Eksperimen semu;
9)     Kaji tindak. 

1)     Pemilihan jenis penelitian dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut:

a)     Daya tarik permasalahan;

b)    Kesesuaian dengan kemampuan dan latar belakang pendidikan;
c)     Tersedianya alat dan kondisi kerja;
d)    Kesesuaian dengan kemampuan untuk mengumpulkan data yang diperlukan;
e)     Kesesuaian dengan waktu, tenaga dan biaya;
f)     Resiko kegagalan.

2)     Jenis penelitian dimaksud dapat dilacak dari judul, latar belakang permasalahan dan tujuan penelitian, sehingga dapat dijelaskan alasan penentuan jenis penelitian tertentu tanpa menyajikan definisi jenis penelitian itu sendiri.

b) Peubah dan Pengukuran

  • “Peubah (Variable) merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.” ( Sugiyono, 2003, 32)

  • Peubah harus terukur


a)     Populasi dan Sampel


  • “Populasi merupakan sekumpulan orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam satu atau beberapa hal dan yang membentuk masalah pokok dalam suatu riset khusus. Populasi yang akan diteliti harus didefinisikan dengan jelas sebelum penelitian dilakukan.” (Santoso & Tjiptono, 2002, 79)
  • “ Sampel adalah semacam miniatur (mikrokosmos) dari populasinya” (Santoso & Tjiptono, 2002, 80)

b)    Metode Pengumpulan Data

         Metode pengumpulan data misalnya:
1)     “Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telpon.
2)     Kuesioner (angket) dapat dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
3)     Observasi merupakan suatu proses yang komplek , suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.” (Sugiyono, 2003, 130-141)


 e)  Metode Analisis

Metode analisis disesuaikan dengan Rumusan Permasalahan pada Bab I

Jika metode analisis menggunakan regresi dengan Ordinary Least Square (OLS) Estimators, maka uji asumsi klasik harus dilakukan. Lihat buku "Ekonometrika Dasar" oleh Damodar Gujarati alih bahasa Sumarno Zain, 2000.

4. HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN
     a. Penyajian Data
Pada subbab ini dipaparkan data yang ada relevansinya dengan topik skripsi.

     b. Analisis Data dan Interpretasi


5. SIMPULAN DAN SARAN

     a. Simpulan
     b. Saran

PENJELASAN

1)     Simpulan menjelaskan butir-butir temuan (hasil penelitian dan bahasan) yang disajikan secara singkat dan jelas.

2)     Saran-saran merupakan himbauan kepada instansi terkait maupun peneliti berikutnya yang berdasarkan pada hasil temuan. Saran sebaiknya selaras dengan topik penelitian


Lampiran: memuat hal-hal atau informasi yang mendukung bab-bab sebelumnya, misalnya: data (hasil Questionaire, data time series), Laporan Keuangan perusahaan (Neraca, R/L dsb), informasi yang terkait dengan hasil (misal: olahan komputer, diskripsi, hasil uji validitas dan reliabilitas) dsb.


Modul 8:
PROSES LAHIRNYA ILMU



1.1.      Manusia  Mencari  Kebenaran
               
Manusia mencari kebenaran dengan menggunakan akal sehat (common  sense)   dan dengan ilmu pengetahuan.
Letak  perbedaan  yang  mendasar  antara  keduanya  ialah  berkisar  pada  kata  “sistematik”  dan  “terkendali”.  Ada  lima  hal  pokok  yang  membedakan  antara  ilmu  dan  akal  sehat.  Yang  pertama,  ilmu  pengetahuan  dikembangkan  melalui  struktur-stuktur  teori,  dan  diuji  konsistensi  internalnya.  Dalam  mengembangkan  strukturnya,  hal  itu  dilakukan  dengan  tes  ataupun pengujian  secara  empiris/faktual.  Sedang  penggunaan  akal  sehat  biasanya  tidak.  Yang  kedua,  dalam  ilmu  pengetahuan,  teori  dan  hipotesis  selalu  diuji  secara  empiris/faktual.  Halnya  dengan  orang  yang  bukan  ilmuwan  dengan  cara  “selektif”.  Yang  ketiga,  adanya  pengertian  kendali  (kontrol)  yang  dalam  penelitian  ilmiah  dapat  mempunyai  pengertian  yang  bermacam-macam.  Yang  keempat,  ilmu  pengetahuan  menekankan  adanya  hubungan  antara  fenomena  secara  sadar  dan  sistematis.  Pola  penghubungnya tidak  dilakukan  secara  asal-asalan.  Yang  kelima,  perbedaan  terletak  pada  cara  memberi penjelasan  yang  berlainan  dalam  mengamati  suatu  fenomena.  Dalam  menerangkan  hubungan  antar  fenomena,  ilmuwan  melakukan  dengan  hati-hati  dan  menghindari  penafsiran  yang  bersifat  metafisis.  Proposisi  yang  dihasilkan  selalu  terbuka  untuk  pengamatan  dan  pengujian  secara  ilmiah.

 1.2 . Terjadinya  Proses  Sekularisasi  Alam          
Pada  mulanya  manusia  menganggap  alam  suatu  yang  sakral,  sehingga  antara  subyek  dan  obyek  tidak  ada  batasan.  Dalam  perkembangannya  sebagaimana  telah  disinggung  diatas  terjadi  pergeseran  konsep  hukum  (alam).  Hukum  didefinisikan  sebagai  kaitan-kaitan  yang  tetap  dan  harus  ada  diantara  gejala-gejala.  Kaitan-kaitan  yang  teratur  didalam  alam  sejak  dulu  diinterpretasikan  ke  dalam  hukum-hukum normative.  Disini  pengertian  tersebut  dikaitkan  dengan  Tuhan  atau  para  dewa  sebagai  pencipta  hukum  yang  harus  ditaati.  Menuju  abad  ke-16  manusia  mulai  meninggalkan  pengertian  hukum  normative  tersebut.  Sebagai  gantinya  muncullah  pengertian  hukum  sesuai  dengan  hukum  alam.  Pengertian  tersebut  berimplikasi  bahwa  terdapat  tatanan  di  alam  dan  tatanan  tersebut  dapat  disimpulkan  melalui  penelitian  empiris.  Para  ilmuwan  saat  itu  berpendapat  bahwa  Tuhan  sebagai  pencipta  hukum  alam  secara berangsur-angsur  memperoleh  sifat  abstrak  dan  impersonal.  Alam  telah  kehilangan  kesakralannya  sebagai  ganti  muncullah  gambaran  dunia  yang  sesuai  dengan  ilmu  pengetahuan  alam  bagi  manusia  modern  dengan  kemampuan  ilmiah  manusia  mulai  membuka  rahasia-rahasia alam.


 1.3.     Berbagai  Cara  Mencari  Kebenaran
Dalam  sejarah manusia,  usaha-usaha  untuk  mencari  kebenaran telah  dilakukan  dengan  berbagai  cara  seperti :

 1.3.1  Secara  kebetulan
Ada  cerita  yang  kebenarannya  sukar  dilacak  mengenai  kasus penemuan  obat  malaria  yang  terjadi  secara  kebetulan.  Ketika  seorang  Indian  yang  sakit  dan  minum  air  dikolam  dan  akhirnya  mendapatkan  kesembuhan.  Dan  itu  terjadi  berulang  kali  pada  beberapa  orang.  Akhirnya  diketahui  bahwa  disekitar  kolam  tersebut  tumbuh  sejenis  pohon  yang  kulitnya  bisa  dijadikan  sebagai  obat  malaria  yang  kemudian  berjatuhan  di  kolam  tersebut.  Penemuan  pohon  yang  kelak  dikemudian  hari  dikenal  sebagai  pohon  kina  tersebut  adalah  terjadi  secara  kebetulan  saja. 

 1.3.2. Trial  And  Error
 Cara  lain  untuk  mendapatkan  kebenaran  ialah  dengan  menggunakan  metode  “trial  and  error”  yang  artinya  coba-coba.  Metode  ini  bersifat  untung-untungan.  Salah  satu  contoh  ialah  model  percobaan  “problem  box”  oleh  Thorndike.  Percobaan  tersebut  adalah  seperti  berikut:  seekor  kucing  yang  kelaparan  dimasukkan  kedalam  “problem  box”—suatu  ruangan  yang  hanya  dapat  dibuka  apabila  kucing  berhasil  menarik  ujung tali  dengan  membuka  pintu.  Karena  rasa  lapar  dan  melihat  makanan  di  luar  maka  kucing  berusaha  keluar  dari  kotak  tersebut  dengan  berbagai  cara.  Akhirnya  dengan  tidak  sengaja  si  kucing  berhasil  menyentuh  simpul  tali  yang  membuat  pintu  jadi  terbuka  dan  dia  berhasil  keluar.  Percobaan tersebut  mendasarkan  pada  hal  yang  belum  pasti  yaitu  kemampuan  kucing  tersebut  untuk  membuka  pintu  kotak  masalah.

 1.3.3  Melalui  Otoritas
 Kebenaran  bisa  didapat  melalui  otoritas  seseorang  yang  memegang  kekuasaan,  seperti  seorang  raja  atau  pejabat  pemerintah  yang  setiap  keputusan  dan  kebijaksanaannya  dianggap  benar  oleh  bawahannya.  Dalam  filsafat  Jawa  dikenal  dengan  istilah  ‘Sabda  pendita ratu”  artinya  ucapan  raja  atau  pendeta  selalu  benar  dan  tidak  boleh  dibantah lagi.


 1.3.4.  Berpikir  Kritis/Berdasarkan  Pengalaman        
Metode  lain  ialah  berpikir  kritis  dan  berdasarkan  pengalaman. Contoh  dari  metode  ini  ialah  berpikir  secara  deduktif  dan  induktif.  Secara  deduktif  artinya  berpikir  dari  yang  umum  ke  khusus;  sedang  induktif  dari  yang  khusus  ke  yang  umum.  Metode  deduktif  sudah  dipakai  selama  ratusan  tahun  semenjak  jamannya  Aristoteles.

 1.3.5.  Melalui  Penyelidikan  Ilmiah
 Menurut  Francis  Bacon  Kebenaran  baru  bisa  didapat  dengan menggunakan  penyelidikan  ilmiah,  berpikir  kritis  dan  induktif.
Catatan  :
 Selanjutnya  Bacon  merumuskan  ilmu  adalah  kekuasaan.  Dalam  rangka  melaksanakan  kekuasaan,  manusia  selanjutnya  terlebih  dahulu  harus  memperoleh  pengetahuan  mengenai  alam  dengan  cara  menghubungkan  metoda  yang  khas,  sebab  pengamatan  dengan  indera  saja,  akan  menghasilkan  hal  yang  tidak  dapat  dipercaya.  Pengamatan  menurut  Bacon,  dicampuri  dengan  gambaran-gambaran  palsu  (idola):  Gambaran-gambaran  palsu  (idola)  harus  dihilangkan,  dan  dengan  cara  mengumpulkan  fakta-fakta  secara  telilti,  maka  didapat  pengetahuan  tentang  alam  yang  dapat  dipercaya.  Sekalipun  demikian  pengamatan  harus  dilakukan  secara  sistematis,  artinya  dilakukan  dalam  keadaan  yang  dapat  dikendalikan  dan  diuji  secara  eksperimantal  sehingga  tersusunlah  dalil-dalil  umum. Metode  berpikir  induktif  yang  dicetuskan  oleh  F. Bacon  selanjutnya  dilengkapi  dengan  pengertian  adanya  pentingnya  asumsi teoritis  dalam  melakukan  pengamatan  serta  dengan  menggabungkan  peranan  matematika  semakin  memacu  tumbuhnya  ilmu  pengetahuan  modern  yang  menghasilkan  penemuan-penemuan  baru,  seperti  pada  tahun  1609  Galileo  menemukan  hukum-hukum  tentang  planet,  tahun  1618  Snelius  menemukan  pemecahan  cahaya  dan  penemuan-penemuan  penting  lainnya  oleh  Boyle  dengan  hukum  gasnya,  Hygens  dengan  teori  gelombang  cahaya,  Harvey  dengan  penemuan  peredaran  darah,  Leuwenhock  menemukan  spermatozoide,  dan  lain-lain.


1.4.      Dasar-Dasar  Pengetahuan
Dalam  bagian  ini  akan  dibicarakan  dasar-dasar  pengetahuan yang  menjadi  ujung  tombak  berpikir  ilmiah.  Dasar-dasar  pengetahuan  itu  ialah  sebagai  berikut :

1.4.1. Penalaran
Yang  dimaksud  dengan  penalaran  ialah  Kegiatan  berpikir  menurut  pola  tertentu,  menurut  logika  tertentu  dengan tujuan  untuk  menghasilkan  penegtahuan.  Berpikir  logis  mempunyai  konotasi  jamak,  bersifat  analitis.  Aliran  yang  menggunakan  penalaran  sebagai  sumber  kebenaran  ini  disebut  aliran  rasionalisme  dan  yang  menganggap  fakta  dapat  tertangkap  melalui  pengalaman  sebagai  kebenaran  disebut  aliran  empirisme.



 1.4.2.  Logika  (Cara  Penarikan  Kesimpulan)
 Ciri  kedua  ialah  logika  atau  cara  penarikan  kesimpulan.  Yang  dimaksud  dengan  logika  sebagaimana  didefinisikan  oleh  William S.S  ialah  “pengkajian  untuk  berpikir  secara  sahih  (valid).
Dalam  logika  ada  dua  macam  yaitu  logika  induktif  dan  deduktif.  Contoh  menggunakan  logika  ini  ialah  model  berpikir  dengan  silogisma,  seperti  contoh  dibawah  ini :
Silogisma
§  Premis  mayor      :  semua  manusia  akhirnya  mati
§  Premis  minor       :  Amir  manusia
§  Kesimpulan           :  Amir  akhirnya  akan   mati

  1.5.    Sumber  Pengetahuan
Sumber  pengetahuan  dalam   dunia  ini  berawal  dari  sikap  manusia  yang  meragukan  setiap  gejala  yang  ada  di  alam  semesta  ini.  Manusia  tidak  mau  menerima  saja  hal-hal  yang  ada  termasuk  nasib  dirinya  sendiri.  Rene  Descarte  pernah  berkata “DE  OMNIBUS  DUBITANDUM”  yang  mempunyai  arti  bahwa  segala sesuatu  harus  diragukan.  Persoalan  mengenai  kriteria  untuk  menetapkan  kebenaran  itu  sulit  dipercaya.  Dari  berbagai  aliran  maka  muncullah  pula  berbagai  kriteria  kebenaran.

 1.6.  Kriteria  Kebenaran
 Salah  satu  kriteria  kebenaran  adalah  adanya  konsistensi  dengan  pernyataan  terdahulu  yang  dianggap  benar.  Sebagai  contoh  ialah  kasus  penjumlahan  angka-angka  tersebut  dibawah  ini
3      +  5  =  8
4      +  4  =  8
6      +  2  =  8
Semua  orang  akan  menganggap  benar  bahwa  3  +  5  =  8,  maka  pernyataan  berikutnya  bahwa  4  +  4  =  8  juga  benar,  karena  konsisten  dengan  pernyataan  sebelumnya.
Beberapa  kriteria  kebenaran  diantaranya  ialah

 1.6.1.  Teori  Koherensi   (Konsisten)
Yang  dimaksud  dengan  teori  koherensi  ialah  bahwa  suatu pernyataan  dianggap  benar  bila  pernyataan  itu  bersifat  koheren  dan  konsisten  dengan  pernyataan-pernyataan  sebelumnya  yang  dianggap  benar.  Contohnya  ialah  matematika  yang  bentuk  penyusunannya,  pembuktiannya  berdasarkan  teori  koheren.

 1.6.2.Teori  Korespondensi (Pernyataan sesuai kenyataan)
Teori  korespondensi  dipelopori  oleh  Bertrand  Russel.  Dalam  teori  ini  suatu  pernyataan  dianggap  benar  apabila  materi  pengetahuan  yang  dikandung  berkorespondensi  dengan  objek  yang  dituju  oleh  pernyataan  tersebut.  Contohnya  ialah  apabila  ada  seorang  yang  mengatakan  bahwa  ibukota  Inggris  adalah  London,  maka  pernyataan  itu  benar.  Sedang  apabila  dia  mengatakan  bahwa  ibukota  Inggris  adalah  Jakarta,  maka  pernyataan  itu  salah;  karena  secara  kenyataan  ibukota  Inggris  adalah London  bukan  Jakarta.

 1.6.3. Teori  Pragmatis (Kegunaan di lapangan)
Tokoh  utama  dalam  teori  ini  ialah  Charles  S  Pierce.  Teori  pragmatis  mengatakan  bahwa  kebenaran  suatu  pernyataan  diukur  dengan  criteria  apakah  pernyataan  tersebut  bersifat  fungsional  dalam kehidupan  praktis. Kriteria  kebenaran  didasarkan  atas  kegunaan  teori  tersebut.  Disamping  itu  aliran  ini  percaya  bahwa  suatu  teori  tidak  akan  abadi,  dalam  jangka  waktu  tertentu  itu  dapat  diubah  dengan  mengadakan  revisi.

 1.7.  Ontologi (apa yang dikaji)
Ontologi  ialah  hakikat  apa  yang  dikaji  atau  ilmunya  itu  sendiri.  Seorang  filosof  yang  bernama  Democritus  menerangkan  prinsip-prinsip  materialisme  mengatakan  sebagai  berikut  :
Hanya  berdasarkan  kebiasaan  saja  maka  manis  itu  manis,  panas  itu  panas,  dingin  itu  dingin,  warna  itu  warna.  Artinya,  objek  penginderaan  sering  kita  anggap  nyata,  padahal  tidak  demikian.  Hanya  atom dan  kehampaan  itulah  yang  bersifat  nyata.  Jadi   istilah  “manis,  panas  dan  dingin”  itu  hanyalah  merupakan  terminology  yang  kita  berikan  kepada  gejala  yang  ditangkap  dengan  pancaindera.           

Ilmu  merupakan  pengetahuan  yang  mencoba  menafsirkan  alam  semesta  ini  seperti  adanya,  oleh  karena  itu  manusia  dalam  menggali  ilmu  tidak  dapat  terlepas  dari  gejala-gejala  yang  berada  didalamnya. Dan  sifat  ilmu  pengetahuan  yang  berfungsi  membantu  manusia  dalam  mememecahkan  masalah  tidak  perlu  memiliki  kemutlakan  seperti  agama  yang  memberikan  pedoman  terhadap  hal-hal  yang  paling  hakiki  dari  kehidupan  ini.  Sekalipun  demikian  sampai  tahap  tertentu  ilmu  perlu memiliki  keabsahan  dalam  melakukan generalisasi.  Sebagai  contoh,  bagaimana kita  mendefinisikan  manusia,  maka  berbagai  penegertianpun  akan  muncul pula.
Contoh  :  Siapakah  manusia  iu  ?  jawab  ilmu ekonomi  ialah  makhluk  ekonomi Sedang  ilmu  politik  akan  menjawab  bahwa  manusia  ialah  political  animal  dan  dunia  pendidikan  akan  mengatakan  manusia  ialah  homo  educandum.

 1.8  Epistimologi (Cara mendapatkan kebenaran)
Yang  dimaksud  dengan  epistimologi  ialah  bagaimana  mendapatkan  pengetahuan  yang  benar.
Beberapa  hal  yang  perlu  diperhatikan  dalam  mendapatkan  pengetahuan  ialah  :
1.    Batasan  kajian  ilmu  :  secara  ontologis  ilmu  membatasi  pada  Pengkajian   objek  yang  berada  dalam  lingkup  manusia.  tidak  dapat  mengkaji  daerah  yang  bersifat  transcendental (gaib/tidak nyata).
2.     Cara  menyusun   pengetahuan :  untuk  mendapatkan  pengetahuan  menjadi  ilmu  diperlukan  cara  untuk  menyusunnya  yaitu  dengan  cara  menggunakan  metode  ilmiah.
3.     Diperlukan  landasan  yang  sesuai  dengan  ontologis dan  aksiologis  ilmu  itu  sendiri
4.     Penjelasan  diarahkan  pada  deskripsi  mengenai  hubungan  berbagai  faktor  yang  terikat  dalam  suatu  konstelasi  penyebab timbulnya  suatu  gejala  dan  proses  terjadinya.
5.     Metode  ilmiah  harus  bersifat  sistematik  dan  eksplisit
6.     Metode  ilmiah  tidak  dapat  diterapkan  kepada  pengetahuan  yang  tidak  tergolong  pada  kelompok  ilmu   tersebut. (disiplin ilmu yang sama)
7.     Ilmu  mencoba  mencari  penjelasan  mengenai  alam  dan  menjadikan  kesimpulan  yang  bersifat  umum  dan  impersonal.
8.      Karakteristik  yang  menonjol  kerangka  pemikiran  teoritis :
a.    Ilmu  eksakta   :  deduktif,  rasio,  kuantitatif
b.    Ilmu  social     :  induktif,  empiris,  kualitatif 

 1.9.     Beberapa  Pengertian  Dasar
Konsep  :
Konsep  adalah  istilah  dan  definisi  yang  digunakan  untuk  menggambarkan  gejala  secara  abstrak,  contohnya  seperti  kejadian,  keadaan,  kelompok.  Diharapkan  peneliti  mampu  memformulasikan  pemikirannya  kedalam  konsep  secara  jelas  dalam  kaitannya  dengan  penyederhanaan  beberapa  masalah  yang  berkaitan  satu  dengan  yang  lainnya.
Dalam  dunia  penelitian  dikenal  dua  pengertian  mengenai  konsep,  yaitu  Pertama  konsep  yang  jelas  hubungannya  dengan  realita  yang  diwakili,  contoh :  meja,  mobil dll nya  Kedua  konsep  yang  abstrak hubungannya  dengan  realitas  yang  diwakili,  contoh :  kecerdasan,  kekerabatan,  dll nya.

Konstruk  :
Konstruk  (construct)  adalah  suatu  konsep  yang  diciptakan  dan  digunakan  dengan  kesengajaan  dan  kesadaran  untuk  tujuan-tujuan  ilmiah  tertentu.

Proposisi  :
Proposisi  adalah  hubungan  yang  logis  antara  dua  konsep.  Contoh :  dalam  penilitian  mengenai  mobilitas  penduduk,  proposisinya  berbunyi :  “proses  migrasi  tenaga  kerja  ditentukan  oleh  upah“  (Harris  dan  Todaro).
Dalam  penelitian  sosial  dikenal  ada  dua  jenis  proposisi;  yang  pertama  aksioma  atau  postulat,  yang  kedua  teorema.  Aksioma  ialah  proposisi  yang  kebenarannya  sudah  tidak  lagi  dalam  penelitian;  sedang  teorema  ialah  proposisi  yag  dideduksikan  dari  aksioma.

Teori  :
Salah  satu  definisi  mengenai  teori  ialah  serangkaian  asumsi,  konsep,  konstruk,  definisi  dan  proposisi  untuk  menerangkan  suatu  fenomena  secara  sisitematis  dengan  cara  merumuskan  hubungan  antar  konsep  (Kerlinger,  FN)
Definisi  lain  mengatakan  bahwa  teori  merupakan  pengetahuan  ilmiah  yang  mencakup  penjelasan  mengenai  suatu  faktor  tertentu  dari  satu  disiplin  ilmu.  Teori  mempunyai  beberapa  karakteristik  sebagai  berikut;
a.           harus  konsisten  dengan  teori-teori  sebelumnya  yang        memungkinkan  tidak  terjadinya  kontraksi  dalam  teori  keilmuan     secara  keseluruhan.
b.           harus  cocok  dengan  fakta-fakta  empiris,  sebab  teori  yang   bagaimanapun  konsistennya  apabila  tidak  didukung  oleh    pengujian  empiris  tidak  dapat  diterima  kebenarannya  secara  ilmiah.
c.           Ada empat cara teori dibangun menurut Melvin Marx :
1)         Model Based Theory,
Berdasarkan teori pertama teori berkembang adanya jaringan konseptual yang kemudian diuji secara empiris. Validitas substansi terletak pada tahap-tahap awal dalam pengujian model, yaitu apakah model bekerja sesuai dengan kebutuhan peneliti.

2)            Teori deduktif,
Teori kedua mengatakan suatu teori dikembangkan melalui proses deduksi. Deduksi merupakan bentuk inferensi yang menurunkan sebuah kesimpulan yang didapatkan melalui penggunaan logika pikiran dengan disertai premis-premis sebagai bukti. Teori deduktif merupakan suatu teori yang menekankan pada struktur konseptual dan validitas substansialnya. Teori ini juga berfokus pada pembangunan konsep sebelum pengujian empiris.
3)            Teori induktif,
Teori ketiga menekankan pada pendekatan empiris untuk mendapatkan generalisasi. Penarikan kesimpulan didasarkan pada observasi realitas yang berulang-ulang dan mengembangkan pernyataan-pernyataan yang berfungsi untuk menerangkan serta menjelaskan keberadaan pernyataan-pernyataan tersebut.
4)            Teori fungsional
Teori keempat mengatakan suatu teori dikembangkan melalui interaksi yang berkelanjutan antara proses konseptualisasi dan pengujian empiris yang mengikutinya. Perbedaan utama dengan teori deduktif terletak pada proses terjadinya konseptualisasi pada awal pengembangan teori. Pada teori deduktif rancangan hubungan konspetualnya diformulasikan dan pengujian dilakukan pada tahap akhir pengembangan teori.



Logika  Ilmiah  :
            Gabungan  antara  logika  deduktif  dan  induktif  dimana  rasionalisme  dan  empirisme  bersama-sama  dalam  suatu  system  dengan  mekanisme  korektif.

Hipotesis  :
                 Hipotesis  adalah  jawaban  sementara  terhadap  permasalahan  yang  sedang  diteliti.  Hipotesis  merupakan  saran  penelitian  ilmiah  karena  hipotesis  adalah  instrumen  kerja  dari  suatu  teori  dan  bersifat  spesifik  yang  siap  diuji  secara  empiris.  Dalam  merumuskan  hipotesis  pernyataannya harus  merupakan  pencerminan  adanya  hubungan  antara  dua  variabel  atau  lebih.
            Hipotesis  yang  bersifat  relasional  ataupun  deskriptif  disebut  hipotesis  kerja  (Hk),  sedang  untuk  pengujian  statistik  dibutuhkan  hipotesis  pembanding  hipotesis  kerja  dan  biasanya  merupakan  formulasi  terbalik  dari  hipotesis  kerja.  Hipotesis  semacam  itu  disebut  hipotesis  nol  (Ho). 

Variabel  :

            Variabel  ialah  konstruk-konstruk  atau  sifat-sifat  yang  sedang  dipelajari.   Contoh :  jenis  kelamin,  kelas  sosial,  mobilitas  pekerjaan dll nya. Ada lima tipe variable yang dikenal dalam penelitian, yaitu: variable bebas (independent), variable tergantung (dependent), variable perantara (moderate), variable pengganggu (intervening) dan variable kontrol (control)
            Jika dipandang dari sisi  skala pengukurannya maka ada empat macam variabel:  nominal,  ordinal,  interval  dan  ratio.

Definisi  Operasional  :
            Yang  dimaksud  dengan  definisi  operasional  ialah  spesifikasi  kegiatan  peneliti  dalam  mengukur  atau  memanipulasi  suatu  variabel. 
Definisi  operasional  memberi  batasan  atau  arti  suatu  variabel  dengan  merinci  hal  yang  harus  dikerjakan  oleh  peneliti  untuk  mengukur  variabel  tersebut.

1.20.  Kerangka  Ilmiah

1)    Perumusan  masalah  :  pertanyaan  tentang  obyek  empiris     yang  jelas   batas-batasnya  serta  dapat  diidentifikasikan  faktor- faktor  yang  terkait  didalamnya.
2)    Penyusunan  kerangka  dalam  pengajuan  hipotesis:
a.               Menjelaskan  hubungan  anatara  factor  yang  terkait
b.               Disusun  secara  rasional
c.               Didasarkan  pada  premis-premis  ilmiah
d.               Memperhatikan  faktor-faktor  empiris  yang  cocok
3)    Pengujian  hipotesis  :
mencari  fakta-fakta  yang  mendukung  hipotesis
4)    Penarikan  kesimpulan
 
1.21.  Sarana  Berpikir  Ilmiah
bahasa
Yang  dimaksud  bahasa  disini  ialah bahasa  ilmiah  yang  merupakan  sarana  komunikasi  ilmiah  yang  ditujukan  untuk  menyampaikan  informasi  yang  berupa  pengetahuan,  syarat-syarat :
·         bebas  dari  unsur  emotif
·         reproduktif
·         obyektif
·         eksplisit

matematika 
Matematika  adalah  pengetahuan  sebagai  sarana  berpikir  deduktif  sifat
·         jelas,  spesifik  dan  informatif
·         tidak  menimbulkan  konotasi  emosional
·         kuantitatif

statistika
statistika  ialah  pengetahuan  sebagai  sarana  berpikir  induktif  sifat  : 
·         dapat  digunakan  untuk  menguji  tingkat  ketelitian 
·         untuk  menentukan  hubungan  kausalitas  antar  factor  terkait

1.22. Aksiologi (nilai Guna Ilmu)
 Aksiologi  ialah  menyangkut  masalah  nilai  kegunaan  ilmu.  Ilmu  tidak  bebas  nilai.  Artinya  pada tahap-tahap  tertentu  kadang  ilmu  harus  disesuaikan  dengan    nilai-nilai  budaya  dan  moral  suatu  masyarakat;  sehingga  nilai  kegunaan  ilmu  tersebut  dapat  dirasakan  oleh masyarakat  dalam  usahanya  meningkatkan  kesejahteraan  bersama,  bukan  sebaliknya  malahan  menimbulkan  bencana.
Contoh  kasus :  penelitian  di  Taiwan
Dampak   kemajuan  teknologi  moderen  telah  diteliti  dengan  model  penelitian  yang  terintegrasi,  khususnya  terhadap  masyarakat  dan  budaya.  Hasil  kemajuan  teknologi  di  Taiwan  telah  membawa  negara  itu  mengalami  “keajaiban  ekonomi”,  sekalipun  demikian  hasilnya  tidak  selalu  positif.  Kemajuan  tersebut  membawa  banyak  perubahan  kebiasaan,  tradisi  dan  budaya  di  Taiwan.  Berdasarkan  penelitian  tersebut  terdapat  lima  hal  yang  telah  berubah  selama  periode  perkembangan  teknologi  di  negara  tersebut  yaitu :

1.          Perubahan-perubahan  dalam  struktur  industri   berupa : meningkatnya  sektor  jasa  dan  peranan  teknologi  canggih  pada bidang  manufaktur.
2.          Perubahan-perubahan  dalam  sruktur  pasar  berupa :  pasar
3.          menjadi  semakin  terbatas,  sedang  pengelolaan  bisnis  menjadi  semakin  beragam.
4.          Perubahan-perubahan  dalam  struktur  kepegawaian  berupa :  tenaga  professional  yang  telah  terlatih  dalam  bidang  teknik menjadi  semakin  meningkat.
5.          Perubahan-perubahan  struktur  masyarakat  berupa :  Meningkatnya  jumlah  penduduk  usia  tua  dan  konsep  “keluarga  besar”  dalam proses  diganti  dengan  konsep  “keluarga  kecil”.

Perubahan-perubahan  dalam  nilai-nilai  sosial  berupa :  penghargaan  yang  lebih  tinggi  terhadap  keuntungan  secara  ekonomis  daripada  masalah-masalah  keadilan,  meningkatnya  kecenderungan  masyarakat  untuk  bersikap  individualistik.


Modul 9:
SKALA PENGUKURAN

Ada empat tipe skala pengukuran dalam penelitian, yaitu nominal, ordinal,
interval dan ratio.

9.1       Nominal
Skala pengukuran nominal digunakan untuk mengklasifikasikan obyek, individual atau kelompok; sebagai contoh mengklasifikasi jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan area geografis. Dalam mengidentifikasi hal-hal di atas digunakan angka-angka sebagai symbol. Apabila kita menggunakan skala pengukuran nominal, maka statistik non-parametrik digunakan untuk menganalisa datanya. Hasil analisa dipresentasikan dalam bentuk persentase. Sebagai contoh kita mengklaisfikasi variable jenis kelamin menjadi sebagai berikut: laki-laki kita beri simbol angka 1 dan wanita angka 2. Kita tidak dapat melakukan operasi arimatika dengan angka-angka tersebut, karena angka-angka tersebut hanya menunjukkan keberadaan atau ketidakadanya karaktersitik tertentu.

Contoh:
Jawaban pertanyaan berupa dua pilihan “ya” dan “tidak” yang bersifat kategorikal dapat diberi symbol angka-angka sebagai berikut: jawaban “ya” diberi angka 1 dan tidak diberi angka 2.

 9.2      Ordinal
Skala pengukuran ordinal memberikan informasi tentang jumlah relatif karakteristik berbeda yang dimiliki oleh obyek atau individu tertentu. Tingkat pengukuran ini mempunyai informasi skala nominal ditambah dengan sarana peringkat relatif tertentu yang memberikan informasi apakah suatu obyek memiliki karakteristik yang lebih atau kurang tetapi bukan berapa banyak kekurangan dan kelebihannya.

Contoh:
Jawaban pertanyaan berupa peringkat misalnya: sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju dan sangat setuju dapat diberi symbol angka 1, 2,3,4 dan 5. Angka-angka ini hanya merupakan simbol peringkat,  tidak mengekspresikan jumlah.

9.3.      Interval
Skala interval mempunyai karakteristik seperti yang dimiliki oleh skala nominal dan ordinal dengan ditambah karakteristik lain, yaitu berupa adanya interval yang tetap. Dengan demikian peneliti dapat melihat besarnya perbedaan karaktersitik antara satu individu atau obyek dengan lainnya. Skala pengukuran interval benar-benar merupakan angka. Angka-angka yang digunakan dapat dipergunakan dapat dilakukan operasi aritmatika, misalnya dijumlahkan atau dikalikan. Untuk melakukan analisa, skala pengukuran ini menggunakan statistik parametric.



Contoh:
Jawaban pertanyaan menyangkut frekuensi dalam pertanyaan, misalnya: Berapa kali Anda melakukan kunjungan ke Jakarta dalam satu bulan? Jawaban: 1 kali, 3 kali, dan 5 kali. Maka angka-angka 1,3, dan 5 merupakan angka sebenarnya dengan menggunakan interval 2.

 9.4.     Ratio
Skala pengukuran ratio mempunyai semua karakteristik yang dipunyai oleh skala nominal, ordinal dan interval dengan kelebihan skala ini mempunyai nilai 0 (nol) empiris absolut. Nilai absoult nol tersebut terjadi pada saat ketidakhadirannya suatu karakteristik yang sedang diukur. Pengukuran ratio biasanya dalam bentuk perbandingan antara satu individu atau obyek tertentu dengan lainnya.

Contoh:
Berat Sari 35 Kg sedang berat Maya 70 Kg. Maka berat Sari dibanding dengan berat Maya sama dengan 1 dibanding 2.

 9.5.     Validitas
Suatu skala pengukuran dikatakan valid apabila skala tersebut digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Misalnya skala nominal yang bersifat non-parametrik digunakan untuk mengukur variabel nominal bukan untuk mengukur variabel interval yang bersifat parametrik. Ada 3 (tiga) tipe validitas pengukuran yang harus diketahui, yaitu:

a.            Validitas Isi (Content Validity)
Validitas isi menyangkut tingkatan dimana item-item skala yang mencerminkan domain konsep yang sedang diteliti. Suatu domain konsep tertentu tidak dapat begitu saja dihitung semua dimensinya karena domain tersebut kadang mempunyai atribut yang banyak atau bersifat multidimensional.

b.             Validitas Kosntruk (Construct Validity)
Validitas konstruk berkaitan dengan tingkatan dimana skala mencerminkan dan berperan sebagai konsep yang sedang diukur. Dua aspek pokok dalam validitas konstruk ialah secara alamiah bersifat teoritis dan statistik.

c.             Validitas Kriteria (Criterion Validity)
Validitas kriteria menyangkut masalah tingkatan dimana skala yang sedang digunakan mampu memprediksi suatu variable yang dirancang sebagai kriteria.

 9.6. Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran tertentu. Reliabilitas berkonsentrasi pada masalah akurasi pengukuran dan hasilnya.





Referensi
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.
Cahyono, Bambang Tri 1996. Metodologi Riset Bisnis. Jakarta: Badan Penerbit IPWI.
Dane, F.C. 1990. Research Methods. Brooks/Cole Publishing Company. Belmont California.
Djunaedi, Achmad. 2000. “Pengantar: Apakah Penelitian Itu?”. http://intranet.ugm.ac.id/~adjunaedi/Support/Materi/METLITI/a01metlitpengantar.pdf
Hempel, Carl Gustav. 2004. Pengantar Filsafat Ilmu Alam. Penerjemah Cuk Ananta Wijaya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogayakarta: BPFEE.
Juliandi, Azuar. 2002. “Pemanfaatan Internet dalam Proses Belajar dan Penulisan Karya Ilmiah Bidang Manajemen dan Bisnis”. Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis Vol. 02 No. 02 Oktober. 
Kerlinger, Fred N. 2000. AsasAsas Penelitian Behavioural. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.  
Miles, M.B. dan Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang MetodeMetode Baru. UIPress. Jakarta.
Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Rangkuti, Fredy. 2001. Riset Pemasaran. Jakarta: Gramedia.
Sarwono, J. 2003. “Perbedaan Dasar antara Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif“. http://www.w3.org/TR/REChtml40. Dikunjungi 13 Juli 2003.
Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
---------2004. “Pemilihan Topik dan Variabel Penelitian, serta Teknik Perumusan Masalah”. Kumpulan Materi Penataran dan Lokakarya Training of Traininer Metodologi Penelitian PTN dan PTS di Jakarta, 2630 April 2004.
Supranto, J. 1997. Metode Riset: Aplikasinya dalam Pemasaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Trochim, William M. 2002. “Philosophy of Research”. http://trochim.humancornell.edu/derived/philosophy.htm. Dikunjungi 13 September 2003.





1 APAKAH PENELITIAN ITU
2 RAGAM PENELITIAN
3 UNSUR-UNSUR PROPOSAL PENELITIAN
4 PERUMUSAN PERMASALAHAN
5 PENULISAN TINJAUAN PUSTAKA
[1] Biro Pusat Statistik = BPS
[2] Endnotes atau Footnotes ditulis jika pada pedoman penulisan diharuskan demikian.

0 komentar:

Posting Komentar